Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perspektif Gender dalam Budaya Sains dan Teknologi di Indonesia
29 Agustus 2021 13:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nurhidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemajuan Teknologi dan Sains pada saat ini bisa dikatakan sebagai pendongkrak daya saing suatu bangsa. Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui pengembangan dan penelitian yang melibatkan kalangan Pemerintah, Peneliti dan Masyarakat yang bertujuan mendapatkan hasil yang baru dengan melakukan berbagai metode dengan dasar kejujuran sehingga hasil yang di peroleh bisa dipertanggung jawabkan.
ADVERTISEMENT
Sejatinya Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa sains dan pengembangan sumberdaya manusia, sebagai pilar pembangunan nasional untuk mewujudkan bangsa yang mampu bersaing, dalam kenyataanya sejumlah tantangan pengembangan sains dan teknologi masih banyak ditemui.
Masalah yang sering ditemui mulai dari belum optimalnya peran pemerintah dalam memberi fasilitas-fasilitas peneliti agar nyaman dalam ranah saintisnya. Selain itu belum adanya jaminan hidup oleh pemerintah bagi peneliti untuk kesejahteraannya.
Teori gender merujuk pada kontruksi sosial-budaya pada teori nature, dengan perbedaan antara laki laki dan perempuan, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda (Ridgeway).
(Perfect equality). Namun hal ini terbentur oleh nilai agama dan budaya yang menyebabkan terjadinya konflik sosial dengan pemahaman egalitarian.
Budaya Sains terhadap gender
ADVERTISEMENT
Budaya Sains merupakan gambaran dinamika suatu proses perilaku sekumpulan individu yang dilakukan secara kolektif dalam menciptakan pengetahuan yang baru, sehingga berpengaruh pada sosial (Godin & Gingras). Pengembangan budaya sains ini merupakan kecenderungan yang dilakukan dalam upaya menemukan hal yang baru dan mengembangkan nuansa intelektual yang membentuk asosiasi peradaban sosial. yang kemudian diyakini oleh masyarakat sebagai nilai sosial yang penting dan perlu.
Budaya Sains di sini dibagi menjadi tiga aspek penting, yakni pertama adalah proses pembelajaran, di mana peran individu sendiri untuk mendapatkan pengetahuan (knowledge), dalam hal ini peran individu sangat penting sebab ini adalah konsep dasar dari semuanya. Peran inilah individu harus memahami metode ilmu pengetahuan (know, how, abilities, and values), serta minat individu dalam cabang sains tersebut.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya implikasi yakni upaya sekumpulan individu dalam memadukan pengetahuannya yang membentuk pengetahuan lengkap dan komplit. Sehingga mampu menghasilkan sebuah terobosan dari sebuah permasalahan yang di hadapi oleh peneliti.
Ketiga adalah sosio – organisasi di mana hasil dari penelitian tersebut diterapkan di masyarakat sehingga penelitian tersebut menjadi berguna bagi kehidupan sosial. Dalam hal ini gender dibagi menjadi dua yakni gender sebagai pelaku sains dan gender sebagai pengguna sains .
Gender sebagai pelaku sains
Gender sebagai pelaku sains di mana peran dari sumber daya manusia baik laki-laki maupun perempuan yang aktif dalam mengembangkan iptek. Sebenarnya pada rasio gender jumlah laki-laki maupun perempuan dalam jumlah yang sama namun pada hal ini, pelaku sains didominasi oleh laki-laki sebab ada proses seleksi alam.
ADVERTISEMENT
Seleksi alam ini terjadi sebab kesempatan berkarier dalam bidang ini tidak dapat diakses secara optimal oleh kaum perempuan, mayoritas secara umum perempuan di Indonesia masih kesulitan dalam mendapatkan akses pendidikan atau jenjang setara dengan laki-laki dan memilih bekerja dalam sektor ekonomi maupun administrasi.
Selain itu pola pikir wanita Indonesia yang mengedepankan laki-laki layaknya sebagai imam. Menyebabkan turunnya keinginan dan percaya diri untuk masuk ke dunia sains. Ditambah lagi ketika perempuan memilih menikah muda maka banyak hal yang menjadi beban tambahan mulai dari melayani suami dan anak hingga kewajiban lainnya di dalam ranah rumah tangga.
Gender sebagai pengguna sains
Di tengah kemajuan teknologi banyak penemuan penemuan yang berhasil dijadikan alat, sehingga dapat membantu manusia dalam mempermudah aktivitas dan pekerjaannya, meskipun dalam sejarah tercatat bahwa minimnya peran perempuan dalam penemuan produk sains walaupun penemu mesin jahit, mesin penuai hingga pemecah biji kapas adalah perempuan.
ADVERTISEMENT
Gambaran tersebut ditegaskan oleh Wakhidah ( 2009 ) dan terlihat bahwa peran perempuan di Indonesia masih didominasi sebagai pengguna iptek meskipun peran perempuan dalam meneliti sains tidak kalah dengan kaum laki-laki
Kesimpulan
Dalam dunia penelitian perempuan dan laki laki memiliki kesempatan yang sama untuk berkarier di bidang sains secara profesional namun kesempatan dan kemampuan perempuan dalam meningkatkan pengetahuan dan keilmuan serta kepakarannya dalam ranah sekolah formal sedikit terhambat karena adanya beban ganda mulai dari tugas domestik sebagai ibu rumah tangga. namun dalam beberapa kasus banyak dosen dosen perempuan tetap aktif dalam melakukan riset. hal tersebut dilakukan ketika anak anak mereka sudah mulai mandiri ataupun mereka menugaskan orang lain untuk menghandle tugasnya dalam mengasuh anak.
ADVERTISEMENT
Di sinilah peran penting pemerintah untuk mendongkrak jumlah peneliti perempuan agar tidak ada ketimpangan gender dalam budaya sains mulai dari penambahan umur bagi perempuan yang sudah menikah untuk mendapatkan beasiswa maupun pola pembangunan saintis di tingkat ibu-ibu PKK yang nantinya dari masyarakat khususnya ibu PKK akan muncul penemuan penemuan sederhana yang berguna bagi masyarakat.