Konten dari Pengguna

Poligami bukan Ajaran Islam

darmia dimu
Green lover and beach admirer
24 Juli 2018 16:36 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari darmia dimu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poligami bukan Ajaran Islam
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Foto : Ilustrasi poligami
Poligami atau praktek lelaki beristri lebih dari satu identik dengan ajaran Islam. Hal ini karena di dalam Al Qur’an disebutkan mengenai poligami alias boleh beristri empat,tiga, atau dua.Walaupun demikian, poligami itu sendiri bukan ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum Islam turun di jazirah arab, praktek poligami telah lama ada. Bahkan dari zaman yunani, romawi dan jahiliyah arab, para lelaki boleh beristri lebih dari satu bahkan puluhan perempuan. Para kaisar di zaman Yunani dan Romawi kuno dikenal mempunyai puluhan selir. Begitupula di zaman pra Islam di timur tengah, praktek poligami sudah lama dilakukan. Tidak hanya itu, di wilayah Asia juga, praktek poligami oleh raja-raja dan pembesar kerajaan merupakan hal yang lumrah terjadi.
Islam adalah agama pertama yang meregulasi praktek poligami tersebut. Islam berupaya untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan yang terkena praktek poligami. Jadi praktek poligami dengan belasan hingga puluhan perempuan direduksi menjadi 4 orang perempuan saja. Kemudian pula disyaratkan berlaku adil terhadap para istri tersebut. Jika syarat berlaku adil tidak dapat dilaksanakan maka praktek poligami tidak dianjurkan.
ADVERTISEMENT
Surat An Nisa ayat 3 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”
Dalam Mufassir (Tafsir Al Qur'an) oleh Kementerian Agama RI disebutkan bahwa pada saat Surat An Nisa ayat 3 tersebut turun praktek perbudakan di Semenanjung Arab sangat subur dan sudah merupakan hal biasa. Ketika Islam lahir perbudakan di dunia Barat dan Timur sangat subur dan menjadi institusi yang sah. Seseorang bisa saja memiliki puluhan budak perempuan yang digunakan sebagai pemuas nafsu. Salah satu poin dakwah Nabi Muhammad adalah menghapuskan perbudakan tersebut. Namun pendekatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dilakukan dengan tidak frontal dan bertahap.
ADVERTISEMENT
Pada surat An Nisa tersebut jelas disebutkan mengenai aturan tentang poligami. Islam membolehkan untuk menikahi perempuan lebih dari satu dengan syarat bisa berlaku adil terhadap semua istri-istrinya. Adil dalam hal ini dalam semua aspek kehidupan berumah tangga, baik materi maupun immateri . Adil dalam memberikan perlindungan dan nafkah.
Sebagai contoh kewajiban seorang suami untuk memberikan perlindungan berupa tempat tinggal bagi istrinya. Jadi jika menikahi lebih dari satu orang, maka suami wajib memberikan tempat tinggal dengan jenis yang sama kepada seluruh istrinya. Kemudian, wajib memberikan nafkah untuk hidup sehari-hari. Masing-masing istri harus mempunyai nafkah yang sama dari suami mereka. Kemudian, menghabiskan waktu yang sama dengan semua istri-istrinya. Suami tidak boleh memfavoritkan salah satu istri. Semuanya harus adil baik dari segi materi, waktu, pikiran dan perasaan .
ADVERTISEMENT
Namun, jika tidak dapat berlaku adil maka Islam menganjurkan untuk menikahi seorang saja . Tidak bisa berbuat adil kepada istri yang lebih dari satu akan menjadikan seorang suami berbuat aniaya kepada istrinya. Dan Islam sangat melarang perbuatan aniaya dan zalim. Sehingga sebenarnya Islam lebih menganjurkan monogami daripada poligami.
Jika memang Islam menganjurkan monogami mengapa harus disebutkan boleh berpoligami? Hal ini harus dipahami dalam konteks ketika perbudakan sudah menjadi budaya dan hal yang biasa di kawasan Arab. Seseorang telah terbiasa mempunyai puluhan budak kemudian dibatasi hanya satu saja, maka kemungkinan akan terjadi resistensi yang luar biasa terhadap dakwah Islam.
Sehingga surat An Nisa ayat 3 tersebut membolehkan poligami namun sebenarnya dikunci dengan syarat harus berbuat adil. Adil disini dapat diartikan ketika para istri tersebut tidak akan komplain ataupun keberatan atas praktek poligami yang akan dijalankan. Ketika salah seorang istri keberatan maka praktek poligami adalah perbuatan yang zalim sehingga mengarah ke perbuatan merugikan.
ADVERTISEMENT
Studi mengenai poligami di Indonesia bisa ditemui dalam The Sexual Politics of Polygamy in Indonesian Marriages yang dilakukan oleh Nina Nurmila, PhD, dosen UIN Bandung dan Dr. Linda Rae Bennett, ontropolog di Nossal Institute for Global Health, Australia. Penelitian tersebut mengenai praktek poligami di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 2003 dan 2004, dengan mewawancarai para istri dalam praktek poligami.
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa praktek poligami di Indonesia selalu ada ketidak adilan yang menimpa para istri-istri. Baik itu ketidak adilan dalam hal keuangan dan ekonomi, maupun psikis. Selain itu, para istri yang terlibat dalam praktek poligami juga mengalami ketidak adilan dalam pergaulan social mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam studi tersebut mendapatkan para istri terutama istri pertama dalam praktek poligami lebih banyak mempunyai luka emosional baik dari sesama istri maupun dari masyarakat. Persaingan dan kecemburuan cenderung mewarnai kehidupan para istri dalam praktek poligami. Selain itu mereka juga mendapat stigma di masyarakat karena poligami yang dilakukan oleh suami karena ketidakmampuan mereka dalam memenuhi hasrat suaminya.
Jadi, daripada selalu menggunakan surat An Nisa ayat 3 sebagai alasan untuk berpoligami, sudah saatnya para suami dapat fokus untuk beribadah jangka panjang dalam pernikahan monogami. Jadikan pernikahan sebagai ladang ibadah, bukan sebagai perbuatan yang akan mengantarkan untuk berbuat zalim kepada istri.