Sistem Kekerabatan Sosial Budaya Minangkabau

Muhammad Malik H
Mahasiswa Universitas Andalas prodi Sastra Daerah Minangkabau
Konten dari Pengguna
3 Maret 2021 5:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Malik H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan Minang merupakan bagian penting dalam sistem kekerabatan sosial budaya di Minangkabau
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan Minang merupakan bagian penting dalam sistem kekerabatan sosial budaya di Minangkabau
ADVERTISEMENT
Minangkabau adalah etnis asli Nusantara yang keberadaannya menyebar luas di pulau Sumatera, terkhususnya di Sumatera Barat. Berdasarkan penyebarannya, Minangkabau adalah etnis yang suka merantau sehingga etnis ini menyebar di sebagian Sumatera yang kawasannya meliputi sebagian Riau, bagian Utara Bengkulu, bagian Barat Jambi, pesisir Barat Sumatera Utara, Barat Daya Aceh, dan Negeri Sembilan, Malaysia. Dalam kebudayaannya Minangkabau menganut sistem matrilineal, yaitu sistem kekerabatan menurut garis ibu. Satuan keluarga terkecil adalah semande atau sainduak (seibu) yang terdiri atas tiga generasi yaitu seorang nenek, para ibu , dan anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam Sebuah keluarga dipimpin oleh saudara laki-laki ibu, yang dipanggil oleh anak-anak ibu sebagai mamak, dan anak-anak itu disebut kamanakan oleh mamaknya. Dalam sebuah keluarga ini akan tinggal di sebuah Rumah Gadang yang jumlah kamarnya disesuaikan dengan jumlah perempuan di dalam rumah itu, jika perempuan dalam rumah itu memiliki sembilan orang maka jumlah kamar yang ada di dalam Rumah Gadang juga ada Sembilan kamar.
Struktur keluarga komunal Matrilineal
Dalam himpunan beberapa keluarga samande disebut saparuik. Keluarga saparuik terdiri atas empat generasi, yakni seorang ninik (ibu dari nenek), beberapa orang nenek seibu, para ibu yang merupakan anak para nenek yang seibu, dan para cucu dari nenek. dari nenek. Paruik dipimpin oleh seorang yang dipimpin oleh seorang mamak tertua, yang disebut Tungganai. Himpunan beberapa keluarga saparuik yang seketurunan disebut sakaum.
Ilustrasi pernikahan adat Minangkabau Foto: Shutter Stock
Satu satuan kaum terdiri atas lima generasi, keturunan dari seorang “ibu dari ninik”. Keluarga sakaum dipimpin oleh seorang primus interpares di antara para tungganai, disebut Mamak Kaum. Himpunan beberapa kaum yang seketurunan disebut sasuku. Satu satuan suku terdiri atas enam generasi, dipimpin oleh seorang Pangulu. Seorang pangulu ditetapkan berdasarkan musyawarah mufakat di antara kaum yang sekerabat, baik dalam format kalarasan Koto Piliang (sistem aristokratis) maupun kalarasan Bodi Caniago (sistem demokratis).Seorang pangulu menyandang prediket sebagai Datuk, dengan gelar kehormatan khusus suku yang disebut sako.
ADVERTISEMENT
Sako tersebut diwariskan turun temurun sejak beberapa generasi sebelumnya. Suku-suku yang sama dalam satu nagari (nagari adalah satuan sosial politik terbesar di Minangkabau) ada dalam satu Payung, yang salah satu di antaranya diangkat sebagai pimpinan, yang dalam nagari tertentu disebut Datuk/Pangulu Pucuak. Para pangulu selain Datuk/Pangulu Pucuk disebut Pangulu Andiko.
Himpunan payung dalam garis keturunan yang sama disebut Indu. Relasi indu biasanya melampaui teritorial nagari. Jadi bisa dibayangkan jika dalam satu wilayah yang memiliki beribu-ribu bahkan sampai berjuta-juta penduduk di dalamnya hanya terdiri dari empat suku saja di dalamnya yang masing-masing suku tersebut memiliki banyak sekali Ranji (Ranji adalah silsilah keturunan dalam adat Minangkabau) yang sudah ada di dalam satu wilayah atau Nagari tersebut.
ADVERTISEMENT
Sistem matrilineal ini merupakan sistem yang paling kuno yang ada di Indonesia, karena sistem ini memakai kaum perempuan sebagai pemegang hak kuasa dalam warisan tertinggi atau yang biasa disebut Harta Pusako dalam adat Minangkabau.
Sistem perkawinan di Minangkabau
Perkawinan merupakan sesuatu yang sangat sakral yang di mana di dalamnya menggunakan berbagai macam adat-adat yang ada di Indonesia dalam pengadaannya. Salah satunya di Minangkabau, dalam adat Minangkabau memiliki sistem yang sangat unik di dalamnya yakni mempelai wanita dan laki-laki yang merupakan satu suku tidak boleh melakukan pernikahan karena masih dianggap sebagai satu keluarga yang berasal dari nenek moyang yang sama.
Karena Minangkabau menganut sistem matrilineal bukan berarti dalam menikahkan anak-anak perempuannya yang menikahkan anak perempuan adalah seorang ibu atau saudara laki-laki dari ibu, adat Minangkabau tetap berpegang teguh pada adaik basandi syarak-syarak basandi kitabullah yang mana menurut ajaran Islam bahwa yang berhak menikahkan anak perempuan yaitu seorang bapak atau saudara laki-laki dari bapak.
ADVERTISEMENT
Dua orang yang telah menikah tidak melebur menjadi sebuah keluarga baru, apalagi melebur ke dalam keluarga dari salah satu di antara mereka, tetapi keduanya tetap menjadi anggota kaumnya masing-masing. Mempelai laki-laki tetap menjadi anggota keluarga komunal mereka, demikian pula mempelai perempuan tetap menjadi anggota keluarga komunalnya pula. Keduanya hanya menjadi “duta” dari keluarga komunal mereka masing-masing.
Oleh sebab itu, urusan perkawinan menjadi tanggung jawab keluarga komunal, diurus oleh mamak masing-masing mempelai. Demikian pula, jika ada masalah di antara kedua duta (suami istri), maka yang bertanggung jawab menyelesaikan adalah mamak dari kedua belah pihak.
Mengenal sistem Patrilineal
Karena pada umumnya masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang suka merantau dan berdagang menjadi salah satu keahlian mereka maka masyarakat mengenal banyak orang sehingga pengenalan sistem Patrilineal kepada masyarakat Minang pun terjadi. Seiring berkembangnya waktu sistem ini mulai membaur dalam masyarakat Minang tetapi masyarakat Minang juga tidak melupakan sistem sebelumnya yang telah mereka anut, mereka menyesuaikannya dengan adat dan kebudayaan yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Sehingga dalam proses pengenalannya mengenal sistem-sistem sebagai berikut :
• Pada tataran keluarga dasar, dikenal ikatan keluarga batih/ keluarga inti (nucleous family) di samping ikatan keluarga komunal mereka (extended family).
• Pada sistem perkawinan, diterapkan sistem nasab ke bapak/ ayah, terutama dalam hal orang yang berwenang menikahkan seorang anak perempuan, yakni ayah kandung/ saudara laki-laki ayah/ saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki seayah/ anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah, dan seterusnya.
• Pada tataran sistem pewarisan, dikenal sistem faraidh di samping sistem pewarisan pusaka tinggi. Sistem hukum Islam memperkenalkan faraidh, yaitu ketentuan pewarisan harta seseorang. Ketentuan yang penting bila disandingkan dengan hukum waris adat Minangkabau adalah prihal hak anak laki-laki adalah dua kali bagian yang menjadi hak anak perempuan. Maka sejak itu, di Minangkabau dikenal dua macam harta, yakni harta pusaka dan harta pencaharian/ suarang. Pusaka terbagi dua, pusaka tinggi dan pusaka rendah, keduanya diwariskan secara matrilineal, sedangkan harta pencaharian/suarang diwariskan secara faraidh sesuai hukum Islam.
ADVERTISEMENT