Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Dualitas Gen Z: Social Branding dan Realitas Karier
1 Desember 2024 13:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dea Septi Anggreini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital semacam ini menjadikan media sosial berperan sebagai panggung utama bagi banyak individual, terutama bagi para generasi z yang menggunakan media sosial sebagai bentuk dari penyaluran untuk mengekspresikan diri mereka kepada khalayak. Istilah social branding sudah tidak asing lagi bagi kita semua, di mana orang-orang saling berlomba-lomba untuk menciptakan citra diri yang sering kali jauh dari realitas kehidupan mereka, terkhususnya dalam hal karier atau pekerjaan. Fenomena semacam inilah memunculkan dualitas dengan yang ditampilkan melalui media sosial dan kenyataan sebenarnya di balik itu semua.
Gen Z dibesarkan seiring dengan internet yang serba canggih dan cepat yang menjadikan dirinya ingin menciptakan social branding sebagai narasi tentang diri mereka di media sosial. Dilihat dari segi positifnya, hal ini bisa menjadi suatu bentuk dari kreativitas dan aspirasi yang akan menginspirasi oknum lainnya. Dengan menampilkan diri mereka sebagai sosok yang produktif lagi berprestasi atau menjalani gaya hidup ideal yang dapat membuka peluang dari jejaring profesional.
Namun, di lain sisi social branding ini kerap menjadi paradoks. Banyak pula dari mereka menciptakan citra karier atau gaya hidup yang jauh lebih glamor dibanding dengan realitas pekerjaan. Tampil dengan hal serba-serbi kemewahan dimulai dari segi fashion hingga tempat nongkrong ternyata pada realitas dibalik itu semua, adanya ketidakstabilan pekerjaan atau gaji yang tidak seberapa dan sering kali tertutupi oleh narasi untuk membangun citra dari masyarakat.
Peristiwa semacam ini menandakan bagaimana tekanan akan kondisi sosial untuk menampilkan kesuksesan dan telah menciptakan standarisasi baru yang sering kali tidak realistis. Tak jarang, perbedaan antara social branding dengan kehidupan realita dapat memicu kemunculan dari suatu perasaan tidak puas terhadap kehidupan pribadi. Selain itu, trend yang sering kali muncul di media sosial terkhususnya tiktok tentang "i have two sides" dengan menampilkan dualitas dari social branding dan realitas karier juga dapat memperkuat budaya toxic productivity, di mana nilai dari seorang akan diukur berdasarkan pencapaiannya yang terlihat di media sosial.
Meski demikian, hal semacam itu tidak sepenuhnya menyalahkan gen z atas dualitas ini. Diibaratkan seperti media sosial ialah suatu alat yang siapapun menggunakannya untuk mengetahui tentang perkembangan di dunia yang sangat kompetitif ini. Namun, penting pula bagi mereka untuk tetap menjaga keseimbangan antara branding diri dan kejujuran terhadap realitas. Social branding
memang diperlukan namun seharusnya juga bisa menjadi cerminan akan aspirasi yang mendukung dari pertumbuhan pribadi bukan hanya sekedar topeng menjauhkan diri dari kenyataan.
Alhasil, dualitas ini adalah cerminan dari tantangan zaman. Gen z perlu menemukan bagaimana cara untuk membangun citra diri yang nyata, tanpa harus merasa terbebani oleh ekspetasi yang tercipta melalui layar ponsel.
ADVERTISEMENT