Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Konten Brain Rot, Cara Merusak Otak dalam 30 Detik
25 Januari 2025 13:32 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Andrea Jacqueline Manukoa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Era digital telah membawa banyak manfaat bagi kehidupan kita, seperti kemudahan akses informasi, komunikasi, dan hiburan. Namun, di tengah arus deras konten yang terus mengalir, ada pula fenomena yang disebut 'brain rot'. Brain rot mengacu pada penurunan kondisi mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi berlebihan konten digital yang berkualitas rendah atau bersifat negatif.
ADVERTISEMENT
Fenomena 'brain rot' atau 'pembusukan otak' menjadi perhatian serius di era digital ini. Istilah ini menggambarkan penurunan kualitas kognitif akibat konsumsi konten yang berlebihan dan tidak bermakna, terutama di kalangan generasi muda yang lekat dengan media sosial.
Salah satu artikel kritis yang membahas fenomena ini adalah “Gen-Z dalam Pusaran Brain Rot: Ketika Konten Singkat Menggerus Nalar Kritis” oleh Feza Raffa A1. Artikel ini mengulas bagaimana penggunaan media digital yang tinggi mengubah struktur otak remaja, khususnya bagian LPFC (Lateral Prefrontal Cortex) dan TPJ (Temporo-Parietal Junction), yang berperan dalam regulasi kognitif dan sosial. Penurunan fungsi di area ini dapat menggerus kemampuan berpikir mendalam generasi muda.
Artikel lain, “Brain Rot: Fenomena Modern yang Mengancam Kesehatan Mental” oleh Mutiara Rengganis, menjelaskan bahwa brain rot terjadi karena konsumsi konten singkat seperti video TikTok dan meme, yang memicu pelepasan dopamin dan membuat penggunanya kecanduan. Hal ini mengurangi kemampuan untuk fokus dan memahami informasi yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Pertama, brain rot dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dalam dunia yang serba cepat ini, kita sering kali lebih memilih konten yang dapat dikonsumsi dengan cepat dan mudah. Akibatnya, kebiasaan ini mendorong kita untuk menghindari konten yang lebih mendalam dan kompleks, yang seharusnya menantang kekuatan otak kita. Lama-kelamaan, kemampuan kita untuk berpikir kritis, membuat keputusan yang tepat, dan memecahkan masalah yang rumit bisa menurun drastis.
Selain itu, brain rot juga berdampak negatif pada kesehatan mental kita. Terlalu banyak mengonsumsi konten yang bersifat negatif atau tidak penting dapat memicu kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Media sosial sering kali menjadi tempat di mana kita membandingkan diri kita dengan orang lain, yang dapat menimbulkan perasaan rendah diri dan tidak puas. Begitu pula dengan konten negatif yang menyebar di dunia maya, seperti berita palsu atau informasi yang menakut-nakuti, yang bisa memperparah kondisi mental kita.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, brain rot juga dapat mengurangi kemampuan kita untuk berkonsentrasi. Penggunaan konten instan yang berlebihan, seperti video-video pendek atau postingan media sosial yang menarik perhatian sejenak, dapat membentuk kebiasaan untuk terus mencari hiburan instan. Akibatnya, kita kesulitan untuk mempertahankan fokus pada tugas-tugas yang lebih panjang atau kompleks, yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas kita sehari-hari.
Salah satu solusinya adalah dengan menciptakan keseimbangan dalam konsumsi konten digital. Alih-alih hanya mengonsumsi konten instan, kita perlu melatih diri untuk lebih sering mencari dan menikmati konten yang lebih mendalam dan berkualitas.
Fenomena brain rot menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih bijak dalam mengelola waktu dan perhatian di dunia digital. Dengan mengonsumsi konten yang berkualitas, menjaga keseimbangan, dan meningkatkan literasi digital, kita dapat melindungi kesehatan mental kita dan menghindari dampak negatif dari fenomena ini.
ADVERTISEMENT