Konten dari Pengguna

Gen-Z dan Kesempatan Kerja: Sebuah Ikhtiar dari Cilegon

Dede Rohana Putra, MSi
Anggota DPRD Provinsi Banten, Fraksi PAN
30 Juli 2024 6:37 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dede Rohana Putra, MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Source: Koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
oleh Dede Rohana Putra, Anggota DPRD Provinsi Banten
Generasi Z atau biasa dikenal sebagai Genzy kerap disebut sebagai kelompok yang kreatif dan mandiri. Di sisi lain, banyak penelitian juga mengkaitkan mereka dengan berbagai tantangan yang tidak mudah. Sampai munculnya stereotype generasi strawberry yang berkonotasi banyaknya tantangan yang dihadapi Genzy dari berbagai sudut. Salah satunya, lapangan kerja ke depan, yang diprediksi kian sulit, khususnya dengan semakin common-nya teknologi digunakan di dunia industri, yang berimplikasi pada berkurangnya kesempatan kerja baru.
ADVERTISEMENT
Tak percaya? Yuk lihat data dari Dana Moneter Internasional (IMF), dimana negara kita memiliki tingkat pengangguran tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Ditambah lagi—mengutip data dari Kumparan—saat ini berkembang pesimisme di kalangan Milenial dan Gen-Z untuk mendapatkan pekerjaan. Di laporan tersebut disebutkan, setidaknya 9,9 juta Gen-Z dengan rentang usia 18–24 tahun yang belum mendapatkan pekerjaan.
Source: BPS Provinsi Banten
Lalu bagaimana tantangan terkait akses pekerjaan untuk anak-anak muda di Provinsi Banten, lebih khusus lagi Kota Cilegon? Data BPS di atas menyebutkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Banten pada tahun 2023 sekitar 7,52 persen. Kota Cilegon masih menghadapi tantangan, dengan TPT tak jauh dari rata-rata provinsi, sekitar 7,25 persen. Situasi ini diyakini masih dinamis—bisa juga memburuk—bila tidak ada kebijakan baru, khususnya pelibatan swasta dan stakeholders lainnya secara massif.
ADVERTISEMENT
Tantangan Fresh Graduate
Di sisi lain, situasi itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, angkatan kerja baru (fresh graduate) ternyata mengalami kendala dalam akses mendapatkan pekerjaan. Sulitnya sarjana baru menembus pasar kerja sektor formal lantaran saklek-nya persyaratan dari perusahaan yang membuka lowongan kerja dalam merekrut pegawai. Syarat yang paling sulit mereka penuhi biasanya klasik: pengalaman kerja minimal dua tahun. Pengalaman penulis, saat duduk di bangku kuliah dulu, tidak banyak mahasiswa yang bisa berkuliah sambil bekerja. Banyaknya tugas serta tuntutan fokus menyelesaikan kuliah tepat waktu membuat pilihan “kuliah sambil kerja” sulit dilakukan. Imbasnya begitu lulus kuliah dan masuk ke bursa kerja, praktis mahasiswa mendapat label belum berpengalaman. Ini lingkaran setan yang harus diputus.
ADVERTISEMENT
Kedua, pekerjaan di sektor formal masih relevan dikejar oleh anak-anak muda. Pasalnya, sebagai pengusaha, penulis memahami bahwa bekerja di kantor atau perusahaan formal memiliki sejumlah benefits bagi pekerja baru. Tentu mereka ingin merasakan prestige atau gengsi dengan style kantoran, mendapatkan jaminan-jaminan, gaji tetap, dan lainnya. Namun tak ada salahnya ke depan kita mengkaji ulang “mitos” tersebut, berdasarkan teori dan data.
Merujuk konsep pilihan pekerjaan yang diperkenalkan Prof Dr John Holland, ditemukan fakta bahwa tidak semua sumber daya manusia (SDM) itu cocok ditempatkan di gedung-gedung tinggi alias sektor formal. Ini setidaknya dapat menjadi tools kita untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan pekerjaan di luar sana. Holland mengawinkan antara prinsip psikologi dengan sistem dunia kerja, yang mana ia membagi karakter SDM berdasarkan sejumlah tipe utama, yaitu realistic (pelaksana / eksekutor), investigative (pemikir /peneliti / observasi), artistic (pembuat / perancang / perakit), social (penolong /relawan), enterprising (persuasif), dan conventional (pengatur/organisator), yang jika disingkat menjadi RIASEC.
ADVERTISEMENT
Ketiga, based on hasil riset Holland, seseorang akan lebih berpeluang melonjak karirnya apabila bekerja di tempat yang sesuai karakter RIASEC-nya. Untuk membantu para fresh graduate dan pencari kerja menemukan pekerjaan terbaiknya, maka penulis akan merekomendasikan jenis pekerjaan yang linear dengan RIASEC. Misalnya, seorang yang bertipe realistic adalah tipe pekerja yang cocok menjalankan pekerjaan sesuai SOP seperti perawat, pemadam kebakaran, PNS, dan yang sejenisnya. Lalu seseorang dengan tipe investigative mungkin dapat mencoba menjadi pengacara, analis keuangan, periset, technical writer, data engineer dsb.
Source: University of Louisville
Kenali Diri
Berikutnya, mereka yang bertipe artistic, yang menyukai ekspresi kebebasan, tidak terlalu membutuhkan SOP ketika bekerja, suka mengolah ekspresi baik verbal maupun nonverbal, bisa mencoba pekerjaan seperti barista, advertiser, desain grafis, juru bahasa (interpreter), copy dan scriptwriter, dsb. Bagi mereka yang bertipe social, cocok bekerja di NGO, aktivis HAM dan kemanusiaan, perawat, dokter, tutor belajar, instruktur kebugaran, guru sekolah, maupun konsultan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Next, untuk yang bertipe enterprise, yaitu pekerjaan yang membutuhkan leadership dan interpersonal, dapat memilih sebagai politisi, direktur pemasaran (CMO), pebisnis, pendiri startup, humas, dsb. Terakhir, tipe conventional biasanya berkaitan dengan pekerjaan yang statis, mendapatkan arahan, mengolah data, atau memanfaatkan tools kerja untuk mencapai tujuan perusahaan atau target pendapatan. Contoh pekerjaan untuk tipe ini di antaranya ahli statistik, apoteker, guru matematika, admin, perancang web, atau associate lawyer.
Tentu tidak semua yang dipaparkan di atas sesuai dengan konteks Indonesia. Namun setidaknya pendekatan ala Holland di atas dapat membantu kita, angkatan kerja baru, guna menemukan pekerjaan yang sesuai. Seseorang yang melakukan planning akan lebih mudah menavigasi karirnya ingin dibawa ke mana. Dia bisa memulai perjalanannya dengan melihat pekerjaan jenis apa yang tinggi permintaan di bursa kerja. Lalu, cocokkan pilihan pekerjaan yang diminta dengan tipe RIASEC. Selanjutnya, perlahan tapi pasti, ia bisa membangun skill yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang harus kita lakukan agar bisa membantu meringankan beban pemerintah dan menyediakan lapangan kerja baru? Berdasarkan riset kecil dan kunjungan lapangan yang penulis lakukan selaku legislator DPRD Provinsi Banten, salah satu isu penting saat ini adalah ekonomi & lapangan kerja. Sebagian mengeluhkan kondisi keuangan keluarganya yang tertekan akibat pandemi dan juga belum pulihnya market secara keseluruhan. Dari situ pilihannya ada dua, yaitu memberikan uang atau memberdayakan mereka. Opsi pertama menurut penulis kurang ideal, karena pemberian uang tidak akan membuat ekonomi mereka mandiri dan berkelanjutan.
Pilihan lainnya menyalurkan anak-anak muda ke perusahaan tertentu. Namun ini juga belum tentu sesuai dengan kualifikasi pencari kerja dan yang dibutuhkan perusahaan saat itu. Bertolak dari realitas tersebut, penulis sering mendoroang anak-anak muda tentang pentingnya meningkatkan keahlian yang kongkret sehingga langsung bisa match dengan pasar. Mulai dari menguasai teknik membuat barang atau jasa dalam skala mikro. Tujuannya supaya mereka tidak sepenuhnya bergantung pada lowongan pekerjaan setiap tahunnya.
Source: Antara Banten
Kerja Nyata
ADVERTISEMENT
Guna merealisasikan program itu, penulis secara intens berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Cilegon untuk menginisiasi pelatihan-pelatihan yang cocok bagi anak-anak muda (Genzy). Agar lebih mudah dieksekusi di lapangan, pembagian kelompoknya saya sederhanakan saja berdasarkan usia dan jenis kelamin. Untuk kalangan muda, kami menginisiasi training yang sesuai dengan kebutuhan pasar hari ini. Pertama, tren meminum kopi saat ini yang sedang tinggi-tingginya. Maka kami memberikan edukasi tentang bisnis cafe, mulai dari manajemen hingga penyajian kopi. Kita juga menghadirkan trainer yang kompeten, sekaligus kami berikan alat-alat pengolah biji kopi agar mereka bisa meracik dan berinovasi saat di rumah.
Kedua, pelatihan pemasaran digital juga pernah kami adakan karena saat ini kegiatan ekonomi banyak membutuhkan bantuan teknologi. Hal ini penting, karena pasca pandemi lalu, terjadi peningkatan signifikan transaksi online di sejumlah marketplace. Volume transaksi dimaksud juga berdampak pada migrasi besar-besaran customer, dari toko offline ke online. Bahkan tim Google memproyeksikan GMV e-commerce Indonesia bisa naik menjadi USD 82 miliar pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk atau compound annual growth rate (CAGR) sebesar 15%, dan USD 160 miliar di 2030. Ini tentu opportunity yang harus dioptimalkan, melalui peningkatan kapasitas UMKM di bidang digital.
ADVERTISEMENT
Ketiga, untuk kalangan ibu-ibu, kami memberikan pelatihan produksi kuliner supaya mereka bisa membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, penulis menginisiasi juga pelatihan tata rias mengingat permintaannya akan terus ada di masyarakat karena selalu ada orang yang menggelar resepsi pernikahan.
Tentu semuanya tidak langsung jadi. Begitu pun sukses atau tidaknya pesertaa pelatihan sebagai pengusaha, bagi kami itu another thing. Namun, yang menjadi target utama saya dari pelatihan-pelatihan itu adalah teredukasinya masyarakat untuk meningkatkan skill dan keahlian. Dari situ akan muncul optimisme untuk terjun sebagai entrepeneur.
Skala pelatihan yang kami deliver ke masyarakat Cilegon memang belum besar. Namun, setidaknya kita mulai melangkah membangun masyarakat yang skillful yang mandiri. Sehingga harapan saya dalam beberapa tahun ke depan, Cilegon akan menjadi kota penyumbang tenaga kerja produktif yang berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian baik lokal ataupun nasional.***
ADVERTISEMENT