Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengungkap Fear of Missing Out: Gaya Hidup dan Tren Belanja Anak Muda Indonesia
28 April 2025 15:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Defrisza Shandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah kamu pernah merasa harus membeli sesuatu hanya karena takut ketinggalan suatu trend yang sedang viral atau marak terjadi di lingkungan sekitar? Atau, keinginan untuk memiliki suatu barang agar tetap terhubung dengan teman-teman disekitar? Dalam hal ini, mungkin kamu sedang mengalami suatu gejala Fear of Missing Out, atau saat ini orang-orang menyebutnya dengan sebutan FoMO.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, teknologi sangat cepat berkembang. Tatanan hidup masyarakat, khususnya kehidupan anak muda di Indonesia, telah diubah oleh kemajuan teknologi yang makin berkembang. Teknologi juga mengenalkan anak-anak muda khususnya anak-anak muda Indonesia terhadap barang-barang yang tengah viral dan banyak diburu oleh kalangan anak-anak muda. Hal ini yang menjadikan perilaku sosial Fear of Missing Out muncul. Lalu, apa yang dimaksud dengan Fear of Missing Out? Apa kaitannya gejala FoMO dengan perilaku konsumtif generasi muda Indonesia?
Apa itu Fear of Missing Out (FoMO)?
Fear of Missing Out merupakan salah satu gejala sosial yang sangat relevan dan banyak diketahui oleh kalangan anak muda. Fear of Missing Out atau biasanya generasi muda menyebutnya dengan sebutan FoMO, merupakan suatu situasi di mana seseorang yang merasa cemas karena takutnya akan ketinggalan suatu aktivitas sosial, ataupun trend yang tengah populer di internet ataupun media sosial. Di mana, dalam hal ini mereka mencoba untuk selalu ikut serta dan ingin tahu akan semua trend yang tengah viral di lingkungan masyarakat. FoMO dibagi atas dua elemen utama: a) Kebutuhan yang terus-menerus untuk menjaga hubungan dengan anggota jaringan sosial seseorang, dan b) Ketakutan bahwa orang lain menikmati pengalaman yang memuaskan yang tidak dimiliki seseorang.
ADVERTISEMENT
Untuk alasan apa fenomena FoMO terkait dengan penggunaan media sosial? Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa media sosial menjadi dasar dari keinginan seseorang untuk memiliki sesuatu yang viral, karena mereka memiliki waktu penyebaran yang cepat, yang memungkinkan sesuatu yang viral tersebar ke seluruh dunia. Menurut Tanhan. Fuat et al. (2022), FoMO sering kali terjadi kepada orang-orang yang lebih sering menghabiskan waktu di media sosial dan mencoba untuk selalu terhubung pada media sosial (chronically online). Algoritma yang mendorong konten-konten yang viral dan disajikan oleh influencer meningkatkan hasrat anak muda untuk segera ikut serta dalam memiliki atau mencoba sesuatu yang dirasa merupakan sebuah keharusan agar tetap terhubung dengan lingkungan sosial. Sifat gengsi yang tinggi sering kali menjadi penyebab lain dari individu itu untuk memiliki barang-barang yang populer agar dapat dipamerkan dan meningkatkan citra diri dan identitas sosial mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa FoMO Meningkatkan Perilaku Konsumtif Generasi Muda?
Orang-orang yang merasa mereka harus memiliki barang-barang viral akan segera membeli barang-barang tersebut, untuk tetap modern dan selalu terhubung dan berbaur dengan lingkungan sosial. Hal ini merupakan suatu hal yang dikenal dengan impulse buying atau pembelian secara impuls. Impuls buying merupakan situasi ketika seseorang membeli sesuatu dengan tiba-tiba dan tidak memiliki rencana sebelumnya untuk melakukannya sehingga hal tersebut terjadi di luar rencana pengeluaran uang. Pembelian impulsif didefinisikan oleh Salem (2018) dalam Amelia Wati et al. (2022) sebagai kecenderungan seseorang untuk membeli sesuatu secara spontan, reflek, kurang berpikir, dan segera. Dalam hal ini generasi muda terkhususnya generasi z menjadi salah satu individu yang sering kali terkena impulse buying. Pembelian yang impulsif akan meningkatkan perilaku konsumtif generasi muda.
ADVERTISEMENT
Teori yang berkaitan akan fenomena FoMO yang menciptakan dampak perilaku konsumtif dan adanya pembelian yang impuls dapat dilihat melalui teori identitas sosial yang dikemukakan oleh Tajfel dan Turner,
FoMO menjadi faktor psikologis yang menjadi peran utama dalam mendorong perilaku impuls anak muda. Meskipun bukan penyakit resmi dalam DSM-5 (buku panduan diagnosis gangguan mental), FoMO dianggap sebagai bagian dari kecemasan sosial di era digital. Selalu ingin terikat dengan kelompok sosial juga menjadi pemicu utama seseorang merasakan FoMO, dalam halnya seperti menciptakan tekanan emosional seperti munculnya kecemasan dan trend akibat tidak dapat terpenuhi keinginan untuk mengikuti trend. Munculnya dorongan dan urgensi yang kuat akan kepemilikan barang tersebut, sering kali dirasakan sebagai kesenangan yang hanya muncul sesaat saja. Kesenangan yang muncul sesaat terjadi jika seorang individu hanya merasa senang kepada produk yang mereka beli hanya pada produk tersebut berada ditangan mereka, dan jika produk tersebut terbilang tidak memiliki manfaat pada kehidupan, akan terjadinya penumpukan barang-barang yang tidak berguna di rumah. Di sisi lain, pembelian secara impuls selalu dikaitkan dengan FoMO, karena dalam hal ini mereka berusaha untuk mendapatkan barang tersebut yang akhirnya mendorong mereka untuk membelinya tanpa memikirkan pengeluaran yang mereka lakukan pada keuangan mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, penting sekali untuk semua pemangku kepentingan untuk lebih mengelola dampak dari munculnya FoMO pada psikologis dan finansial. Memberikan kebijakan agar tidak termakan oleh pemasaran yang manipulatif dan melindungi dari eksploitasi digital. Dengan hal ini dapat menciptakan keseimbangan antara ekonomi dan kesejahteraan sosial.