Konten dari Pengguna

Ada Sejak Lama, 5 Gedung Tua yang Jadi Saksi Bisu Sejarah Indonesia

Dekoruma.com
Dekoruma.com is a fast-growing tech start up with a mission to break the highly inefficient home & living industry.
12 April 2019 21:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dekoruma.com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama Indonesia dijajah oleh Belanda, orang-orang Belanda banyak mendirikan gedung yang digunakan sebagai kantor hingga hotel. Seiring berjalannya waktu, beberapa kali gedung-gedung tersebut beralih fungsi atau berganti nama. Tak hanya itu, gedung tua buatan Belanda yang dikenal dengan arsitektur kuat dan tahan lama ini menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa penting selama proses dan pasca kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Gedung-gedung tersebut kini tidak hilang, melainkan menjadi gedung tua yang masih digunakan. Ada yang berfungsi sebagai bank, hotel, hingga destinasi wisata. Simak ulasan mengenai beberapa gedung tua di Indonesia dan asal-usulnya berikut ini.
heritage.kai.id
Kania yakin kalian tidak asing dengan gedung tua yang satu ini. Lawang Sewu merupakan gedung tua yang menjadi ikon kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung tua ini konon memiliki total 1.000 pintu. Lawang Sewu terletak dekat sekali dengan ikon kota Semarang lainnya yaitu Tugu Muda.
Dahulu, Lawang Sewu merupakan kantor perusahaan kereta api swasta milik Belanda yang bernama Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Seiring berjalannya waktu, Lawang Sewu diambil alih oleh Jepang dan digunakan sebagai kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Tak hanya itu, Lawang Sewu menjadi saksi bisu peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang pada 14-19 Oktober 1945. Salah satu lokasi pertempuran berada di depan gedung tua ini.
ADVERTISEMENT
google.com
Gedung tua yang didesain oleh seorang arsitektur Belanda bernama Prof. Klinkhamer, BJ Oendaag ini memiliki dua warna utama, putih dan terakota. Warna putih mendominasi dinding gedung tua ini, sedangkan terakota menjadi pilihan warna atap.
Desain gedung tua ini menyerupai segitiga dengan pusat yang berada di tengah dan memanjang ke sisi kiri kanannya. Di sepanjang gedung tua ini juga dihiasi batuan alam dan dinding warna kuning. Saat ini, Lawang Sewu digunakan sebagai museum PT Kereta Api Indonesia dan selalu ramai terutama saat musim liburan.
kempinski.com
Gedung tua kedua yang akan kita bahas adalah Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Jauh sebelum dioperasikan oleh Kempinski, Hotel Indonesia sudah ada sejak 5 Agustus 1962. Gedung tua ini dibangun untuk menyambut Asian Games IV pada 1962. Dirancang oleh arsitektur asal Amerika Serikat bernama Abel Sorensen beserta istri, keduanya menghasilkan gedung tua yang digunakan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
google.com
Dari luar, gedung tua ini terlihat didominasi oleh jendela warna biru. Di atas gedung terdapat tulisan Hotel Indonesia Kempinski. Di dalamnya terdapat 289 kamar mewah beserta ragam fasilitas mewah selayaknya hotel berbintang lima pada umumnya, seperti kolam renang, restoran, dan lainnya. Posisi Hotel Indonesia Kempinski pun sangat strategis, yaitu di Bundaran HI dan bersebelahan dengan pusat perbelanjaan ternama Jakarta, Grand Indonesia.
google.com
Terletak di Jalan Menteng No.31, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, gedung tua ini jadi saksi bisu kemerdekaan Indonesia. Awalnya, Gedung Joang ’45 merupakan sebuah hotel dengan nama Hotel Schomper di mana banyak pedagang asing dan pejabat Belanda maupun Indonesia menginap. Kemudian, gedung tua ini beralih fungsi berkali-kali, dari markas Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), markas Jawa Hokokai, hingga tempat dibentuknya Laskar Rakjat Djakarta Raja. Di sini pula, para pemuda Indonesia merencanakan penculikan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Gedung Joang ’45 digunakan sebagai museum di mana kamu bisa menemukan banyak barang-barang yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia dulu. Eksterior gedung ini berwarna putih dengan lima pilar yang menjadi penyangga Gedung Joang ’45. Di sebelah kiri kanan pintu utama terdapat patung setengah badan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ditemani dengan dua lemari berisi foto pahlawan Indonesia.
google.com
Nama Hotel Majapahit mungkin terasa asing di telingamu. Jika Kania mengatakan Hotel Yamato, pasti kamu mulai familiar dengan nama ini, bukan? Hotel Majapahit sama dengan Hotel Yamato. Gedung tua ini merupakan saksi bisu peristiwa penyobekan bendera Belanda (merah, putih, dan biru) menjadi bendera Indonesia (merah dan putih) oleh masyarakat Surabaya.
Mulai beroperasi pada 1911, gedung tua ini memiliki nama awal Hotel Oranje yang diprakarsai oleh Lucas Martin Sarkies. Saat penjajahan Jepang, namanya berganti menjadi Hotel Yamato. Tak sampai di situ, gedung tua ini mulai beralih fungsi menjadi markas Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) selama masa peralihan pemerintahan Jepang ke Belanda. Akhirnya pada 1969, gedung tua ini kembali ke fungsi awalnya dan berganti nama menjadi Hotel Majapahit.
ADVERTISEMENT
Identik dengan desain arsitektur lama ala Belanda, eksterior gedung tua ini berwarna putih dengan tulisan Hotel Majapahit berwarna emas. Di kiri dan kanannya terdapat kanopi warna biru dan putih. Di trotoar depan Hotel Majapahit ini pun dihiasi lampu jalan berlekuk-lekuk khas vintage.
google.com
Masuk ke dalam hotel, kamu akan disambut dengan taman hijau yang sangat asri. Taman ini diapit bangunan yang berisi kamar hotel. Sebagian temboknya ada yang berwarna biru dan putih, ada juga yang berhiaskan kaca warna-warni. Bisa dikatakan, kondisi gedung tua ini masih sangat baik karena dirawat dengan baik juga.
flickr.com
Mirip dengan insiden di Hotel Yamato, Gedung BJB juga menjadi saksi bisu perobekan bendera Belanda menjadi bendera Indonesia. Gedung tua yang awalnya bernama De Eerste Nederlandsch Indische Spaarkas (DENIS) ini dirancang oleh Albert Frederik Aalbers. Saat ini, bangunan tersebut menjadi gedung Bank BJB Cabang Utama Bandung.
ADVERTISEMENT
google.com
Bentuk dari gedung tua ini menyerupai kotak dengan pinggiran yang melengkung. Desain seperti ini mampu membuat gedung tua ini terlihat lebih enak dipandang mata dan tidak terlihat kaku. Sebagai pemisah antara jendela satu lantai dengan yang lain, terdapat tembok yang timbul keluar sehingga menciptakan tampilan gedung tua yang berlubang. Tak lupa, terdapat tiang dengan puncaknya yang berwarna putih dan biru.
Sebagai warga negara Indonesia, kita patut bangga atas beberapa peninggalan gedung tua yang dibangun oleh Belanda. Jika tak ada kita yang merawat atau merenovasi ulang, gedung tua ini akan hancur dan nilai sejarahnya pun tak ada. Gedung tua ini pun bisa kita ceritakan kepada anak cucu kita saat kita membagikan kisah kemerdekaan Indonesia. Yuk, terus budayakan gedung tua Indonesia!
ADVERTISEMENT