Konten dari Pengguna

Kehadiran Teknologi Dalam Industri Film, Apa Yang Hilang?

Ida Ayu Istri Arimurti
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
13 Oktober 2024 9:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ida Ayu Istri Arimurti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Teknologi dalam Industri Perfilman. Sumber gambar: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Teknologi dalam Industri Perfilman. Sumber gambar: Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi memberi kemajuan dalam industri perfilman dunia. Ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam industri film mulai dari segi produksi, distribusi, promosi/eksibisi, dan konsumsi.
ADVERTISEMENT
Terdapat berbagai macam teknologi baru yang memudahkan proses produksi film salah satunya CGI (Computer Generated Imagery). CGI merupakan teknik grafik komputer yang digunakan untuk menghasilkan gambar, latar belakang, dan karakter animasi agar terlihat lebih nyata (Monhanam & Barsam, 2018, h.444) . Awalnya film dibuat menggunakan kamera analog dan perangkat fisik lainnya, kemudian teknologi baru hadir menciptakan evolusi dari film analog menuju film digital. Terdapat banyak film yang memanfaatkan teknologi baru, salah satunya Jurassic World (2015). Film ini berhasil membangun suasana baru dengan menampilkan dinosaurus yang terasa begitu nyata. Seperti yang kita ketahui keberadaan dinosaurus antara nyata dan tidak nyata, namun film ini berhasil membuat dinosaurus terasa nyata berkat adanya teknologi CGI. Hal ini menjadi bukti bagaimana kehadiran CGI berhasil memanjakan mata penonton dengan memberi efek visual yang nyata.
ADVERTISEMENT
Proses distribusi dalam industri film juga mengalami perubahan akibat adanya teknologi baru. Distribusi merupakan tahap lanjutan setelah film diproduksi (Astuti, 2022, h.38). Proses distribusi menjadi jembatan antara pembuat film dan penonton, maka hal ini memiliki keterkaitan dengan proses promosi dan konsumsi. Awalnya kegiatan distribusi film dilakukan di bioskop atau pada festival film dengan cara mengadakan screening film. Seiring berkembangnya teknologi, kini proses distribusi menjadi lebih cepat tanpa harus melewati batasan ruang dan waktu. Distribusi film masa kini lebih banyak memanfaatkan platform digital seperti Netflix, Disney+ Hotstar, WeTV, dan masih banyak lagi. Meskipun masih ada, namun tak banyak yang melakukan screening film sebagai sarana distribusi utama. Contohnya adalah film The Architecture Of Love (2024), film ini tayang di bioskop pada 30 April 2024. Tak lama setelahnya, film ini tersedia di platform streaming yaitu Netflix. Hal serupa juga terjadi pada series Indonesia, Imperfect The Series (2022). Series ini disebarluaskan melalui platform streaming WeTV yang dapat diakses di mana pun dan kapan pun.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga memengaruhi bagaimana pelaksanaa proses promosi sebuah film. Apakah kalian menyadari media sosial menjadi alat promosi paling utama saat ini? Menurut data pada datareportal.com terdapat 139 juta warga Indonesia yang menjadi pengguna aktif media sosial. Semua kalangan mulai dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua hampir semua mengakses media sosial. Meskipun dari kalangan tersebut masih ada yang belum cukup umur, tak bisa dipungkiri bahwa itulah realitanya. Ini membuat kehadiran media sosial menjadi sangat penting karena dapat menjangkau semua sisi masyarakat dan dapat memaksimalkan proses promosi tanpa harus mengeluarkan modal lebih. Film KKN di Desa Penari (2022) merupakan gambaran bagaimana gencarnya promosi dilaksanakan pada media sosial. Film ini berawal dari kisah yang dibagikan oleh akun SimpleMan di platform X, cerita tersebut kemudian viral dan berhasil menarik perhatian masyarakat hingga diproduksi menjadi film. Setelah produksi, film ini dipromosikan dengan gencar melalui berbagai media sosial yaitu Instagram, X, dan YouTube.
ADVERTISEMENT
Tidak berhenti pada promosi, perkembangan teknologi juga memiliki pengaruh yang besar pada aspek konsumsi dalam industri perfilman. Pada saat platform streaming seperti Netflix, Disney+ Hotstar, WeTV, dan Viu belum bermunculan, masyarakat akan datang ke bioskop untuk menonton film. Kini budaya konsumsi film telah berubah, penonton hanya perlu memilih diantara berbagai platform streaming yang tersedia dan menonton film dari mana saja dan kapan saja. Di sisi lain, ini juga menguntungkan bagi pembuat film karena karya yang dihasilkan dapat sampai kepada audiens dengan efisien. Hal ini dapat meningkatkan penjualan yang menguntungkan para pembuat film.
Di tengah-tengah perkembangan teknologi dalam industri perfilman, selain merubah pola terdapat juga hal yang hilang. Tanpa disadari secara langsung, masyarakat masa kini menjadi individualis. Munculnya berbagai platform streaming membuat masyarakat memilih untuk menonton film dari rumah dan menyendiri. Ini membuat esensi manusia sebagai makhluk sosial terkesan hilang. Teknologi yang memudahkan segala hal juga sering disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab. Maraknya pembajakkan film menunjukkan betapa ironisnya realita saat ini. Fenomena ini cukup membuktikan sumber daya manusia yang masih rendah sekaligus memperlihatkan hilangnya nurani seseorang. Pihak yang paling dirugikan dalam situasi ini adalah para pembuat film.
ADVERTISEMENT
Oleh: Ida Ayu Istri Arimurti - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta