Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pesona Jakarta, Ngeri-Ngeri Sedap
19 Juni 2022 15:02 WIB
Tulisan dari David Firnando Silalahi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta dengan segala pesonanya selalu menjadi kota yang memiliki daya pikat tersendiri. Namun jangan salah menilai, selain pesona Jakarta juga punya kengerian-kengeriannya. Istilah Ngeri-Ngeri Sedap, seperti judul sebuah film layar lebar yang sedang tayang di bioskop, nampaknya cocok menggambarkan Jakarta.
Semua ada di kota megapolitan yang dulunya bernama Batavia ini. Siapa saja boleh datang mengadu nasib ke ibukota Indonesia ini. Siapa saja ada di kota besar ini. Bayangkan saja, mulai dari pemulung, pebisnis, tokoh-tokoh bangsa hingga kepala negara ada di Jakarta. Segala suku agama dan ras ada di kota yang menjadi miniatur keragaman Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ngeri-ngeri dimulai dari transit
Saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman lebih dari 10 tahun menjadi warga Jakarta.
Setelah resmi diterima bekerja menjadi pegawai di salah satu Kementerian. Saya menetap di Jakarta sejak tahun 2010.
Namun demikian, sebetulnya saya pertama kali menginjakkan kaki ke Jakarta pada tahun 2003. Waktu itu saya transit dari Medan menuju Yogyakarta untuk memulai perkuliahan.
Setelah mendarat di Bandara Soekarno Hatta, saya dan teman yang diantar ibunya berangkat menuju Terminal Kampung Rambutan. Demi menghemat biaya, kami sengaja melanjutkan perjalanan naik bus menuju Yogyakarta.
Menjelang malam, oleh centeng terminal, kami diarahkan naik bus bobrok tanpa AC. Awalnya saya protes, kok naik bus begini. Masih lebih bagus bus INTRA trayek Siantar Medan.
Bus yang kami naiki mirip seperti metromini. Raja jalanan Jakarta pada masanya.
ADVERTISEMENT
Belakangan baru saya sadari bahwa kami ditipu. Ongkosnya mahal dan bayangkan naik bus sejauh ratusan kilometer tanpa AC. Kengerian pertama di Jakarta yang terlambat saya sadari. Haha.
Macet nan ngeri
Kemacetan Jakarta merupakan satu pengalaman ngeri yang saya alami. Dulu saya mengalami macet luar biasa saat berangkat memenuhi panggilan wawancara kerja. Padahal saya naik ojek.
Saya tiba di setengah jam dari jadwal. Meskipun tetap diwawancara, dengan melihat ekspresi pewawancara yang super datar, saya tahu bakal tidak lolos. Benar. Saya tidak pernah dapat panggilan menuju tahap berikutnya. Ngeri. Macet telah membuyarkan sesi interview yang menentukan masa depan. Haha
Kengerian ini terus berlanjut meskipun saat ini saya sudah bekerja. Bayangkan untuk menuju tempat kerja, saya yang tinggal di Jakarta Timur menuju Jakarta Selatan, harus berangkat maksimal 2 jam sebelum bel jam kerja dimulai.
ADVERTISEMENT
Jam kerja 7.30 WIB, harus sudah berangkat jam 5.30 WIB. Jika tidak, maka pasti terlambat. Gaji pegawai negeri yang tak seberapa pun harus dipotong karena datang terlambat. Ngeri!
Beberapa kali terlambat menuju bandara dan gagal terbang juga saya alami. Ngeriiiiii kan!
Selain itu, fenomena alam juga membuat ngeri bagi penduduk Jakarta. Banjir musiman yang terus menghantui misalnya. Kebakaran demi kebakaran yang terjadi di pemukiman kumuh. Ini menjadi tragedi yang terus berulang seakan tidak bisa dicegah. Polusi udara yang kian parah. Permukaan tanah yang kian hari kian ambles, hingga prediksi akan tenggelam. Ini beberapa permasalahan yang menjadikan Jakarta semakin tidak layak huni.
Apa yang sedap di Jakarta?
Selain ceritan ngeri, tentu ada cerita sedap di yang dulu dinamakan Sunda Kelapa ini.
ADVERTISEMENT
Kata sedap tentu identik dengan rasa makanan. Iya, di Jakarta kita bisa menemukan makanan yang enak-enak. Saya dan istri sangat sering makan di luar. Terutama pada akhir pekan.
Demi beristirahat, kami tidak memasak di rumah dan memilih jajan di luar saja. Banyak tempat kuliner enak di Jakarta. Coba saja search di mesin pencari google, akan ketemu banyak tempat. Misalnya salah satu favorit saya, hidangan Kwetiau Sapi di salah satu restoran di daerah Mangga Besar.
Ulang tahun meriah setiap tahun
Berbeda dengan kota lain yang merayakan ulang tahun secara meriah hanya pada tahun-tahun tertentu. Hari kelahiran Jakarta dirayakan dengan meriah setiap tahun. Pekan Raya Jakarta (Jakarta Fair) menjadi program rutin Pemerintah DKI Jakarta untuk merayakan ulang tahun kota yang sempat bernama Jayakarta ini.
ADVERTISEMENT
Tidak tanggung-tanggung, setiap bulan Juni miliaran dana digelontorkan untuk menyelenggarakan acara ikonik Jakarta ini. Belanja barang-barang diskon menjadi hal yang ditunggu masyarakat Jakarta. Tidak hanya wisatawan domestik, pengunjung dari luar negeri pun datang meramaikan Jakarta Fair.
Harapan sebelum pindah ibukota
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat belum lama ini telah bersepakat membangun pengganti ibukota negara. Kota Nusantara akan menggantikan peran Jakarta. Tak ayal ini membuat gusar warga Jakarta. Bagaimana nasib Jakarta nanti setelah ibukota negara dipindahkan? Kami harus bekerja dimana jika pebisnis akan beramai-ramai memindahkan kegiatan usahanya kesana?
Hanya Jakarta sendiri yang mampu menjawab tanya ini. Membangun ibukota negara yang baru, butuh waktu panjang. Artinya Jakarta sebetulnya punya waktu yang cukup longgar untuk berbenah diri dari kengerian tersebut. Jakarta bisa membuat dirinya tetap menjadi magnet ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah DKI Jakarta bisa meniru apa yang diterapkan Pemerintah Australian Capital Territory (ACT) untuk menjadikan kota Canberra tetap menarik. Mereka membuat Canberra tidak kalah dari kota besar lainnya seperti Sydney atau Melbourne.
Pemerintah ACT menerbitkan undang-undang untuk mengganti sumber energi dari pembangkit fosil menjadi energi terbarukan. Pemerintah ACT membeli listrik dari pembangkit tenaga angin dan tenaga surya di Canberra dan negara bagian tetangga-nya.
Dengan pasokan listrik bersih, pelaku usaha bisa mengklaim diri sebagai usaha hijau 'green business' dan produknya sebagai 'green product'.
Jakarta hijau, listrik 100 persen energi terbarukan, akan mampu membuat sektor bisnis dan usaha berpikir ulang pindah ke ibu kota baru. Apalagi perlu biaya yang tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Tambahan program ‘hijau’ lainnya seperti transisi kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik, konversi Transjakarta dengan bus listrik, penggunaan kereta commuter line, peralihan kompor gas ke kompor listrik, rancangan gedung-gedung yang hemat energi, akan membuat Jakarta lebih hijau lagi.
Selamat ulang tahun ke-495 Jakarta-ku. Semoga 'ngeri'nya bisa berkurang dan 'sedap'nya yang semakin bertambah.
#HUTDKI495