Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jasa Pohon Ara dalam Peradaban Manusia Kuno hingga Modern
18 November 2020 16:49 WIB
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kaisar India Ashoka Agung memberikan mandat untuk mencabut salah satu cabang pohon dari genus Ficus yang dianggap paling penting. Dilansir dari BBC, kisah itu datang dari peradaban 2.000 tahun yang lalu. Di bawah pohon inilah Buddha dikatakan telah mencapai pencerahan. Asoka menganugerahkan gelar raja pada cabang itu, dan menanamnya di vas emas padat berbingkai tebal.
ADVERTISEMENT
Cerita ini tertulis dengan rapi pada puisi epik The Mahavamsa. Karya sastra menceritakan tentang sejenis pohon ara yang oleh para ilmuwan disebut Ficus religiosa. Spesies itu merupakan salah satu dari sedikit tanaman yang begitu kuat menguasai imajinasi manusia. Pohon disebut pada beberapa agama besar dan memengaruhi raja dan ratu, ilmuwan hingga tentara.
Selain itu, pohon-pohon ini memainkan peran penting dalam evolusi manusia dan awal peradaban. Tak hanya menjadi saksi sejarah, Ficus telah membentuk masa lalu. Bahkan kemungkinan bisa memperkaya cerita hidup manusia di masa depan.
Sebagian besar tanaman berbunga menampilkan mekarnya untuk dilihat semua orang, tetapi Ficus menyembunyikannya di dalam buah ara berongga. Sementara itu, kebanyakan tanaman mengubur akarnya di bawah tanah, pohon ara dan kerabatnya justru dengan bangga memamerkan bagian akar.
ADVERTISEMENT
Terdapat dua negara yang menjadikan tumbuhan ini lambang negara. Indonesia melambangkan beringin (Ficus benjamina) pada Pancasila sebagai persatuan dari keanekaragaman. Sementara, akar pohon yang menjuntai merepresentasikan belasan ribu pulau hingga membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Barbados terinspirasi oleh pemandangan yang menyambut penjelajah Portugis, Pedro a Campos, ketika kapalnya mencapai pulau itu pada tahun 1536. Campos melihat beringin tumbuh di sepanjang pantai dan dahannya yang lebat seperti kumpulan helai rambut kusut. Campos pada akhirnya menyebut pulau itu sebagai Los Barbados, yang artinya “berjanggut”.
Sementara itu, umat Buddha, Hindu, dan Jain telah memuja spesies ini selama lebih dari 2.000 tahun. Pohon yang sama ditampilkan dalam himne pertempuran yang dinyanyikan oleh orang-orang Veda 3.500 tahun yang lalu. Bahkan, 1.500 tahun sebelumnya, pohon muncul dalam mitos dan seni Peradaban Lembah Indus.
Di tempat lain di Asia, budaya telah mengadopsi pohon ara sebagai simbol kekuasaan dan tempat berdoa. Buah ara ditampilkan dalam cerita penciptaan, cerita rakyat, dan upacara kesuburan. Beringin India (Ficus benghalensis) nampak begitu besar, sehingga bisa menyerupai hutan kecil dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
Satu pohon beringin di Uttar Pradesh dikatakan abadi. Satu pohon lainnya di Gujarat dipercaya tumbuh dari ranting yang digunakan sebagai sikat gigi. Pohon ketiga diyakini muncul di mana seorang wanita melemparkan tubuhnya ke atas tumpukan kayu setelah suaminya meninggal.
Orang Eropa pertama yang menikmati keteduhan Ficus adalah Alexander Agung dan tentaranya, yang tiba di India pada 326 SM. Kisah mereka tentang pohon ini segera sampai ke filsuf Yunani, Theophrastus, pendiri botani modern. Dia telah mempelajari buah ara yang dapat dimakan, disebut dengan Ficus carica.
Cerita tentang pohon ajaib ini juga datang dari manusia purba. Buah yang dihasilkan mungkin telah membantu manusia purba mengembangkan otak menjadi lebih besar. Sementara manusia modern pertama kali mendapat manfaat dari buah ara dengan mendomestikasi pohon beberapa ribu tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Orang Mesir Kuno menggunakan buah ara dalam beberapa ritual. Para Firaun membawa buah ara kering ke kuburan untuk menopang jiwa yang telah mati dalam perjalanan menuju alam baka. Mereka percaya ibu dewi Hathor akan muncul dari pohon ara yang mistis untuk menyambut di pintu surga.
Ficus carica menjadi makanan penting bagi beberapa peradaban kuno lainnya. Raja Sumeria Urukagina menulis tentang buah ara hampir 5.000 tahun yang lalu. Raja Nebukadnezar II menanamnya di taman gantung Babilonia. Raja Salomo dari Israel memuji ara dalam nyanyian. Orang Yunani dan Romawi kuno mengatakan buah ara dikirim dari surga.
Contoh terkenal tentang kekuatan penyembuhan buah ara muncul di Alkitab. Hizkia, Raja Yehuda jatuh sakit karena wabah bisul. Beruntungnya, sang raja sembuh setelah para pelayan dan tabib mengoleskan pasta dari buah ara yang dihancurkan ke kulit raja. Faktanya, obat-obatan yang dikembangkan selama ribuan tahun oleh orang-orang di seluruh daerah tropis mengambil kulit kayu, daun, akar, dan getah dari pohon ara.
ADVERTISEMENT
Pohon ara tidak hanya membantu peradaban dan budaya bangkit. Tetapi, tumbuhan juga menyaksikan peradaban jatuh, bahkan membantu menyembunyikan reruntuhan. Misalnya, kota-kota besar Peradaban Lembah Indus berkembang pesat antara 3300 dan 1500 SM. Namun peradaban hilang dari sejarah sampai 1827, ketika seorang pengelana dalam pelarian bernama Charles Masson tiba di sana.
Tak hanya sampai disitu, jasa pohon ara membantu hutan kembali tumbuh dan membanjiri bangunan yang ditinggalkan. Benih akan berkecambah di celah-celah batuan. Buah ara akan mengundang kehadiran hewan yang bersedia untuk menyebarkan benih ke pohon lainnya.
Kejadian letusan gunung berapi seperti Krakatau pada tahun 1883 di Selat Sunda membersihkan pulau dari semua kehidupan. Pohon ara sebagai salah satu tanaman yang muncul pertama kali pasca bencana dahsyat itu berperan penting dalam mendorong hutan untuk terbentuk kembali. Para ilmuwan kemudian belajar dari pengalaman ini dengan menanam pohon ara untuk mempercepat regenerasi hutan akibat penebangan.
ADVERTISEMENT
Pada isu global modern saat ini seperti perubahan iklim, pohon ara tetap memainkan peran yang berguna bagi keberlangsungan hidup. Orang di timur laut India memanfaatkan akar ara untuk menyeberangi sungai dengan membangun jembatan yang kuat, sehingga dapat menyelamatkan nyawa manusia pada musim penghujan. Di Ethiopia, pohon ara membantu petani beradaptasi dengan kekeringan melalui pemanfaatan bagian pohon sebagai pakan kambing.
Secara keseluruhan, pohon ara lekat dengan sejarah manusia dan dapat membantu manusia modern mengurangi perubahan iklim, melindungi keanekaragaman hayati, dan meningkatkan mata pencaharian. Syaratnya, manusia harus terus menanam dan melindungi pohon-pohon ini, seperti yang telah dilakukan nenek moyang selama ribuan tahun.