Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Serangan Iran terhadap Israel dan Implikasinya pada Global
24 April 2024 6:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Deana Yunita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4/2024), malam hari, hingga Minggu (14/4/2024), dini hari, dengan meluncurkan ratusan rudal dan drone. Banyak yang mempertanyakan apakah serangan ini merupakan bentuk dari aksi balasan setalah Tel Aviv menyerang konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
ADVERTISEMENT
Menurut keterangan pejabat Amerika Serikat, serangan rudal dan drone Iran ke arah Israel mulai terjadi pada pukul 20.00 GMT, hari Sabtu (13/4), dan berjalan selama 5 jam. Seketika beberapa ledakan terdengar di penjuru kota Israel, di antaranya di Tel aviv dan Yerusalem.
Serangan Iran terhadap Israel berpotensi membuka kotak Pandora ketidakstabilan regional di timur Tengah. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa hal ini memungkinkan terjadi.
Pertama, serangan kali ini berbeda dengan strategi normal Iran di Kawasan yang lebih sering menggunakan proksi melawan Israel. Proksi utama Iran dalam menghadapi Israel adalah kelompok-kelompok bersenjata, seperti Hizbullah atau kemudian Hamas dan Houthi. Bantuan keuangan, pelatihan militer, informasi intelijen, dan logistic perang adalah instrumen utama Iran dalam mendukung kegiatan kelompok-kelompok ini, vis-à-vis Israel.
ADVERTISEMENT
Serangan yang diklaim oleh Iran sebagai langkah awal pembalasan atau pertahanan diri, akan masuk kedalam kategori perang antar-negara, yang sudah pernah dilakukan Iran dalam volume pertama Perang Teluk pada 1980-an.
Perang antar-negara lebih sulit dibatasi cakupannya dibandingkan dengan perang ekstra-negara yang biasanya terjadi di Timur Tengah dan melibatkan Israel memerangi proksi Iran. Namun demikian, Iran dan Israel tidak berbagi perbatasan dan tidak memiliki sengketa teritorial yang secara teoritis memiliki potensi peningkatan intensitas konflik lebih minimal.
Sejauh ini, belum ada keterlibatan dari negara-negara besar, regional, atau global dalam konflik ini, yang mengakibatkan eskalasi intensitas masih dapat dicegah.
Kedua, serangan Iran ini mengekspos kapasitas pertahanan Israel yang sebenarnya. Peluncuran drone dan roket oleh Iran berbeda dalam kemampuan dibandingkan dengan roket buatan sendiri atau semi-manufaktur yang digunakan oleh Hamas, Hizbullah atau Houthi.
ADVERTISEMENT
Diperoleh dari laporan The Military Balance 2024, mereka mengidentifikasi terdapat tiga sistem pertahanan udara utama milik Israel, yakni Iron Dome, David Sling, dan Arrow Defense System, yang semuanya digunakan untuk melawan serangan iran beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, The Military Balance, serta sumber data pertahanan lainnya yang dirilis oleh CSIS Washington atau pemerintahan Amerika Serikat (AS), tidak mengidentifikasi sistem pertahanan udara Iran yang sebenarnya.
Di satu sisi, hal ini berpeluang membuat Israel untuk meluncurkan serangan yang serupa terhadap Iran untuk mengekspos kemampuan pertahanan udara Iran yang sebenarnya. Di sisi lain, apabila catatan-catatan tersebut akurat, serangan serupa akan menelan banyak nyawa dan mendorong Iran untuk melakukan serangan balasan lainnya.
Ketiga, yang perlu diwaspadai tidak hanya kekuatan militer oleh Iran. Kekuatan nyata Iran terletak pada kendali mereka atas Selat Hormuz. Hingga saat ini, selat ini masih menjadi kses utama jalur perdagangan minyak dunia.
ADVERTISEMENT
Catatan Administrasi Informasi Energi (EIA) pada akhir 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 20 juta barel minyak per hari atau sekitar 20% dari total konsumsi global, mengalir melalui jalur Selat Hormuz. Serangan balasan Israel terhadap Iran tentu akan berdampak pada jalur distribusi minyak dunia dan menyebabkan harga minyak meningkat tajam.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah apakah masyarakat internasional akan dapat mendorong Iran dan israel untuk menahan diri. Iran pun telah menegaskan bahwa mereka tidak akan melanjutkan serangan mereka jika tidak ada pembalasan dari Israel.
Dengan demikian, dapatkah masyarakat internasional menahan Israel untuk mengambil langkah serupa?
Ada dua hal yang akan membuat langkah tersebut sulit. Pertama, serangan Iran terhadap Israel tidak hanya dalam rangka pembalasan terhadap serangan pada kantor perwakilan merek di suriah, tetapi juga terhadap tuntutan agar Israel menghentikan operasi militer mereka di Gaza.
ADVERTISEMENT
Kedua, israel telah berulang kali merencanakan operasi militer terbatas terhadap fasilitas nuklir Iran. Saat ini, mereka memiliki peluang untuk melakukan remcana tersebut dengan alasan yang sah. Selait itu, pada saat yang sama, Israel dapat menguji kemampuan pertahanan udara Iran.
Iran juga baru-baru ini kehilangan dua tokoh kunci Garda Revolusi. Hal ini tentu akan berimplikasi pada kemampuan mereka dalam mengatur pasukan.
Oleh karena itu, sikap internasional yang tegas terhadap penghentian instrument militer sangat diperlukan. Sejauh ini, negara-negara besar, baik regional maupun global, masih menahan diri untuk tidak terlibat dalam perselisihan antara Iran dan Israel.
Dan juga apabila ketegangan diantara keduanya meningkat, negara-negara Teluk, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, menjadi negara yang paling terpengaruh akibat polusi udara yang akan ditimbulkan. Sehingga Presiden Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden China Xi Jinping telah menyerukan pengekangan.
ADVERTISEMENT
Penghentian penggunaan instrumen militer juga menjadi kepentingan Indonesia. Bagi Indonesia, masalah yang ditimbulkan bukan hanya kenaikan harga BBM, tetapi juga terganggunya jalur penerbangan global akibat interaksi militer antara Iran dan Israel kemungkinan akan dilakukan langsung di udara. Perlu diingat bahwa banyak maskapai penerbangan global berasal dari Kawasan Teluk, dan negara-negara Teluk merupakan hub penting antara Asia, Eropa, dan Afrika.
Selain itu, Indonesia juga memiliki kepentingan untuk mengamankan warganya yang berada di Kawasan Timur Tengah. Walaupun jumlah WNI di Israel/Palestina dan Iran tidak terlalu banyak, tetapi jika digabungkan dengan WNI yang tinggal di Yordania, Irak, atau Suriah, yang merupakan negara-negara yang akan menjadi rute pertempuran udara Iran-Israel, jumlahnya akan semakin besar. Ditambah dengan negara-negara Teluk yang akan terkena dampaknya juga, perlu dicatat bahwa Arab Saudi menjadi rumah kedua bagi WNI setelah Malaysia.
ADVERTISEMENT
Dengan semua catatan ini, Upaya untuk mendorong Iran dan Israel untuk berhenti menggunakan kekerasan harus dilakukan. Perang bukanlah Solusi terbaik untuk menciptakan stabilitas.