Ade Komarudin, Mantan Ketua DPR di Jeratan Kasus e-KTP

9 Maret 2017 11:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ade Komarudin (Foto: Twitter/@Akom2005)
zoom-in-whitePerbesar
Ade Komarudin (Foto: Twitter/@Akom2005)
Ade Komarudin, dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/3), diduga menerima uang sebesar 100 ribu Dolar AS. Nama Akom, sapaan Ade Komarudin, masuk daftar 23 anggota DPR yang disebut ikut menikmati uang panas e-KTP.
ADVERTISEMENT
“Pada tahun 2013, para terdakwa juga memberikan uang kepada Ade Komarudin selaku Sekretaris Fraksi Partai Golkar sejumlah USD 100 ribu guna membiayai pertemuan Ade Komarudin dengan para camat, kepada desa, dan tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi,” kata jaksa penuntut umum KPK, Irene Putrie.
Saat dikonfirmasi terkait penerimaan uang itu, Ade menolak untuk berkomentar karena ia dan keluarga masih dalam suasana berduka.
“Mohon maaf, mertua di depan lagi wafat. Sebentar ya,” ujar Ade saat dihubungi kumparan.
Ade Komarudin merupakan mantan Ketua DPR. Ia duduk di kursi itu hanya 11 bulan sejak Januari 2016, menggantikan Setya Novanto yang mengundurkan diri sebagai Ketua DPR RI setelah terlibat dalam kasus "papa minta saham" PT Freeport Indonesia.
ADVERTISEMENT
Akom ditunjuk sebagai Ketua DPR oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Namun, pada November 2016, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutuskan Akom diberhentikan dari jabatan Ketua DPR. Dia diberhentikan karena mendapatkan sanksi sedang dari MKD terkait perilaku etiknya.
Etika yang dinilai dilanggar Akom yakni melakukan pemindahan mitra kerja dari Komisi VI ke Komisi XI serta memperlambat proses pembahasan Ketua Rancangan Undang-Undang Pertembakauan.
Setelah Akom turun takhta, Setya Novanto kembali menjadi Ketua DPR. Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memutuskan hal tersebut karena putusan Mahkamah Konstitusi menyebutkan, rekaman percakapan antara Setya Novanto dengan pimpinan PT Freeport tidak bisa dijadikan alat bukti.
Kancah Ade Komarudin dalam dunia politik sudah terlihat sejak ia SMA. Dia merupakan Ketua OSIS SMAN 2 Purwakarta tahun 1983-1984. Ketika Akom duduk di bangku perkuliahan, dia menjabat sebagai Ketua HMI Cabang Ciputat pada 1984-1988.
ADVERTISEMENT
Setelah mengemban amanah di HMI, Akom ditunjuk menjadi Wakil Sekretaris Jenderal di dua organisasi berbeda secara bersamaan, yaitu Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). Pada 2003, Akom mulai masuk dunia politik dengan menjadi Ketua Kelompok Kerja Politik DPP Partai Golkar.
Di DPR, Akom terpilih pertama kali sebagai anggota DPR dari Partai Golkar pada Pemilu 1997. Fraksi Partai Golkar menempatkannya sebagai anggota Komisi V yang membidangi industri perdagangan, koperasi dan usaha kecil serta pembinaan BUMN, sub-minyak dan gas bumi.
Pada Pemilu 1999, Akom kembali terpilih menjadi anggota DPR untuk kedua kalinya. Karier politiknya semakin menanjak setelah menjadi anggota DPR RI.
Pada 1999 itu pula Akom ditunjuk sebagai Wakil Sekretaris Bidang Umum Fraksi Partai Golkar. Selanjutnya tahun 2003, ia kembali diberi jabatan sebagai Wakil Sekretaris Bidang Umum Fraksi Partai Golkar.
ADVERTISEMENT
Pada 2009, Akom ditunjuk sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar mendampingi Setya Novanto yang ditunjuk sebagai Ketua Fraksi. Tahun 2014, Akom ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.
Kini, nama Ade Komarudin masuk ke pusaran kasus e-KTP --kasus terbesar dengan jumlah kerugian negara paling besar yang pernah ditangani KPK.