Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Transportasi Ojek di Bandung Timur Dipertanyakan, Masihkah Ada Secercah Harapan?
29 Desember 2023 18:11 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari David Kristian Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Itulah secarik ungkapan manis yang terlantun merdu oleh musisi Yura Yunita, lewat salah satu hit single di album ketiga miliknya — Tutur Batin, berjudul Bandung .
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan, Bandung sejatinya memang punya segudang keindahan alam dan budaya serta keramah-tamahan masyarakat yang sudah terbukti kemasyhurannya di mata dunia. Sehingga bukan lagi klasik jika mendengar kesan berbagai khalayak begitu betah, dan tak ingin berpisah layaknya seseorang tengah di mabuk asmara.
Meski apa yang telah diwakilkan oleh Yura lewat lagu tersebut benar adanya, namun Bandung nyatanya juga memiliki segudang persoalan yang bikin kita mengelus dada. Mulai dari kemacetan, sampah, lapangan kerja, hingga persoalan transportasi — salah satunya adalah konflik turun-temurun antara ojek pangkalan (opang) versus ojek online (ojol) di wilayah Bandung Timur.
Betapa tidak, ibarat pepatah lagu lama kaset kusut, pertikaian antara dua moda transportasi ini sudah menjadi masalah pelik dari tahun ke tahun yang tak kunjung menemukan titik akhir. Bahkan, sekalipun di permukaan terlihat sudah cenderung kondusif, jika melihat sampai ke akar-akarnya, hal tersebut justru berkembang ganas menjadi penyakit menahun yang membuat produktivitas warga sehari-hari kerap terhambat, dan hanya bisa mengelus dada kepada Sang Ilahi.
ADVERTISEMENT
Opang Menggertak, Ojol pun Bertindak
Bermula sejak kemunculan aplikasi transportasi online — seperti Grab maupun Gojek pada tahun 2016 silam, permasalahan antara ojol dengan opang di kawasan Bandung Timur utamanya Pasir Impun boleh dikatakan seperti bom waktu, alias tidak bisa diprediksi. Salah satunya terjadi pada 2 Januari 2023 lalu, di tengah semua masyarakat masih terlena oleh riuhnya pesta pergantian tahun.
Kejadian ini bermula ketika pengemudi taksi online tengah mengantar penumpang yang hendak melayat salah satu kerabatnya yang meninggal dunia, dan secara tiba-tiba diadang oleh sekelompok opang Pasir Impun. Lewat sebuah thread video yang diunggah oleh pengguna X (Twitter), @papaojol, kawanan opang tersebut melakukan tindakan provokatif agar korban turun dari mobil, bahkan salah satu oknum opang memaki-maki korban dengan ucapan tak pantas.
ADVERTISEMENT
Entah karena tidak melapor terlebih dulu, ketahuan mengambil orderan dari dalam, atau memiliki maksud terselubung untuk menagih kencleng atau biaya cas melewati wilayah operasional, tindak anarkis mereka lantas menjadi viral hingga disaksikan lebih dari 494 ribu lebih penonton. Serta, hal ini memancing amarah kawanan ojol untuk mengusut tuntas siapakah biang keladi-nya dengan melanggar kesepakatan bersama yang telah berlangsung selama tujuh tahun.
Sebagai bentuk solidaritas kepada sesama driver, ratusan ojol pun lantas menggeruduk shelter opang Pasir Impun pada keesokan harinya sembari melepas spanduk larangan maupun zona transit bagi ojol. Lalu, pihak kepolisian setempat melalui Kapolsek Antapani saat itu, Kompol Asep Muslihat berhasil meredam amarah pengemudi ojol yang kemudian berlanjut dengan menengahi kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Kepala Satuan Intelkam (Kasat Intelkam) Polsek Antapani, Iptu Saepudin yang juga ikut terlibat dalam penyelesaian kasus ini menuturkan pihaknya secara gercep mendatangi lokasi dan berhasil mengundang tiga perwakilan ojol-opang untuk dilakukan mediasi, serta menangkap terduga pelaku atas desakan dari pengemudi ojek online. Kemudian ketika Polsek melakukan pertemuan lanjutan, baik pihak opang maupun ojol masih bersikeras pada “surat kesepakatan” yang dibentuk tahun 2016 silam.
Ia pun menuturkan bahwa sebetulnya tindak lanjut dari persoalan ini, telah menjadi kewenangan dari Polrestabes Bandung . Bahkan dua minggu pasca-kejadian, yakni pada 18 Januari 2023, pihak Polrestabes bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung menggelar audiensi untuk menindaklanjuti persoalan ojol dan opang Pasir Impun serta mengimbau agar tetap menjaga kondusifitas — terutama menjelang Pemilu Serentak 2024.
ADVERTISEMENT
Jalan Buntu
Sekedar informasi, audiensi tersebut kemudian mengundang seluruh elemen yakni perwakilan dari pengemudi ojol dan opang, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, serta perwakilan dari dua kecamatan di wilayah Bandung Timur, yakni Antapani dan Mandalajati.
Ibarat sepasang adik-kakak yang tidak mau mengalah, baik ojol maupun opang berusaha untuk memperjuangkan hak-haknya melalui serangkaian cara. Termasuk salah satunya, perihal wilayah operasional dua moda transportasi tersebut yang kini masih terhalang oleh adanya zona merah.
Ketua Himpunan Driver Bandung Raya (HDBR), Iyan Sopyan yang menjadi salah satu peserta audiensi tersebut menuturkan bahwa pihak ojol sebetulnya hanya menginginkan kebebasan dalam mengambil orderan penumpang, tanpa adanya sekat-sekat atau tindak pengadangan oleh opang. Sementara pihak opang sendiri nyatanya masih saja bersikukuh agar “surat kesepakatan” — yang menjadi pegangan mereka agar tetap dipatuhi oleh ojol, sehingga pertemuan tersebut berakhir buntu alias deadlock.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Iyan sangat menyayangkan pertemuan tersebut hanya sebatas arahan kepada pihak ojol maupun opang untuk dapat menahan diri meminimalisasi hal-hal yang tidak diinginkan. Meski wilayah Bandung Timur kini menerapkan zona santun, di mana baik ojol maupun opang wajib menjaga ketentraman wilayah di sepanjang area operasional, namun nihilnya hasil audiensi yang signifikan jelas membuat persoalan klasik ini bisa saja menciptakan episode-episode baru — layaknya sinetron.
Bahkan, Iyan juga membeberkan bahwa terdapat aksi serupa juga pernah terjadi di wilayah Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung yang mirisnya jauh lebih anarkis dan brutal dilakukan oleh oknum opang, hingga nyaris menimbulkan korban luka. Salah satu korban, yakni sang pengemudi diketahui merupakan adik kandung salah satu anggota Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jabar mengalami luka parah.
ADVERTISEMENT
Walau sempat mendekam tiga hari di jeruji besi, namun pada akhirnya pihak keluarga korban sepakat untuk berdamai dan pelaku wajib meminta ganti rugi terhadap pelaku.
Kesbangpol Cuek Bebek, Benarkah?
Menanggapi hal itu, Analis Kebijakan Ahli Muda Sub Koordinator, Sub Bidang Kewaspadaan Dini, dan Kerja sama Intelijen Kesbangpol Kota Bandung, Andang Suhardiman menuturkan jika secara fungsional, Kesbangpol hanya berwenang sebagai mediator, dan bukan sebagai legislator atau pembuat kebijakan. Sehingga solusi yang dapat mereka berikan pun hanyalah berupa imbauan untuk tetap menjaga kondusifitas dan melakukan penindakan tegas — melalui jalur hukum, jika dari ojol maupun opang sudah berbuat sembarangan.
Andang pun menambahkan jika sampai saat ini, mengacu pada Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), baik ojek online maupun pangkalan nyatanya bukan termasuk ke dalam kategori angkutan umum.
ADVERTISEMENT
Dalam mewujudkan hal itu, pihak Kesbangpol lantas menjembatani para pengemudi ojol dan opang Bandung Timur terhadap pemerintah dengan berbagai cara, mulai dari koordinasi melalui grup Whatsapp hingga membuat forum audiensi bersama seluruh instansi terkait.
Terakhir, Kesbangpol Kota Bandung sempat menggelar pertemuan lanjutan pada 30 Januari 2023, dan masih mengundang pihak-pihak yang sama. Namun sayang, pertemuan tersebut juga kembali deadlock dan nota kesepahaman gagal dibentuk karena ketidakhadiran pihak opang itu sendiri.
Masihkah Ada Harapan?
Konflik berlarut-larut antara ojol dan opang Bandung Timur, ditambah aparat yang sebatas memberi wejangan semu, membuat masyarakat kini dilanda kegelisahan tak menentu. Transportasi online yang semestinya dapat menunjang produktivitas, justru terhalang oleh serangkaian aturan sepihak dari kawanan opang — yang terkesan ingin menjaga eksistensi dan membuat gaduh di sana-sini.
ADVERTISEMENT
Walau demikian, fakta di lapangan menunjukkan sebuah kondisi yang mengharuskan kita harap maklum. Dimana, terdapat pengemudi opang sudah berusia lanjut yang pasti memiliki keterbatasan dalam penggunaan gadget. Belum lagi, perihal aset kendaraan bermotor tidak sesuai standar beserta surat-suratnya mungkin juga tidak diperbaharui alias mati.
Alhasil, kini kunci jawaban dari permasalahan pelik di atas berada sepenuhnya di pemerintah pusat, baik itu melalui pihak legislatif maupun eksekutif untuk menegaskan status dari ojek online maupun ojek pangkalan. Sebab, selain belum lolos sebagai angkutan umum, tetapi pada Pasal 15 Permenhub No. 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, ojol di mata aplikator hanyalah berstatus sebagai mitra.
Meski tidak secara instan menuntaskan masalah, namun setidaknya sedikit gebrakan pemerintah untuk memberi kejelasan, tentu dapat membuka celah perdamaian bagi kedua belah pihak. Tak hanya sebatas berdamai, namun bisa saja ojol maupun opang di wilayah Bandung Timur, dapat saling berkolaborasi melalui caranya masing-masing. Tanpa harus saling menjatuhkan dan yang terpenting mampu menjadi transportasi pilihan masyarakat menyesuaikan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT