Mengenal Tuatara, Reptil yang Selamat dari Kepunahan Sejak 60 Juta Tahun Lalu

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
Konten dari Pengguna
29 Agustus 2020 22:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tuatara. Foto: Screen Youtube Discovery UK
zoom-in-whitePerbesar
Tuatara. Foto: Screen Youtube Discovery UK
ADVERTISEMENT
Tuatara adalah hewan langka berukuran sedang yang terakhir selamat dari ordo reptilia, dimana ordo tersebut berkembang di zaman dinosaurus.
ADVERTISEMENT
Dahulu, tuatara tersebar di seluruh Benua Gondwana, namun saat ini satu-satunya tempat yang dapat ditemukan adalah Selandia Baru.
Fakta tersebut membuat dunia sains antusias dalam mengeksplorasi lebih dalam tentang reptil purba ini. Melansir dari Nature dan Departemen Konservasi Selandia Baru, berikut penjelasan tentang tuatara.

Fakta

Tuatara adalah satu-satunya anggota ordo Sphenodontia yang masih hidup, dimana mewakili banyak spesies selama usia dinosaurus sekitar 200 juta tahun lalu. Semua spesies kecuali tuatara menurun dan akhirnya punah sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Tuatara adalah spesies tunggal Sphenodon punctatus. Spesies kedua disebut dengan Sphenodon guntheri dikenali pada tahun 1989 dan dihentikan pada 2009 ketika penelitian menyimpulkan tuatara lebih baik digabungkan menjadi satu spesies.
ADVERTISEMENT

Deskripsi

Secara fisik, tuatara adalah reptil terbesar di Selandia Baru. Jantan dewasa berukuran panjang sekitar setengah meter dan berat hingga 1,5 kg. Jantan memiliki lambang duri khas yang membentang di sepanjang leher dan punggung. Duri ini dapat dikembangkan untuk menarik perhatian betina atau saat berkelahi dengan jantan lain.
Makanan tuatara meliputi invertebrata, seperti kumbang, cacing, kaki seribu, laba-laba, dan sisanya terdiri dari kadal, telur burung laut serta anak ayam, bahkan terkadang anaknya sendiri.
Warna tuatara cenderung dari hijau zaitun hingga coklat oranye-merah. Tuatara dapat merubah warna selama hidupnya. Pergantian kulit ini biasanya dilakukan setahun sekali.
Satwa ini tidak tahan dengan cuaca lebih dari 25 derajat celcius, namun dapat hidup di bawah 5 derajat dengan berlindung di liang. Oleh karena itu, Selandia Baru merupakan tempat yang ideal sebagai habitat asli tuatara modern.
ADVERTISEMENT
Tak seperti reptilia lainnya, tuatara memiliki tingkat pertumbuhan paling lambat. Tuatara akan tumbuh maksimal pada umur 35 tahun. Rata-rata hidup tercatat sekitar 60 tahun dan memiliki kemungkinan hingga 100 tahun.

Habitat

Tuatara diketahui pernah hidup di seluruh daratan Selandia Baru, tapi bertahan di alam liar di 32 pulau lepas pantai.
Pulau-pulau ini secara khas bebas dari hewan pengerat dan predator mamalia pendatang lainnya yang suka memangsa telur dan anak muda, serta bersaing untuk mendapatkan makanan invertebrata.
Selain itu, pulau-pulau tersebut biasanya ditempati oleh koloni burung laut yang sedang berkembang biak. Burung laut ini berkontribusi pada kesuburan dan kekayaan invertebrata dan kadal yang menjadi mangsa tuatara untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Kemajuan terbaru dalam inkubasi penangkaran dan pemeliharaan memungkinkan spesies ini dipindahkan ke empat pulau lebih jauh yang mungkin dihuni pada masa lalu.

Ancaman dan Perlindungan

Tikus
Tuatara dewasa awalnya diduga dapat hidup berdampingan dengan tikus kiore. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, tampaknya tuatara akhirnya mati di tempat kiore hadir. Beberapa kemungkinan menunjukkan bahwa kiore merampok sarang dan mengambil telur atau bayi tuatara.
Ulah Manusia
Ulah manusia juga berperan dalam penurunan populasi tuatara. Perusakan habitat di pulau dimana tempat tuatara bermukim serta perburuan merupakan momok yang sangat serius. Untungnya, keberadaan tuatara dilindungi sepenuhnya oleh undang-undang tahun 1895. Sebelumnya, ratusan spesimen dikirim ke luar negeri untuk dijadikan museum dan koleksi pribadi.
ADVERTISEMENT