Sindrom FoMO dan YOLO, Penyebab Gen Z Susah Menabung

Darren Aryatama Goenawan
Mahasiswa BINUS University jurusan Mass Communication
Konten dari Pengguna
3 Desember 2022 21:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darren Aryatama Goenawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dompet kosong. Sumber : unsplash.com/Emil Kalibradov
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dompet kosong. Sumber : unsplash.com/Emil Kalibradov
ADVERTISEMENT
Saat ini hampir sebagian besar dunia dihuni oleh anak muda generasi Z tetapi taukah kalian bahwa banyak dari mereka yang tidak siap finansial hanya karena mengalami kesulitan dalam menabung? Finansial memang sudah menjadi kekhawatiran anak muda saat ini. Mereka beranggapan bahwa kondisi finansial memegang peranan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder. Semua orang yang saat ini berusia 12-27 tahun merupakan bagian dari generasi Z. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia pada tahun 2020, terdapat setidaknya lebih dari 74 juta jiwa yang tergolong dalam generasi Z atau sekitar 27,94% dari jumlah total populasi yang ada di Indonesia. Pada hasil sensus yang sama, tercatat ada sekitar 69,38 juta jiwa yang tergolong generasi milenial dan 58,65 juta jiwa yang tergolong sebagai generasi X. Hal ini membuktikan bahwa saat ini Indonesia sudah didominasi oleh anak-anak Generasi Z. Saat ini hampir sebagian besar dari generasi Z tinggal di lingkungan sosial yang terkadang memandang kondisi finansial yang dimiliki oleh masing-masing individu. Individu yang memiliki kondisi ekonomi menengah ke atas secara tidak langsung pasti akan mencari teman dengan kondisi finansial yang setara dengannya. Begitu pula sebaliknya, individu dengan kondisi finansial menengah ke bawah tentu akan mencari teman dengan kondisi finansial yang sama pula dengan dirinya. Hal ini biasanya didasari oleh faktor malu yang dimiliki oleh masing-masing individu di luar sana. Pada kenyataannya memang kondisi finansial sudah menjadi suatu kunci kesuksesan dan faktor pendukung utama dalam kehidupan seorang individu. Dengan kondisi finansial yang lebih dari cukup, seseorang tentu bisa memiliki apa pun yang dia inginkan seperti mobil mewah, perhiasan mewah, rumah mewah, dan lain sebagainya. Menabung  merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai suatu kondisi finansial yang stabil. Namun pada kenyataannya, anak generasi Z lebih menjunjung tinggi gengsi dan gaya hidup dalam kehidupan sosial mereka. Hal ini tentunya akan berdampak pada kondisi finansial yang dimiliki oleh anak generasi Z di kemudian hari. Berdasarkan hasil survei terbuka yang dilakukan oleh Bank BCA melalui tim BCA Digital mengungkapkan bahwa terdapat 34% dari responden survei tersebut mengalami kebingungan dan belum memahami sepenuhnya bagaimana cara untuk mengatur keuangan mereka. Sindrom FoMO dan YOLO  sudah banyak diperbincangkan oleh para generasi Z di luar sana karena bisa jadi mereka merupakan pengidap dari salah satu sindrom atau bahkan keduanya. Fear of Missing Out atau yang sering kita kenal sebagai FoMO merupakan suatu rasa takut yang dirasakan oleh seseorang ketika mereka tidak mengikuti atau terlibat dalam suatu kegiatan/aktivitas sehingga timbul perasaan "tertinggal" dalam diri mereka. Perasaan tersebut menjadi faktor utama penyebab seseorang merasa harus mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh teman-temannya agar dia mengetahui segala hal yang terjadi dan tidak ketinggalan informasi sedikitpun. Tak hanya kegiatan atau aktivitas, seorang pengidap sindrom FoMO ini merasa gelisah ketika dia ketinggalan suatu berita, trend, atau hal lainnya. Mereka berpikir bahwa mereka akan dinilai sebagai seseorang yang "kudet" dan akan dikucilkan dari lingkungan pertemanan. Tak hanya sindrom FoMO, ada juga satu sindrom yang mungkin banyak dialami oleh anak muda gen Z di Indonesia saat ini yakni sindrom YOLO. Sindrom ini menjadi salah satu penyebab mengapa generasi Z sulit untuk menabung yang tentunya akan menyebabkan kondisi finansial mereka menjadi tidak baik-baik saja. Kata You Only Live Once atau YOLO merupakan suatu frasa yang pada awalnya diartikan bahwa kita harus berani untuk mengambil risiko dalam melakukan segala hal dan jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada dalam kehidupan kita karena kita hanya hidup sekali di dunia ini. Namun pada kenyataannya, frasa ini seringkali disalahartikan oleh banyak orang dalam bertindak dan berperilaku di kehidupan sehari-hari. Mereka mengartikan bahwa YOLO merupakan sebuah tindakan yang dilakukan secara langsung, spontan, dan tanpa berpikir panjang karena berpandangan bahwa kita hidup hanya sekali. Sejatinya sindrom FoMO dan YOLO memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Disaat seorang pengidap sindrom FoMO merasakan cemas jika dia tidak membeli suatu barang atau melakukan suatu aktivitas yang sedang trend, secara tidak langsung akan timbul sindrom YOLO yang membuat dia melakukan tindakan tersebut dikarenakan pikiran bahwa kita hidup hanya sekali maka kita harus melakukannya padahal sebenarnya kita tidak membutuhkan barang tersebut atau tidak cocok dengan aktivitas tersebut. Hal ini tentu sangat berbahaya untuk keberlangsungan hidup para generasi Z kedepannya. Mereka tak segan untuk mengeluarkan uang yang dimiliki hanya untuk memenuhi gaya hidup di lingkungan sosial mereka karena terpengaruh oleh orang lain. Kedua sindrom ini membuat pengidapnya tidak bisa berpikir secara rasional sehingga bertindak dan berperilaku sesuai dengan keinginan mereka tanpa memikirkan dampaknya untuk diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT