Korea Utara dan Juli 2023: Peliknya Kondisi serta Tempat Bermain Kekuatan Dunia

Darynaufal Mulyaman
Dosen Prodi HI UKI Jakarta dan Research Fellow di INADIS
Konten dari Pengguna
27 Juli 2023 10:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darynaufal Mulyaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Situasi di Pyeongyang, Korea Utara (Micha Brändli/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Situasi di Pyeongyang, Korea Utara (Micha Brändli/Unsplash)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kunjungan Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoygu, bersama delegasi Tiongkok ke Korea Utara 26 Juli lalu mengundang diskusi banyak pihak. Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara seolah mempertegas persekutuan di antara negara-negara ini.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, logika pasti mengarah pada bagaimana Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan menyikapi hal tersebut. 3 negara ini seolah menjadi lawan sepadan bagi 3 negara yang disebut sebelumnya.
Korea Utara juga menjadi bahan obrolan ketika pada 19 Juli 2023 lalu seorang tentara Amerika Serikat, Travis King, yang melarikan diri dan masuk area Korea Utara.
Travis membelot dan melarikan diri saat sedang menjalani program disiplin untuk dikembalikan ke AS, dia kabur dari Incheon hingga menerobos Zona Demiliterisasi Korea Selatan-Korea Utara tanpa izin. Saat ini, situasinya adalah Travis King ditahan oleh pihak Korea Utara.
Ilustrasi Kota Pyongyang, Korea Utara. Foto: Shutter Stock
Insiden tersebut dan kunjungan Menhan Shoygu tentu menambah pelik persoalan di Semenanjung Korea. Secara praktis, Perang Korea belum selesai. Perang ini hanya mengalami gencatan senjata sejak tahun 1953. Sejak saat itu, sejumlah dinamika mewarnai isu ini.
ADVERTISEMENT
Mulai dari nuklir, hingga nobel perdamaian. Korea Utara memang memutuskan untuk meneruskan pengadaan dan pengayaan nuklir sebagai modal ekonomi dan militer mereka. Mereka juga aktif dalam tindakan illegal seperti jual beli senjata dan narkoba.
Di satu sisi, Korea Selatan seperti bermain secara ambivalen pada kolaborasinya dengan AS dan Jepang pada isu-isu strategis. Korea Selatan enggan membantu secara eksplisit dukungan AS dan NATO di Ukraina.
Sementara dengan Jepang, Korea Selatan baru saja akur kembali setelah insiden penghapusan dari daftar mitra dagang strategis Jepang. Oleh karena itu, dua insiden pada Juli 2023 tentu saja akan membuat situasi kekuatan besar di blok barat menjadi mengambang dalam ketidakpastian, sementara blok timur terlihat kompak dan semakin memperkokoh kolaborasinya.
ADVERTISEMENT
Di sisi yang lain, Korea Utara telah menghadapi tantangan ekonomi yang berat, termasuk sanksi internasional karena program nuklir dan misilnya.
Kebijakan isolasionis negara dan keterlibatan terbatas dengan ekonomi global telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya. Krisis kemanusiaan, kekurangan pangan, dan kurangnya akses ke sumber daya dasar telah menjadi masalah yang terus-menerus.
Korea Utara yang telah diperintah oleh dinasti Kim sejak awal, dengan Kim Jong-un menjadi pemimpin pada saat itu, selalu menjadi proksi kekuatan besar kutub lain.
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan negara itu telah mengejar kebijakan militerisasi dan pengembangan nuklir, yang menyebabkan ketegangan dengan tetangganya dan masyarakat internasional.
Sementara Korea Selatan, telah menempuh kebijakan keterlibatan dengan Korea Utara melalui berbagai upaya dan inisiatif diplomatik yang belum membuahkan hasil secara signifikan.
Jadi, dengan semua pasang surut ini, kapan akan ada perdamaian yang menyejahterakan di Korea Utara? Hanya waktu yang bisa menjawab