Konten dari Pengguna

Mengajari Anak Usia Baligh untuk Sholat Lima Waktu: Panduan untuk Orang Tua

Eva Zulfa Alawiyah
Seorang Ibu dua anak yang suka menuliskan apa yang dipikirkannya
5 September 2024 17:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eva Zulfa Alawiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ibu yang mengajari anaknya sholat. foto/istock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ibu yang mengajari anaknya sholat. foto/istock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di suatu pagi yang cerah, Ani, seorang ibu dari dua anak, merasa sedikit gugup namun juga penuh semangat. Putrinya, Zara, baru saja menginjak usia baligh, dan Ani tahu inilah saat yang tepat untuk mulai membimbing Zara dalam menjalankan kewajiban sholat lima waktu. Ini adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan dan kegembiraan, dan Ani ingin memastikan bahwa Zara menjalankan ibadah ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Apalagi Ani menyadari bahwa sebentar lagi Zara akan segera memasuki masa pra- remaja, sehingga Ani harus benar- benar mempersiapkan Zara untuk menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan-Nya, seperti apapun keadaannya dan dimanapun ia berada kelak.
ADVERTISEMENT

1. Menjelaskan Pentingnya Sholat

Pada suatu sore, Ani duduk bersama Zara di ruang tamu, yang sudah dipenuhi dengan aroma kopi dan kue kering. Zara sedang asyik dengan smartphone-nya, sementara Ani merapikan beberapa buku di meja. Ani memutuskan bahwa inilah waktu yang tepat untuk memulai percakapan penting.
"Zara," kata Ani lembut, "kamu tahu tidak, sholat itu penting banget dalam agama kita. Selain sebagai kewajiban, sholat juga bikin kita lebih dekat sama Allah dan bikin hati kita lebih tenang."
Zara menatap ibunya dengan penasaran, sementara Ani melanjutkan, "Allah bilang di dalam Al-Qur'an, ‘Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku’ (QS. Al-Baqarah: 43). Sholat itu bukan cuma gerakan, tapi juga cara kita mengingat dan berdoa kepada-Nya."
ADVERTISEMENT

2. Menjadi Contoh yang Baik

Hari demi hari, Ani terus berusaha menjadi contoh yang baik. Setiap kali adzan berkumandang, Ani akan segera mengambil wudhu dan mulai sholat. Zara sering melihat ibunya menunaikan sholat dengan khusyuk. Kadang, Ani juga mengajak Zara untuk bergabung, meski Zara hanya duduk di sampingnya, menonton dengan penuh rasa ingin tahu.
Suatu malam, Ani dengan sabar menjelaskan kepada Zara saat mereka sholat berjamaah, "Lihat, Zara, sholat ini adalah cara kita berkomunikasi dengan Allah. Dan ketika kita melakukannya secara konsisten, kita menunjukkan betapa pentingnya ibadah ini bagi kita."

3. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung

Ani tahu bahwa lingkungan sangat mempengaruhi semangat Zara. Jadi, Ani memastikan bahwa area sholat di rumah selalu bersih dan nyaman. Mereka memasang sajadah baru dan menata tempat sholat dengan indah. Ani juga mendaftarkan Zara di kelas agama di masjid setempat.
ADVERTISEMENT
Suatu pagi, setelah mengikuti kelas agama, Zara pulang dengan wajah berseri. "Ibu, aku belajar banyak tentang sholat hari ini. Aku merasa lebih mengerti sekarang," kata Zara dengan semangat. Ani merasa bahagia melihat anaknya mulai merasakan manfaat dari apa yang diajarkan.

4. Mengajarkan Tata Cara Sholat dengan Santai

Ketika Zara mulai menunjukkan ketertarikan yang lebih besar, Ani mulai mengajarinya tata cara sholat secara lebih detail. Mereka duduk bersama di ruang tamu, dengan sajadah terbentang di depan mereka. Ani dengan sabar menunjukkan setiap gerakan dan bacaan, sementara Zara mencoba menirunya.
"Pertama, kita mulai dengan niat, kemudian takbiratul ihram," kata Ani sambil menunjukkan gerakan. Zara mengikuti dengan cermat, walau kadang harus mengulang beberapa kali. Ani tidak pernah kehilangan kesabaran, selalu memberikan pujian setiap kali Zara melakukan gerakan dengan benar.
ADVERTISEMENT

5. Memberikan Motivasi dan Dukungan Positif

Setiap kali Zara berhasil melaksanakan sholat dengan baik, Ani memberi pujian dan hadiah kecil sebagai bentuk apresiasi. "Kamu melakukan sholat dengan sangat baik hari ini, Zara! Ibu sangat bangga," kata Ani sambil memberikan sepotong cokelat kesukaan Zara.
"Terima kasih, Ibu. Aku merasa senang dan lebih dekat dengan Allah," balas Zara dengan penuh rasa syukur.

6. Mengatasi Tantangan Bersama

Tak selamanya perjalanan ini mulus. Kadang-kadang Zara merasa malas atau bingung dengan waktu sholat. Suatu hari, Zara mengeluh tentang sulitnya menjaga konsistensi sholat di tengah jadwal sekolah yang padat. Ani duduk bersama Zara, mendengarkan keluhannya, dan bersama-sama mereka mencari solusi.
"Bagaimana kalau kita buat jadwal sholat yang bisa kita ikuti bersama? Dengan begitu, kita bisa saling mengingatkan," usul Ani. Zara setuju dan mereka bersama-sama membuat jadwal sholat yang terintegrasi dengan kegiatan harian mereka.
ADVERTISEMENT

7. Mengajarkan Makna Bacaan Sholat

Ani juga ingin Zara memahami makna dari doa dan bacaan dalam sholat. Suatu malam, saat mereka duduk santai setelah sholat, Ani mulai menjelaskan arti dari setiap doa yang dibaca selama sholat.
"Zara, ketika kita membaca ‘Al-Fatihah’, kita meminta petunjuk dan bimbingan dari Allah. Setiap bacaan memiliki makna dan tujuan tersendiri," jelas Ani. Zara mendengarkan dengan penuh perhatian, dan terlihat jelas bahwa pemahaman baru ini membuatnya lebih merasa terhubung dengan ibadah sholat.
Proses mengajari Zara untuk sholat lima waktu bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi penuh dengan momen berharga. Dengan menjelaskan pentingnya sholat, menjadi contoh yang baik, menciptakan lingkungan yang mendukung, dan memberikan motivasi serta dukungan, Ani berhasil membimbing Zara untuk menjalankan sholat dengan penuh kesadaran. Melihat Zara tumbuh menjadi pribadi yang taat dan penuh pengertian, Ani merasa sangat bersyukur atas usaha dan kerja keras mereka bersama. Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi orang tua lain dalam membimbing anak-anak mereka menuju ketaatan dalam beribadah.
ADVERTISEMENT