Konten dari Pengguna

Emang Bisa Lingkungan Buat Mati Rasa?

Debora Michelle Valencia
Seorang mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya.
25 Oktober 2024 15:49 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Debora Michelle Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Kebisingan kok sekarang biasa aja ya”
“Aku mati rasa karena lingkunganku”
gambar rumah pemulung yang sangat dekat dengan sampah (sumber pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
gambar rumah pemulung yang sangat dekat dengan sampah (sumber pribadi)

Mari Mengenal Lebih Dekat Mati Rasa

ADVERTISEMENT
Mati rasa seringkali disebut sebagai masalah yang berkaitan dengan emosi. Namun tahukah kamu, mati rasa bisa juga terjadi pada indera tubuh kita loh? Menurut KBBI, rasa berkaitan juga pada rangsangan saraf, sensasi indera penciuman, pengecap, rasa nyeri, dan sebagainya. Lalu menurut (Lindberg, 2024), menyebutkan mati rasa ialah keadaan seseorang ketika mengalami kekurangan respon atau kelebihan emosional pada tubuhnya. Mati rasa terjadi ketika seseorang terus menerus terpapar dan tetap berada pada rangsangan yang sama, serta tidak mengurangi atau dihilangkan rangsangan tersebut sehingga lama-kelamaan tubuh menyesuaikan dan terbiasa dengan hal itu.
Jenis mati rasa seperti yang kita tahu bisa secara psikologis dan fisik. Secara umum sisi psikologis berkaitan dengan covert atau tidak terlihat. Sedangkan secara fisik bisa kita rasakan langsung titik nyerinya, maupun dirasakan panca Indera kita, seperti pendengaran, penciuman, pengecapan, peraba, hingga penglihatan.
ADVERTISEMENT

Lingkungan dan Mati Rasa

Pada dasarnya lingkungan kita indah dan beragam, namun saat ini lingkungan sedang dalam masalah banyaknya polusi, sampah yang menumpuk, kebisingan, hingga pencemaran di berbagai hal. Masalah lingkungan ini berdampak ke diri kita dan sekitar. Seseorang yang paling terpengaruh pada dampaknya adalah yang paling dekat dengan masalah atau isu tersebut. Contohnya saja Kampung Pemulung di Jakarta yang sangat dekat jaraknya antara sampah dan rumah warga karena sebagai mata pencahariannya melalui sampah-sampah. Selain itu, jika kita memperhatikan orang-orang yang bekerja di stasiun ataupun yang rumahnya dekat stasiun dimana paparan suara kereta setiap belasan menit sekali berbunyi kencang dengan intensitas suara mencapai 80 hingga 90 dB yang melampaui ambang batas normal kebisingan sebesar 55 dB (Handayani et al., 2024). Kemudian, pernahkah kita merasakan kepadatan di konser maupun berangkat transportasi umum dengan sangat penuh dan macet hingga membuat kita lelah. Lalu masalahnya dimana? Nah, paparan yang terus menerus ini akan bisa menyebabkan mati rasa loh.
ADVERTISEMENT
Mati rasa karena lingkungan seringkali tidak kita sadari, padahal sangat dekat dengan kita atau mungkin kamu salah satunya pernah mengalami ini? Proses paparan lingkungan yang membuat tidak nyaman dan mengganggu, pertama kali akan kita rasakan sebagai tekanan. Kemudian, tekanan ini akan membuat kita stres akibat lingkungan atau bahasa kerennya environmental stress (Steg & Groot, 2018). Seperti halnya stress yang terus menerus akan menyebabkan burnout atau kelelahan berlebihan. Pada stres lingkungan ini juga menyebabkan kita bisa merasa lelah terpapar terus dan menjadi mati rasa, seakan terbiasa dengan hal itu, padahal kita sedang beradaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungan kita atau allostatis (R. B. , Bechtel & Churchman, 2002). Lalu, kalau mati rasa karena lingkungan memangnya buruk? Mari kita bahas.
ADVERTISEMENT

Dampak Mati Rasa Karena Lingkungan

Terdapat 4 dampak dari adanya mati rasa karena lingkungan, di antaranya:

1. Penurunan fungsi panca indera

Panca indera kita memiliki standar normal yang menjadi batas aman panca indera. Jika adanya paparan yang berlebihan itu hingga kita tidak merasakan lagi paparannya atau seakan kebas (R. B. Bechtel & Ts’erts’man, 2002). Penurunan fungsi panca Iindera sangat mungkin terjadi akibat tidak sesuainya ambang batas fungsi normal kita dengan lingkungan, yang walaupun telah disesuaikan menjadi muncul perubahan dan terganggunya sistem panca indera yang seharusnya (Ramadhani & Firdausiana, 2020).
2. Penurunan minat dan konsentrasi
Kebiasaan yang terus menerus dari paparan suara, aroma, hingga hal lainnya bisa menurunkan minat kita terhadap aktivitas yang dijalankan. Selain itu, mati rasa ini juga bisa menyebabkan konsentrasi kita yang menurun. Semisal karena sedang menyebrang jalan, karena terbiasa dengan suara klakson ataupun bising jalanan, kita langsung jalan saja tidak peduli dengan sekitar yang bisa membahayakan diri kita.
ADVERTISEMENT

3. Menurunnya tingkat empati

Ternyata dampak mati rasa karena lingkungan ini bisa menyebabkan kita enggan peduli dengan sekitar loh. Terus meneruskan hal yang dirasakan bisa membuat kita lebih cuek dan ini bisa menurunkan tingkat empati atau kepedulian kita dengan sekitar. Contohnya saat kepadatan dirasakan tubuh kita, desak-desakan sudah menjadi makanan sehari-hari yang kita rasakan, kemudian ada orang di ujung kesulitan dan terjatuh. Secara tidak sadar kita akan merasa lebih peduli dan berpikir orang di sampingnya saja yang menolong karena kita sudah malas menghampiri, padahal kita tahu kita mungkin saja bisa juga menolong. Ini akan berbeda jika kondisi lingkungan tidak seramai itu, kita akan lebih berempati.

4. Kesulitan mengekspresikan kondisi yang dirasakan

Seperti namanya mati rasa, kita bisa kesulitan dalam mengekspresikan kondisi yang dirasakan. Contohnya teman kita berkata, disini berisik dan bau sekali. Namun, karena kita terbiasa sampai akhirnya mati rasa dengan suara yang terlalu berisik dan bau menyengat kita akhirnya bilang biasa saja ke teman kita. Pada umumnya orang normal sekitar akan merasakan bising dan bau itu.
ADVERTISEMENT
Cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari terjadinya mati rasa ini adalah dengan mengurangi paparan langsung. Adapun cara yang paling efektif dengan menghilangkan paparan dengan menjauhi paparan tersebut. Namun, bagaimanapun kita tidak bisa lepas sepenuhnya dari lingkungan yang ada karena kita hidup di lingkungan juga. Adapun cara yang paling mungkin kita lakukan dengan mengurangi paparan, kita bisa menggunakan alat perlindungan, seperti masker untuk menjaga paparan terhadap penciuman hidung (Prawira et al., 2021). Selain itu, bisa juga menggunakan penyumbat telinga atau earphone untuk mengurangi kebisingan suara sekitar.
Pada akhirnya, apapun yang berlebihan itu tidak baik bahkan lingkungan sekalipun bisa menyebabkan mati rasa pada diri kita. Mari menyadari dan membatasi diri dari segala hal yang berlebihan untuk mencapai well being atau kesejahteraan hidup kita. Jika tidak dari sekarang, tunggu sampai kapan lagi?
ADVERTISEMENT

Referensi

Bechtel, R. B. , & Churchman, A. (2002). Handbook of environmental psychology. John Wiley & Sons, Inc..
Bechtel, R. B., & Ts’erts’man, A. (2002). Handbook of environmental psychology. Wiley.
Handayani, D., Ubaidillah, U., & Sabtya, A. M. N. (2024). Karakteristik tingkat kebisingan akibat aktivitas kereta api di pemukiman (studi kasus: Jl. Cimanuk II-Jebres-Surakarta). Matriks Teknik Sipil, 11(4), 442. https://doi.org/10.20961/mateksi.v11i4.76236
Lindberg, S. (2024, April). What is emotional numbness? Verywell Mind .
Prawira, M. I., Putri, N. N., & Hasan, R. S. Bt. (2021). Hubungan antara penggunaan alat pelindung diri (apd) masker dengan kejadian ispa pada pekerja pabrik mebel. Preventif Journal, 6.
Ramadhani, P. N., & Firdausiana, Y. D. (2020). Noise exposure and hearing loss on field operator compressor house area. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, 12(2), 126. https://doi.org/10.20473/jkl.v12i2.2020.126-135
ADVERTISEMENT
Steg, L., & Groot, J. I. M. de. (2018). Environmental psychology: an introduction (L. Steg & J. I. M. Groot, Eds.). Wiley. https://doi.org/10.1002/9781119241072