Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Mengungkap Masa Lampau melalui Koleksi Ilmiah Indonesia dengan Scientific Dating
26 Februari 2025 16:36 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Deden Sumirat Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

BRIN dan Koleksi Ilmiah yang Menyimpan Jejak Peradaban
ADVERTISEMENT
Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah (DPKI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berada di garis depan dalam melestarikan dan mengelola koleksi ilmiah Indonesia (Gambar 1). Di antara banyak spesimen, koleksi termasuk biodiversitas seperti botani, zoologi (Gambar 2), mikroorganisme, dan bank biji. Tidak hanya itu, BRIN juga mengelola koleksi non-hayati seperti artefak arkeologi, spesimen geologi, material budaya dan manuskrip kuno (Gambar 3). Semua koleksi ilmiah tersebut sebagian besar disimpan di Gedung keanekaragaman hayati Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno BRIN Cibinong (Gambar 4). Setiap koleksi ini merupakan aset nasional yang menyimpan cerita unik tentang sejarah alam dan manusia.
Koleksi biodiversitas berfungsi sebagai sumber informasi penting untuk memahami evolusi ekosistem Indonesia. Misalnya, Xylarium (koleksi kayu) dan bank biji tidak hanya mencatat keragaman tumbuhan, tetapi juga berfungsi sebagai basis untuk penelitian konservasi dan mitigasi perubahan iklim. Koleksi zoologi dan mikroorganisme membantu peneliti melacak pola migrasi spesies dan potensi pengobatan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Di sisi non-hayati, artefak arkeologi seperti prasasti, peralatan kuno, dan struktur bangunan purba menjadi jendela untuk mempelajari peradaban masa lalu. Koleksi geodiversitas, seperti batuan dan mineral, membantu ilmuwan merekonstruksi sejarah geologi Indonesia. Dengan teknologi mutakhir, tugas BRIN memastikan koleksi ini tidak hanya menjadi “arsip mati”, tetapi sumber data dinamis yang terus dikembangkan.
Scientific Dating: Bukan Sekedar Penentuan Usia
Scientific dating atau penanggalan ilmiah adalah metode yang menggunakan berbagai teknik untuk menentukan usia objek atau peristiwa secara ilmiah. Metode ini diterapkan di bidang arkeologi, geologi, hingga forensik, dengan dua pendekatan utama: absolute dating (penanggalan absolut) yang memberikan angka tahun spesifik, dan relative dating (penanggalan relatif) yang menentukan urutan kejadian tanpa angka pasti (Gambar 5). Contohnya, lapisan tanah di dekat permukaan biasanya lebih muda daripada lapisan yang lebih dalam—prinsip dasar dalam stratigrafi.
Di antara pendekatan absolute dating, radiocarbon dating (penanggalan radiokarbon) adalah yang paling populer dan banyak digunakan. Metode ini mengukur peluruhan karbon-14 pada material organik seperti tulang atau kayu untuk mengetahui berapa lama objek tersebut terkubur. Sementara itu, dendrokronologi memanfaatkan pola cincin tahunan pada batang pohon untuk menentukan usia kayu dengan presisi hingga ke tingkat musim. Teknik lain seperti paleomagnetisme menganalisis orientasi magnetik pada mineral batuan untuk merekam perubahan medan magnet bumi, sedangkan thermoluminescence mengukur akumulasi radiasi pada material seperti gerabah atau sedimen untuk memperkirakan waktu paparan terakhir terhadap panas atau cahaya.
ADVERTISEMENT
Radiocarbon dating adalah metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan usia material organik hingga 62.000 tahun. Namun, visi BRIN kedepannya teknologi ini tidak hanya sekadar mengungkap usia, tetapi juga memverifikasi keaslian artefak dan memvalidasi kaitan sampel dengan aktivitas manusia. Proses ini melibatkan analisis isotop karbon-14 yang tersisa dalam material, seperti tulang, kayu, atau arang. Aplikasinya pun meluas ke berbagai disiplin misalnya sebagai berikut: di bidang geologi untuk meneliti sedimen purba, pada arkeologi untuk mengungkap usia situs kuno, pada bidang hidrogeologi melacak aliran air tanah, sedangkan pada klimatologi merekonstruksi perubahan iklim, serta di oseanologi dan paleontologi untuk mempelajari sejarah kehidupan laut.
Namun, scientific dating jauh lebih luas dari sekadar radiokarbon. BRIN kedepannya akan memanfaatkan beragam teknik penanggalan. Teknik pertama chronometric dating, teknik ini adalah metode penanggalan yang mengukur waktu secara kuantitatif seperti uranium-thorium dating untuk material karbonat (stalagmit, karang) dengan rentang usia hingga 500.000 tahun, dan potassium-argon dating untuk batuan vulkanik yang mampu menjangkau usia miliaran tahun. Teknik-teknik ini termasuk dalam kategori absolute dating, yang memberikan angka tahun spesifik, berbeda dengan relative dating yang hanya menentukan urutan kejadian.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks geochronology (penentuan usia geologi), peneliti di dunia menggunakan kombinasi metode radiometrik seperti argon-argon dating dan fission track dating untuk merekonstruksi sejarah vulkanisme dan tektonik di Indonesia. Misalnya, batuan dari Gunung Tambora dan Toba dianalisis untuk memahami siklus erupsi purba. Sementara itu, archaeological dating memadukan pendekatan multidisiplin seperti: thermoluminescence (TL) digunakan untuk meneliti usia gerabah dengan mengukur cahaya yang dilepaskan saat material dipanaskan, sedangkan optically stimulated luminescence (OSL) diterapkan pada sedimen untuk mengetahui kapan lapisan tanah terakhir kali terpapar sinar matahari.
Di sisi lain, teknik berbasis laser seperti laser ablation uranium-thorium dating digunakan untuk menganalisis lapisan pertumbuhan karang atau speleothem (endapan gua) dengan resolusi tinggi, mengungkap perubahan iklim tahunan selama ribuan tahun. Penelitian lainnya yang penanggalannya menggunakan laser adalah penelitian lukisan tertua dunia yang ditemukan di gua Sulawesi Selatan. Umur lukisan tersebut ditaksir menggunakan metode baru, yaitu memotong bagian kecil dari lukisan tersebut menggunakan laser. Lukisan babi hutan dan tiga figur menyerupai manusia itu diperkirakan berusia setidaknya 51.200 tahun, atau 5.000 tahun lebih tua dibandingkan lukisan gua tertua sebelumnya yang juga ditemukan di Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Potensi riset di Indonesia kedepannya akan mengintegrasikan berbagai Teknik, contohnya seperti dendrokronologi (penanggalan cincin pohon) dengan radiokarbon untuk kalibrasi kurva waktu yang lebih akurat, khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia yang memiliki kayu endemik seperti jati dan ulin. Selain itu, metode radiocarbon wiggle-matching diterapkan pada sampel kayu dari candi-candi kuno untuk menyelaraskan data radiokarbon dengan catatan sejarah. Pendekatan ini membantu memastikan apakah usia kayu sesuai dengan periode pembangunan candi yang tercatat dalam prasasti.
Dalam penelitian paleoantropologi, kombinasi electron spin resonance (ESR) dan uranium-series dating digunakan untuk meneliti fosil hominid seperti Homo floresiensis. ESR mengukur akumulasi radiasi dalam gigi atau tulang, sementara uranium-series dating menganalisis rasio isotop uranium dalam lapisan sedimen tempat fosil ditemukan. Integrasi ini memastikan hasil penanggalan lebih robust, terutama untuk sampel yang rentan kontaminasi.
ADVERTISEMENT
Studi komprehensif oleh Kaharudin (2020) mengungkapkan bahwa metode penanggalan di situs arkeologi Indonesia, terutama gua dan tempat perlindungan batu, didominasi oleh radiocarbon dating. Dari 99 situs yang diteliti, sebanyak 81 situs menggunakan radiocarbon, 17 situs menggunakan uranium-series (U-Series), dan hanya 1 situs yang menggunakan kombinasi U-Series dengan electron spin resonance (ESR) (Gambar 6). Data ini menunjukkan bahwa radiocarbon masih menjadi pilihan utama selain karena biaya lebih terjangkau, dan juga karena kemampuannya menangani material organik seperti tulang, arang, dan serat tumbuhan yang banyak ditemukan di situs-situs tersebut.
Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah sebagian besar analisis radiokarbon masih dilakukan di luar negeri. Fasilitas teknologi mutakhir seperti Accelerator Mass Spectrometry (AMS) di Indonesia masih terbatas, sehingga sampel harus dikirim ke laboratorium di Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, atau Eropa. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya dan waktu penelitian, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan sampel selama pengiriman. Oleh karena itu, pengembangan fasilitas AMS di Indonesia menjadi prioritas BRIN di Tahun 2027 untuk memastikan kemandirian penelitian arkeologi Indonesia (BRIN, 2023).
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan kekayaan teknik scientific dating, BRIN kedepannya tidak hanya menjawab pertanyaan "berapa usia benda ini?" tetapi juga "bagaimana benda ini terkait dengan sejarah alam dan manusia?". Setiap metode saling melengkapi, membentuk mozaik kronologis yang akurat dan multidisiplin—mulai dari arkeologi hingga ilmu bumi—untuk melestarikan dan memahami warisan ilmiah Indonesia secara holistik.
Kasus Gunung Padang: Pelajaran Berharga tentang Validasi Data
Pada tahun 2023, komunitas ilmiah terutama yang bergerak di bidang arkeologi di seluruh dunia, dibuat cukup heboh oleh pencabutan studi internasional mengenai situs Gunung Padang, situs yang diklaim adalah piramida berusia sembilan ribu tahun (Gambar 7). Penelitian ini cukup menghebohkan karena didasarkan pada pengambilan dan penelitian sampel tanah yang diklaim berusia dua puluh tujuh ribu tahun. Sayangnya, klaim ini ditolak karena didasarkan pada pengambilan bukti sejumlah manusia tidak ada kegiatan seperti untuk alat atau struktur buatan (Redaksi KumparanSAINS, 2024).
Penyebab utama pencabutan artikel jurnal ilmiah ini adalah asumsi bahwa usia tanah otomatis mencerminkan usia struktur piramida. Pakar juga menyatakan bahwa tanah organik bisa terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia. Tanpa adanya artefak pendukung, seperti perkakas atau bekas bangunan, hasil carbon dating tidak bisa dijadikan bukti tunggal. Kasus ini menjadi contoh nyata betapa pentingnya pendekatan holistik dalam penelitian arkeologi.
ADVERTISEMENT
Kedepannya BRIN mengambil pelajaran berharga dari kasus ini. Kini, setiap penggunaan carbon dating wajib disertai analisis kontekstual, seperti pemeriksaan lapisan tanah, pencarian artefak pendamping, dan kolaborasi multidisiplin. Langkah ini memastikan hasil penelitian tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga relevan secara historis.
Peningkatan Akurasi Penanggalan berbasis Teknologi Mutakhir
ADVERTISEMENT
Untuk meminimalisir kesalahan seperti kasus Gunung Padang, BRIN akan mengembangkan teknologi Accelerator Mass Spectrometry (AMS). Fasilitas AMS yang akan dibangun di Jakarta ini mampu menganalisis sampel berukuran mikrogram dengan presisi tinggi (Gambar 8). Teknologi ini mempercepat proses penanggalan dan mengurangi risiko kontaminasi sampel, yang sering menjadi masalah dalam penelitian konvensional.
Teknologi mutakhir seperti AMS dapat meningkatkan presisi penanggalan dengan menganalisis sampel berukuran mikrogram, seperti serbuk kayu dari artefak kuno atau serpihan tulang manusia purba. AMS menjadi solusi krusial untuk koleksi langka yang membutuhkan preservasi. Contohnya, manuskrip kuno dari abad ke-15 sering kali hanya menyisakan fragmen kertas atau tinta organik seberat kurang dari 5 gram. Metode radiometrik konvensional seperti Carbosorb (yang memerlukan sampel minimal 5 gram) tidak cocok karena mengharuskan sampel dibakar sepenuhnya menjadi CO₂—proses yang merusak dan tidak feasible untuk artefak bernilai tinggi. Sebaliknya, AMS hanya membutuhkan 1 mg - 1 gram sampel, memungkinkan analisis tanpa menghabiskan material. Best practice-nya adalah memilih AMS untuk sampel kecil atau rapuh, sementara metode konvensional digunakan pada material yang lebih melimpah seperti kayu dari situs prasejarah.
Tak hanya AMS, visi BRIN kedepannya juga akan mengintegrasikan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam analisis scientific dating. Dengan bantuan AI, proses analisis dapat dilakukan lebih cepat dan akurat, memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi pola serta anomali dalam data penanggalan dengan lebih efisien. AI juga dapat membantu dalam interpretasi hasil radiocarbon dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dan kemungkinan kontaminasi. Kombinasi teknologi AMS dan AI ini diharapkan dapat meningkatkan validitas hasil penelitian, terutama dalam mengungkap kronologi artefak dan situs arkeologi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dukungan fasilitas pendukung seperti Quantulus untuk radiocarbon di kampus BRIN Jakarta, XRF di Bandung, dan iradiator gamma di Serpong semakin memperkuat kapasitas BRIN. Teknologi ini tidak hanya untuk penanggalan, tetapi juga preservasi koleksi, seperti sterilisasi artefak kayu dari hama tanpa merusak strukturnya.
Lebih jauh, BRIN berencana menjalin kerja sama dengan berbagai institusi dalam dan luar negeri untuk memperluas cakupan penelitian scientific dating. Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan standar dan metodologi yang digunakan dalam penanggalan ilmiah di Indonesia dapat semakin diakui secara global. Selain itu, hasil penelitian yang lebih akurat akan berkontribusi pada pemahaman sejarah Nusantara yang lebih mendalam, baik dalam konteks arkeologi, geologi, maupun ilmu lingkungan.
Dari Tsunami Aceh hingga Manuskrip Kuno: Aplikasi dan Potensi Carbon Dating di Indonesia
Pada tahun 2008, penelitian tsunami Aceh menggunakan carbon dating berhasil mengungkap jejak bencana serupa yang terjadi ribuan tahun lalu. Dengan menganalisis serat tumbuhan dan cangkang hewan dalam lapisan sedimen, peneliti menemukan pola tsunami berulang setiap 500-700 tahun. Temuan ini menjadi dasar untuk menyusun sistem peringatan dini yang lebih akurat.
ADVERTISEMENT
Bahkan penelitian Akbar (2023) mengungkapkan klasifikasi unik terkait sedimen tsunami di Indonesia. Faktor geologi di Indonesia berkontribusi terhadap potensi tsunami yang signifikan, sehingga meningkatkan risiko di beberapa wilayah dengan karakteristik geologi tertentu. Studi mengenai sedimen tsunami tidak hanya mengidentifikasi jejak tsunami masa lalu, tetapi juga memberikan wawasan tentang perubahan iklim berdasarkan fosil yang terkandung dalam sedimen tersebut.
Fosil dalam sedimen tsunami dapat diklasifikasikan menjadi flora dan fauna, yang memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan di masa lampau. Misalnya, penelitian pada tahun 2020 yang menggunakan metode radiocarbon dating pada fosil moluska untuk memperkirakan usia tsunami di wilayah Barat Daya Sumatera. Fosil moluska yang ditemukan di daratan, yang dulunya merupakan bagian dari laut, membantu dalam menentukan waktu dan intensitas tsunami.
ADVERTISEMENT
Selain itu, telah dilakukan juga penelitian pada tahun 2020 menyoroti dampak perubahan iklim terhadap kejadian tsunami di Indonesia. Dengan menganalisis inti sedimen dari wilayah pesisir yang terdampak tsunami, mereka mengamati perubahan materi organik seperti serbuk sari dan diatom. Melalui metode carbon dan analisis mikrofosil, penelitian ini merekonstruksi kondisi iklim masa lalu serta mengidentifikasi periode peningkatan aktivitas tsunami yang berkaitan dengan variasi iklim.
Tak hanya itu, carbon dating juga digunakan untuk mempelajari migrasi manusia purba di Papua dan Sulawesi. Dengan meneliti tulang dan alat batu, peneliti Indonesia menemukan bukti hunian manusia di wilayah tersebut sejak 40.000 tahun lalu. Data ini mengubah peta migrasi global dan menegaskan peran Nusantara sebagai “jembatan peradaban” sejak zaman prasejarah.
ADVERTISEMENT
Carbon Dating dan Artificial Intelligence (AI): Revolusi Baru dalam Penanggalan Ilmiah
Penggunaan AI dalam carbon dating membuka babak baru dalam penelitian arkeologi dan biologi. Salah satu terobosan adalah metode Temporal Population Structure (TPS) yang dikembangkan Lund University. Dengan mempelajari perubahan frekuensi alel genetik dari ribuan genom kuno, AI dapat memprediksi usia sampel biologis tanpa bergantung sepenuhnya pada radiokarbon.
Metode TPS menggunakan AI untuk menganalisis data genomik kuno seperti penelitian yang sudah dilakukan di Lund University oleh Behnamian (2022). Dengan “melatih” AI pada ribuan sampel DNA, sistem ini bisa memprediksi usia material biologis dengan deviasi hanya 30 tahun. Pendekatan ini melengkapi radiokarbon tradisional, terutama saat sampel sulit dikalibrasi. Tim peneliti Lund University mengembangkan TPS untuk penanggalan berbasis DNA untuk genom yang berasal dari periode Mesolitikum Akhir hingga masa kini, dan menerapkannya pada 3.591 individu kuno dan 1.307 individu modern dari Eurasia (Gambar 9). Prediksi TPS sesuai dengan tanggal yang sudah diketahui dan mampu memperhitungkan hubungan kekerabatan dengan tepat.
Contoh lain adalah model Enoch yang diteliti oleh Popović (2024) diterapkan pada Naskah Laut Mati. Enoch menggabungkan data radiocarbon dengan analisis gaya tulisan menggunakan machine learning. Hasilnya, usia naskah bisa diprediksi dengan deviasi hanya 27-30 tahun dari penanggalan konvensional. Pendekatan ini sangat berguna ketika sampel radiocarbon terbatas atau terkontaminasi.
ADVERTISEMENT
Gambar 10 menunjukkan Gambaran umum perkiraan usia manuskrip berdasarkan empat sumber informasi dan satu referensi kalender. Rentang perkiraan berdasarkan radiocarbon (14C) ditunjukkan dengan warna biru, analisis tulisan tangan (paleografi) dengan warna merah, informasi sejarah dengan warna hitam, dan prediksi berdasarkan kecerdasan buatan (AI) dengan warna hijau. Sumbu vertikal menunjukkan kode manuskrip, sementara sumbu horizontal menunjukkan tahun, dengan angka negatif menandakan BCE (Sebelum Masehi) dan angka positif menandakan CE (Masehi).
Gambar 10 ini membandingkan berbagai cara dalam menentukan usia manuskrip kuno. Metode radiocarbon dan AI cenderung memperkirakan manuskrip ini lebih tua dibandingkan dengan metode analisis tulisan tangan. Prediksi AI lebih mendekati hasil radiokarbon, yang menunjukkan bahwa AI bisa menjadi alat yang bermanfaat dalam menentukan usia manuskrip kuno. Namun, ada beberapa pengecualian di mana analisis tulisan tangan memberikan usia yang lebih tua dari metode lain.
AI juga membantu memperbaiki kurva kalibrasi radiocarbon. Selama ini, fluktuasi kadar karbon-14 di atmosfer akibat aktivitas matahari atau uji nuklir membuat kalibrasi manual rentan kesalahan. Dengan algoritma AI, kurva ini dapat disesuaikan secara dinamis, meningkatkan akurasi penanggalan hingga 15%.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, peneliti dapat mengadopsi teknologi ini untuk meneliti manuskrip kuno nusantara. Misalnya, AI digunakan untuk menganalisis tinta dan serat kertas naskah kuno, lalu membandingkannya dengan data radiocarbon. Metode Enoch ini juga dapat digunakan untuk menganalisis gaya tulisan dan kondisi fisik naskah untuk memprediksi usia. Hasilnya dibandingkan dengan penanggalan radiocarbon, sehingga deviasi usia bisa ditekan hingga 27 tahun. Pendekatan ini sangat berpotensi untuk membantu melacak perkembangan bahasa dan budaya di Indonesia.
Kolaborasi ini memastikan hasil penelitian lebih komprehensif. Kedepan, integrasi AI dan radiocarbon dating diharapkan akan menjadi topik penelitian yang potensial berkembang di Indonesia. Dengan menggabungkan kekuatan data genomik, material, dan konteks budaya, Indonesia bisa menjadi pusat studi peradaban kuno di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Database Radiocarbon: Teknologi & Kolaborasi Global
ADVERTISEMENT
Database radiocarbon adalah kunci untuk membuka potensi penelitian kolaboratif. BRIN berencana membangun sistem database yang menggabungkan teknologi relevan seperti database relational, NoSQL, dan graph database. Contohnya, graph database seperti Neo4j akan memetakan hubungan antar artefak, sementara time-series database seperti InfluxDB akan merekam perubahan iklim berdasarkan data sedimen.
Di tingkat global, proyek seperti XRONOS (Gambar 11) dan Czech Archaeological Radiocarbon Database (Gambar 12) dapat menjadi inspirasi. XRONOS, misalnya, menyatukan data radiocarbon dari seluruh dunia dalam platform terbuka. Sementara database Negara Ceko menggunakan graph database dan platform open-source bernama Deposit (https://github.com/demjanp/deposit) untuk menghubungkan ribuan sampel arkeologi dengan metadata lengkap.
BRIN kedepannya juga berpotensi mengadopsi kerangka ontologi seperti Darwin Core untuk biodiversitas dan CIDOC-CRM untuk arkeologi. Ontologi ini memastikan data aset nasional kompatibel dengan platform global seperti GBIF (Global Biodiversity Information Facility) dan OpenAtlas. Misalnya, data spesimen kayu dari Jawa bisa langsung dibandingkan dengan koleksi serupa di Amazon melalui standar Darwin Core.
ADVERTISEMENT
Untuk geodiversitas, peneliti Indonesia kedepannya harus mengembangkan ontologi khusus seperti Critical Minerals Ontology (CMO) yang fokus pada mineral strategis. Ontologi ini bertujuan membantu peneliti melacak distribusi mineral langka di Indonesia dan kaitannya dengan aktivitas manusia purba.
Kolaborasi dengan proyek global seperti Aotearoa New Zealand Radiocarbon Database kedepannya juga harus dijajaki. Database ini menggunakan sistem geospasial interaktif untuk memvisualisasikan migrasi manusia di Pasifik. Peneliti Indonesia kedepannya berpotensi menerapkan pendekatan serupa contohnya untuk memetakan pergerakan nenek moyang di Nusantara.
Implikasi Strategis: BRIN sebagai Lembaga Riset Kelas Dunia
Fokus BRIN kedepan pada pengembangan scientific dating dan databasenya membawa implikasi strategis bagi Indonesia. Pertama, koleksi ilmiah nasional yang semula terfragmentasi kini terintegrasi dalam sistem terpadu. Integrasi ini memudahkan peneliti lintas disiplin, seperti arkeolog dan klimatolog, untuk mengakses data dari satu platform.
ADVERTISEMENT
Kedua, akurasi penelitian meningkat signifikan. Dengan AMS dan AI, BRIN kedepannya dapat melakukan verifikasi usia artefak langka secara lebih presisi. Hasil ini memperkuat klaim Indonesia dalam kajian sejarah global, seperti migrasi manusia atau persebaran budaya.
Ketiga, kolaborasi internasional semakin terbuka. Database berbasis ontologi standar global memungkinkan peneliti BRIN terlibat dalam proyek seperti studi tsunami purba di Pasifik atau rekonstruksi perdagangan rempah Nusantara. Data radiocarbon dari situs Banda Neira, misalnya, bisa dikaitkan dengan temuan gerabah di Tiongkok untuk melacak jalur rempah abad ke-13.
Keempat, publik mendapatkan akses edukasi yang lebih luas. Kedepannya diperlukan adanya portal interaktif tempat masyarakat bisa menjelajahi usia artefak museum favorit mereka atau melacak sejarah bencana alam di daerahnya melalui data radiocarbon. Terakhir, pengembangan ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam ilmu pengetahuan global. Dengan kekayaan biodiversitas dan geodiversitas tertinggi kedua di dunia, BRIN memiliki modal besar untuk menjadi rujukan studi peradaban, perubahan iklim, dan mitigasi bencana berbasis data ilmiah.
ADVERTISEMENT
BRIN tidak hanya menjaga warisan masa lalu, tetapi juga membangun pondasi untuk masa depan. Melalui scientific dating, AI, dan database mutakhir, setiap koleksi ilmiah menjadi puzzle yang menyusun cerita besar tentang Indonesia. Dari Gunung Padang hingga manuskrip kuno, teknologi ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan adalah jembatan antara identitas bangsa dan inovasi global.
Referensi
Akbar, M. A., Muhni, A., Rifqan, R., Gunarsih, D., & Rahmatillah, L. F. (2023). PEMANFAATAN METODE RADIOCARBON DATING DALAM PENELITIAN TSUNAMI DAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA. ARMADA: Jurnal Penelitian Multidisiplin, 1(6), 508–515.
Behnamian, S., Esposito, U., Holland, G., Alshehab, G., Dobre, A. M., Pirooznia, M., Brimacombe, C. S., & Elhaik, E. (2022). Temporal population structure, a genetic dating method for ancient Eurasian genomes from the past 10,000 years. Cell Reports Methods, 2(8).
ADVERTISEMENT
BRIN. (2023). Mengenal Radiocarbon Dating untuk Perkirakan Usia Benda Purba. Berita. https://www.brin.go.id/news/111334/mengenal-radiocarbon-dating-untuk-perkirakan-usia-benda-purba
Kaharudin, H. A. F., Alifah, A., Ramadhan, L., & Kealy, S. (2020). A review of archaeological dating efforts at cave and rockshelter sites in the Indonesian Archipelago. Journal of Indo-Pacific Archaeology, 44, 80–112.
Popović, M., Dhali, M. A., Schomaker, L., van der Plicht, J., Rasmussen, K. L., La Nasa, J., Degano, I., Colombini, M. P., & Tigchelaar, E. (2024). Dating ancient manuscripts using radiocarbon and AI-based writing style analysis. ArXiv Preprint ArXiv:2407.12013.
Redaksi KumparanSAINS. (2024). Jurnal Ilmiah Hapus Studi yang Klaim Manusia Bangun Situs Gunung Padang. Tekno & Sains. https://kumparan.com/kumparansains/jurnal-ilmiah-hapus-studi-yang-klaim-manusia-bangun-situs-gunung-padang-22OMv7pKl2a/full