Konten dari Pengguna

Kondisi Emosional Burung sama Rumitnya dengan Manusia

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
29 Agustus 2020 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sekelompok Burung Kakatua. Foto: Birlok from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sekelompok Burung Kakatua. Foto: Birlok from Pixabay
ADVERTISEMENT
Seorang peneliti di New South Wales mengamati seekor burung murai jantan yang berjalan dengan hati-hati, berjinjit, kadang-kadang terganggu oleh serangan kecil lalu berlari menuju batas wilayahnya. Pada ujung perbatasan, burung itu terus-menerus melihat ke belakang seolah-olah takut burung lain mengawasinya. Tak lama kemudian, muncul seekor betina secara tiba-tiba, sang jantan mulai mundur kembali ke wilayahnya, dan mulai mencari makan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan temuan itu, benarkah burung memiliki emosi yang beragam? Melansir dari The Conversation, berikut penjelasan kondisi emosional burung yang ternyata sama rumitnya dengan manusia.

Burung Memiliki Perasaan

Charles Darwin adalah orang pertama yang membahas emosi pada hewan di pertengahan abad ke-19. Beliau mengidentifikasi bagian dari bertahan hidup, meliputi berkelahi, lari, kawin, dan makan. Namun, seiring dengan perkembangan pengetahuan, ditemukan dugaan lebih banyak emosi pada hewan, terutama burung.
Burung biasanya mengingat pengalaman berbahaya dan mengerikan. Memori membantunya dalam menghadapi kelangsungan hidup. Burung perkotaan modern telah terbukti mengingat wajah orang yang dianggap berbahaya dan mengancam.
Otak burung mengalami laterisasi, dimana setiap sisi otak mengontrol serangkaian fungsi yang berbeda, serupa manusia dan vertebrata lainnya. Otak bagian kanan lebih kuat dalam mengekspresikan emosinya. Sedangkan belahan kiri memiliki respon maupun menghambat respon dari belahan kanan.
ADVERTISEMENT
Burung dipastikan bisa menjadi sangat marah, emosi ini terlihat ketika mengangkat kepalanya. Selain itu, burung juga dapat kembali riang, ceria, depresi, bahkan pesimis, terutama ketika melihat habitatnya mengalami deforestasi. Empati juga ditemukan pada burung, meliputi menghibur individu lain, rasa keadilan, kasih sayang kepada pasangan, dan duka atas kehilangan.
Burung Chough. Foto: susnpics from Pixabay

Kecerdasan Sosial

Burung asli Australia memiliki persentase ikatan berpasangan yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 90% dimana ini membuktikan burung adalah makhluk yang kooperatif, antara kerabat dan saudara kandung. Ikatan burung kakatua berlaku sepanjang hidup dengan menunjukkan kemitraan erat yang intens dalam bentuk perhatian pada kebutuhan satu sama lain.
Tak hanya keharmonisan, burung juga memiliki konflik dengan individu lainnya. Pergesekan dan ketidakpuasan diakhiri dengan solusi untuk menjaga kekompakan pada pasangan maupun kelompok.
ADVERTISEMENT
Anak burung chough bersayap putih yang malas di sarang akan dimarahi oleh induknya. Hal unik pada sekelompok burung apostle yang sedang membangun sarang lumpur bersama-sama ditemukan mengangkut lumpur ke sarang secara bergantian, dan mereka dapat melihat burung yang tidak membantu. Lalu individu yang bergotong royong akan melakukan panggilan tinggi bahkan mematuk burung pemalas hingga terintimidasi dan kembali membantu kawanannya.
Apa yang ditemukan oleh para peneliti menambah pengetahuan pada dunia fauna, terutama tentang perilaku hewan yang diharapkan dapat memberi kunci tindakan upaya konservasi pada beberapa hewan yang dilindungi.