news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita di Akhir Februari

Defatwa Aulia
Mahasiswa Universitas Pamulang, prodi Sastra Indonesia.
Konten dari Pengguna
28 Februari 2023 18:07 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Defatwa Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/jepang-osaka-malam-asia-tengara-2014619/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/jepang-osaka-malam-asia-tengara-2014619/
ADVERTISEMENT
Hai sobat, bagaimana ceritamu di Bulan Februari?
Dengarkan sedikit ceritaku pada Februari tentang aksara ya.
ADVERTISEMENT
Awal Februari rasanya biasa saja tidak ada rasa kendati apa pun di dalamnya, semua baik-baik saja. Namun, di akhir Februari saya sedikit gelisah tak karuan. Bagaimana tidak? Aksara tidak baik-baik saja, lebih tepatnya 'kita'. Bingung aku dibuatnya, padahal memang sudah biasa seperti ini. Namun, tetap saja bagiku ini membuat gelisah. Di tambah rasa cemas dan takut yang masih mendominasi menjalar di setiap tubuhku.
Kenapa hal baik-baik selalu lepas dalam sekejap? Apa aku terlalu berlebih atau memang sudah takdir tuhan? Ah, rasanya membuat aku makin pusing.
Cuaca pagi ini sama seperti hari sebelumnya, hujan masih mengguyur Kota Jakarta ini. Seakan saksi dan mengerti tentang keadaan ku saat ini. Riuhnya angin menggetarkan kenyataan bahwa ia sudah tak kunjung datang menghampiri, sejak seminggu lalu. Perdebatan yang tak berbobot menghilangkan dirinya dalam sekejap, namun rasa kehilangannya masih terasa sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Lalu amerta yang ku dapat seperti usai, semangat menjalani hari-hari seperti biasa saja rasanya hilang. Sekejap seperti hilang, sebab kamu. Kamu? Kenapa harus kamu lagi, setiap tulisan yang aku tulis pasti tidak lepas tentang kamu. Kamu seperti penyakit untukku! Namun lagi dan lagi, aku masih terjatuh dengan penyakit sepertimu.
Seperti novel yang ku baca kemarin ada sebuah kutipan yang sama dengan rasaku kali ini, begini isinya:
ADVERTISEMENT
Namun, pada nyatanya aku seperti ranting tanpa dahan di dalamnya.
Aku keliru aksara, sungguh.
Aku merindukanmu.
Kamu sendu. Kamu pilu dalam suka dan dukaku, namun aku tetap terjatuh denganmu. Mata itu tak bisa lepas dari ingatanku.