Orang Gila Juga Manusia!

Dede Nasrullah
Peneliti di bidang Kesehatan dan Keperawatan PUSAD UMSurabaya
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2020 14:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dede Nasrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi ODGJ di seret dari pesawat
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi ODGJ di seret dari pesawat
ADVERTISEMENT
Pemahaman masyarakat mengenai gangguan jiwa dan keterbelakangan mental sangat minim. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai gangguan jiwa dan keterbelakangan mental menyebabkan penderita kerap kali mendapatkan perilaku yang tidak menyenangkan dari masyarakat bahkan dari keluarga penderita sendiri. Media memiliki peran dalam membangun perspektif publik melalui konten pemberitaan atau informasi. Media hari ini, khususnya media sosial bahkan memiliki keunggulan kecepatan penyampaian informasi dan jangkauan lebih luas. Masuk akal jika dikatakan bahwa sebagian besar perspektif publik terhadap berbagai hal terbentuk berbasiskan pengetahuan dari media sosial misal dari wa grup, IG, dan Facebook.
ADVERTISEMENT
Jika dikaitkan dengan konteks isu tertentu, misalnya isu kesehatan jiwa dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Perspektif publik akan didasari pengetahuan yang mereka dapatkan dari media. Hal ini layak mendapat perhatian karena dalam kehidupan bermasyarakat, ODGJ adalah salah satu kelompok orang yang terstigma negatif sehingga memunculkan pola-pola perlakuan diskriminatif terhadap mereka. Merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), masalah kesehatan jiwa tahun 2018 naik, dibandingkan 2013. Prevalensi orang gangguan jiwa berat (skizofrenia/psikosis) meningkat 0,03 persen. Bahkan persoalan kesehatan jiwa seperti depresi mulai menghantui masyarakat di tingkat umur lebih muda, alias remaja. Selama periode lima tahun, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun keatas meningkat 3,7 persen. Angkanya naik dari 12 juta jadi sekitar 15,6 juta penduduk. Artinya, sebanyak 12,3 persen dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan mental, hanya dari lini umur remaja dan kelompok gangguan mental emosional saja.
ADVERTISEMENT
Akhir- akhir ini muncul pemberitaan yang viral terkait dengan ODGJ yang berhasil menyelinap ke area parkir pesawat di Bandara Radin Inten II lampung yang kemudian masuk ke salah satu maskapai penerbangan. Berita tersebut menjadi viral setelah ada yang meng-upload sebuah video yang berdurasi 30 detik yang kemudian viral di media sosial. Dari video yang beredar tersebut ada perlakuan kasar oleh oknum petugas dengan cara melempar dan menyeret paksa ODGJ tesebut keluar dari badan pesawat. Salah satu pertanyaan yang ada dibenak saya adalah apakah orang yang memperlakukan hal tersebut tidak memiliki rasa manusiawi sehingga memperlakukan ODGJ seperti itu??
Stigma ODJG dan Diskriminasi
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemajuan dirinya (Daradjat, 1983). Dari definisi tersebut bahwa apabila seseorang mampu mewujudkan keharmonisan antara fungsi jiwanya seperti berpikir, merasa, dan lain-lain, serta mereka senantiasa berpikir secara positif dan mampu menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Sekitar 75% orang dengan penyakit mental melaporkan bahwa mereka telah mengalami stigma. Bukan hanya itu, perlakuan diskriminatif juga diterima oleh ODGJ. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Health and Social Behavior, 38 persen orang tidak ingin tinggal di sebelah ODGJ, 33% tidak ingin berteman dengan seseorang yang hidup dengan masalah kejiwaan. 58% tidak mau bekerja sama dengan mereka, dan 68% tidak ingin penderita gangguan jiwa menikah dengan keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
Stigma ODGJ bisa datang kepada siapa pun, baik itu adalah orang awam bahkan orang yang berpendidikan tinggi yang tidak paham terhadap pengetahuan dalam penanganan pasien ODGJ. Indonesia bebas stigma kepada Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) nampaknya masih jadi mimpi muluk. Respons negatif seorang hakim terhadap masalah depresi Nunung Srimulat adalah gambaran nyata minimnya edukasi soal kesehatan mental di masyarakat, bahkan untuk kalangan berpendidikan tinggi. Kalau kita perhatikan masih banyak masayarakat kita yang melakukan stigma dan diskriminasi pada pasien ODGJ misalnya dengan melakukan pasung pada pasien ODGJ. Hal ini tentu menjadi permasalahan dan harus kita tuntaskan secara bersama bagaimana kita memberikan pengetahuan kepada masayarakat terkait dengan ODGJ.
Peran masyarakat terhadap ODGJ
ADVERTISEMENT
Jika kita melihat kasus yang viral tersebut tentu membuat kita geram tersehadap aksi beberapa oknum yang memperlakukan kasar kepada pasien ODGJ tersebut bahkan banyak netizen yang memprotes terkait dengan perlakukan oknum tersebut. Sepintas jika kita lihat video tersebut ODGJ tidak melakukan perlawan sedikitpun kepada petugas bahkan dia hanya diam saja akan tetapi oknum malah memperlakukan seperti layaknya bukan manusia yang dilempar dan diperlakukan dengan kasar. Hal ini tentu harus ada peran pemerintah dan perawat jiwa khususnya dalam memberikan pemahaman kepada masayarakat terkait dengan paradigma yang selama ini muncul di kalangan masyarakat terkait dengan ODGJ. Berikut adalah beberapa hal yang harus dipahami oleh masayarakt terkait dengan pasien ODGJ adalah yang pertama ODGJ adalah manusia, orang yang mengalami gangguan jiwa itu juga seperti kita layaknya manusia yang lainnya hanya saja mereka mengalami gangguan mental yang disebabkan pengalaman hidup yang dialami mereka sehingga menggangu pikiran dan jiwa mereka. Perlakukan mereka selayaknya manusia yang lainnya, jangan melakukan diskrimisi. Kedua mereka dapat disembuhkan, jangan melakukan stigma kepada orang yang mengalami gangguan jiwa jika mereka tidak dapat sembuh karena hal ini yang akan memperlambat proses kesembuhan pada pasien gangguan jiwa sehingga kita masayarakat harus memiliki pikiran yang positif terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa. Ketiga jangan jauhi ODGJ, orang yang mengalami gangguan jiwa perlu kita berikan support, baik di dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Keempat orang normalpun berpotensi mengalami gangguan jiwa, jika saat ini kita merasa risih dan takut melihat orang gangguan jiwa, siapa tahu suatu saat kita yang akan menjadi ODGJ karena masalah kejiawaan itu disebabkan karena stres dan depresi yang akhirnya menimbulkan gangguan jiwa.
ADVERTISEMENT
Mari kita bersama memperlakukan ODGJ seperti manusia lainnya, jangan melakukan stigma, diskriminasi dan kekerasan pada orang yang mengalami gangguan jiwa dikarenakan ODGJ ini dilindungi dalam undang- undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.