Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masjid Agung Nur Sulaiman
14 Desember 2022 15:31 WIB
Tulisan dari Delia Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masjid Agung Nur Sulaiman Banyumas merupakan salah satu diantara masjid tertua di wilayah Kabupaten Banyumas. Lokasi masjid berada di sisi sebelah barat Alun-alun Banyumas menghadap ke arah timur, hanya berjarak sekitar 300 meter dari lokasi Pendopo Duplikat Sipanji yang ada di dalam kompleks kantor kecamatan Banyumas.
ADVERTISEMENT
Sejarah dibangunya Masjid Agung Nur Sulaiman menurut takmir masjid sekaligus juru pelihara Djoni Muhammad Fariz mengatakan tidak tau pasti kapan dibangunnya. Namun dapat diperkirakan dengan cara melihat peninggalan jejak sejarah masjid tersebut. Masjid ini menurut Babad Banyumas, kemungkinan sezaman dengan dibangunnya Pendopo Sipanji sebagai pusat pemerintahan lama kabupaten Banyumas. Bersamaan dengan pemerintahan Banyumas pada tahun 1875, dan tidak lama dibangun Masjid Agung Banyumas. Bangunan ini juga dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya karena merupakan peninggalan sejarah saat ibukota kabupaten masih berada di Banyumas atau sebelum dipindah ke Purwokerto.
Perkiraan dibangunya Masjid Agung Nur Sulaiman bersamaan dengan Pendopo Sipanji, alasannya karena pada saat itu status pemerintahan Banyumas masih dalam pengaruh Kerajaan Islam, yang mana pada saat Kerajaan Islam dibangun pemerintahan pastinya tidak lepas dengan dibangunnya tempat peribadahan. Dibangunnya Pendopo Sipanji menurut catatan sejarah pada tahun 1755, kemungkinan setelah itu dibangun Masjid Agung Nur Sulaiman.
ADVERTISEMENT
Peninggalan jejak sejarah ada yang menyebutkan pernah terjadi banjir di Banyumas pada tahun 1861 setinggi 3-4 meter, yang menyebabkan semuanya tenggelam kecuali Masjid Agung Nur Sulaiman dan Pendopo Sipanji yang ada di Purwokerto sekarang. Masjid dan pendopo dijadikan tempat untuk mengungsi dari banjir. Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa masjid ini dibangun antara tahun 1755-1861.
Ada pendapat yang menyampaikan bahwa masjid ini dibangun tahun 1889 tapi pendapat ini kurang tepat karena pada tahun 1861 masjid sudah digunakan untuk mengungsi.
Nama Masjid Agung Nur Sulaiman berasal dari nama dua tokoh yang membangun masjid ini, yaitu arsitek Kyai Nur Daiman I dan penyiar agama yang berdakwah di Masjid Agung, Kyai Nur Sulaiman. Ki Ageng Nur Daiman merupakan Demang pertama Gumelem, Banjarnegara dan selaku arsitek terdahulu. Beliau tidak hanya menjadi arsitek dari Masjid Agung Nur Sulaiman tetapi juga menjadi arsitek dari masjid Cilacap, masjid Purbolinggo, masjid Purwokerto dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Ki Ageng Nur Sulaiman merupakan penghulu pertama di Banyumas yang mana penghulu dahulu tidak hanya mengurus permasalahan agama tetapi juga permasalahan adat dan politik. Berbeda dengan penghulu sekarang yang ada di KUA.
Sebelumnya Masjid Agung Banyumas merupakan masjid Kabupaten, lalu pada tahun 1952 diganti menjadi Masjid Agung Nur Sulaiman yang mana diambil dari dua nama tokoh tersebut.
Masjid Agung Nur Sulaiman menurut pengukuran BPN (Badan Pertahanan Nasional) memiliki luas situs sekitar 5.780 M2 dari luas seluruh pekarangan. Sedangkan bangunan fisiknya untuk serambi memiliki ukuran 22x11 M2 untuk ruang dalam 22x22 M2, jadi untuk luas totalnya sekitar 726 M2.
Masjid ini memiliki ciri khusus karena masjid ini dibangun pada masa kolonial. Bisa dilihat dari arsitekur bangunannya yang didalamnya terdapat perpaduan antara arsitekur tradisional Jawa dan Eropa. Ciri khas dari Eropa sendiri yaitu temboknya tebal dan bangunan dikelilingi oleh pagar keliling juga lantainya tinggi sedangkan untuk ciri khas dari tradisional Jawa bisa dilihat dari atapnya yang berbentuk limas yang terbuat dari kayu. Karena ini bangunan tua dan bangunan kayu maka memiliki banyak perubahan atau perbaikan, yaitu pada tahun 1889 salah satunya mengganti atap sebelumnya terbuat dari anyaman daun tebu kemudian diganti oleh seng gelombang. Lalu pada tahun 1929 lantai masjid yang semula berupa semen telah diganti menjadi tegel.
Hingga kini secara umum bangunan masjid tersebut masih mempertahankan keasliannya tanpa adanya penambahan ornamen baru. Kayu jati masih mendominasi arsitektur utama masjid, dengan jendela dan 12 pilar kayu menopang bangunan utama masjid. Atapnya memiliki celah hawa dan cahaya sebagai ventilasi agar udara segar dan berkas cahaya bisa masuk ke dalam ruangan masjid. Bentuk atap tumpang bersusun Masjid Nur Sulaiman ini merupakan khas Indonesia yang sudah banyak digunakan pada berbagai tempat ibadah sebelum Islam masuk ke Jawa.
ADVERTISEMENT
Pandangan sudut Masjid Nur Sulaiman Banyumas yang memperlihatkan bagian serambi masjid serta bangunan utama dengan atap berbentuk tajug atau limasan tumpang susun tiga dengan puncak berhias mustaka. Tajug adalah atap piramidal atau limas bujur sangkar, dengan dasar persegi empat sama-sisi dan sebuah puncak. Bagian atap paling bawah itu disebut penitih, sedangkan bagian tengahnya disebut pananggap. Diantara atap ini terdapat celah hawa dan cahaya, sehingga udara segar dan berkas cahaya bisa masuk ke dalam ruangan masjid. Bentuk atap tumpang bersusun Masjid Agung Nur Sulaiman ini merupakan budaya asli Indonesia yang disebut meru, dan telah digunakan pada bangunan suci sebelum Islam masuk ke Jawa.
Akses masuk ke serambi masjid pada sisi utara dan selatan berbentuk lengkung dengan sebuah jendela di antaranya. Sementara bagian depan masjid yang menghadap ke timur terbuka tanpa penutup. Kemudian bagian menara menempel pada dinding yang berada di sisi sebelah kanan. Selain itu, keunikan masjid ini juga terletak pada atap mihrab yang terpisah dengan atap bangunan utama. Biasanya, atap mihrab menjadi satu dengan bangunan utama, namun ruang mihrab di masjid ini memiliki atap sendiri.
Ada yang mengatakan bahwa di depan pengimaman tepatnya di luar masjid, terdapat makam Ki Ageng Nur Sulaiman, tetapi hal tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Renovasi pertama masjid ini dilakukan pada tahun 1889, yakni dengan mengganti atap menjadi seng. Seiring berkembangnya waktu, bangunan Masjid Agung Nur Sulaiman terus mengalami perbaikan. Walaupun begitu, masjid cagar budaya ini masih menjaga bentuk dan ornamen aslinya yang masih bisa dilihat hingga sekarang.
Di sebelah kanan serambi akan dijumpai sebuah bedug berukuran besar yang menurut informasi juru pelihara masjid bedug ini masih asli sejak dulu. Dengan didominasi kayu jati dan ukiran-ukiran di bagian tertentu sudut masjid semakin terasa kental suasana bangunan tempo dulu. Total ada 16 tiang penyangga pada masjid bagian dalam, dan 16 tiang di bagian serambi masjid. Pada bagian dalam masjid terdapat mimbar dan maksura yang sudah berumur ratusan tahun. Masjid dikelilingi jendela yang terbuat dari kayu dengan dua pintu baik di serambi maupun pada bagian dalam masjid.
Untuk tempat wudhu wanita berada di sebelah kiri masjid sementara untuk pria berada di kanan masjid dimana masing-masing terdapat sebuah sumur yang sudah termasuk dalam cagar budaya.
Sumur peninggalan ini tidak boleh ditutup dan dibongkar, karena mempunyai alasan tersendiri dan termasuk dalam cagar budaya.
ADVERTISEMENT
Kayu-kayu yang digunakan pada bangunan ini menggunakan kayu jati yang dapat bertahan puluhan tahun lamanya. Pemeliharaan Masjid Agung Nur Sulaiman sendiri dilakukan setiap hari oleh juru pelihara dibantu 2 marbot masjid.
Saat memasuki area halaman masjid, terdapat pohon-pohon yang cukup besar tampak begitu indah. Pepohonan di latar masjid ini termasuk peninggalan, salah satunya pohon pisang kipas yang berada di halaman sebelah selatan yang bisa digunakan untuk obat-obatan. Menurut ceritanya pohon ini tumbuh sendiri yang sudah berusia puluhan tahun sehingga daunnya lebat seperti kipas.
Sementara itu untuk pohon yang lain di sekitar masjid dimunculkan kembali setelah sempat dihilangkan guna mengurangi panas sinar matahari di sekitar masjid.
Masjid Agung Nur Sulaiman ini dibuka 24 jam bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai rest area. Karena masjid ini juga menyediakan tempat untuk menginap para musafir secara gratis. Setiap hari, masjid ini sangat ramai pengunjung, khususnya untuk para pelajar sekolah seperti pelajar MTs. Masjid ini memiliki halaman yang luas untuk parkir beberapa kendaraan seperti motor, mobil, bahkan bus besar yang berasal dari luar kota. Dengan begitu membuat para jamaah menjadi lebih nyaman berada di masjid ini.
Peninggalan di masjid ini salah satunya yaitu artefak, dan terdapat juga peninggalan bedug dan kentongan yang di atasnya gantungan bedugnya terdapat prasasti bertuliskan angka Arab yang kalau di masehi kan menurut para ahli 1890 M. Kemungkinan tahun itu menunjukkan masjid ini dibangun atau dibentuknya bedug ini. Peletakan bedug ini tidak hanya di satu tempat melainkan sudah berkali-kali dipindahkan tidak hanya dalam satu posisi.
Peninggalan selanjutnya yaitu mimbar yang sampai sekarang masih dipakai untuk khutbah. Di samping mimbar terdapat maksuro yang dulu digunakan untuk khusus salat pejabat pertama bupati dahulu yang sekarang di alih fungsikan menjadi tempat Bilal untuk adzan.
ADVERTISEMENT
Di Masjid Agung Nur Sulaiman bukan hanya warga sekitar yang mengunjungi, namun banyak juga pengunjung dari daerah lain atau musafir. Masjid ini juga menampung kegiatan dari berbagai aliran, misalnya dalam kegiatan amaliyah bulan Ramadhan dalam memperingati hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Disini mengadakan salat Ied dan penyembelihan hewan qurban, yang mana masjid ini juga seperti masjid biasa yang mengadakan takbiran. Untuk hewan Qurban yaitu biasanya dari warga, dan masjid ini hanya mengelolanya. Termasuk dalam amaliyah bulan Ramadhan yaitu mengadakan kegiatan pada umumnya misalnya tadarus Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Disini juga mengadakan pengajian slapanan yang di adakan bisa sampai sebulan lebih. Dalam melaksanakan kegiatan di masjid ini, terdapat prosedur jadwalnya tersendiri agar tidak bentrokan.
ADVERTISEMENT
Bagian depan pintu masjid ini terdapat majalah dinding untuk memasang berbagai arsip kegiatan yang telah dilaksanakan di masjid ini. Kita dapat melihat-lihat berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam majalah dinding ini dalam berupa foto.
Selain itu, di Masjid Agung Nur Sulaiman ini terdapat Depot Air Siap Minum untuk para pengunjung jamaah Masjid Agung Nur Sulaiman, tidak hanya itu juga menyediakan minuman hangat seperti wedang jahe dan teh hangat.
PROFIL PENULIS
1. Profil penulis 1
Ulfah Alfianti. Seseorang yang berdomisili di Pondok Pesantren Al Hidayah Karang Suci Purwokerto dan memiliki nama kecil Upeh. Ulfah lahir di Purbalingga tanggal 04 Mei 2003. Riwayat pendidikannya TK Aisiyah Bustanulatfal, SD Negri 1 Sangkanayu, MTs Negri 2 Purbalingga, SMA Ma'arif NU 1 Kemranjen, dan sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasinya pernah menjadi anggota IPPNU di Desa Sangkanayu.
ADVERTISEMENT
2. Profil Penulis 2
Delia Salsabila. Seorang yang berdomisili di Desa Gancang RT 01/RW 01 Gumelar dan biasa dipanggil Salsa. Salsa lahir di Banyumas, tanggal 10 Maret 2003. Riwayat pendidikannya TK Diponegoro 183 Gancang, MI Ma'arif NU 1 Gancang, MTs Ma'rif NU 1 Gumelar, MAN 2 Banyumas. Sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasinya pernah menjadi anggota Pramuka di MTs Ma'arif NU 1 Gumelar, anggota Pramuka di MAN 2 Banyumas, dan menjadi anggota IPPNU di Desa Gancang.
3. Profil Penulis 3
Titah Amaliah Sholikhah. Seorang yang berdomisili Grendeng, RT 01/RW 08 Purwokerto Utara dan biasa dipanggil Titah. Titah lahir di Banyumas, tanggal 30 Juni 2003. Riwayat pendidikan TK Pertiwi Grendeng, SD Negri 1 Grendeng, MTs Negeri 1 Banyumas, SMK Negeri 1 Purwokerto, dan sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasi PMR di SMK, dan Organisasi Kesatuan Aksi Pelajar Anti Narkoba di SMK Negeri 1 dibawah naungan dari Badan Narkotika Nasional Kabupaten Banyumas, penulis menjabat sebagai Koordinator Hubungan Masyarakat. Dan mengikuti Organisasi sosial di masyarakat yaitu organisasi Karangtaruna Gema Purwantara 2 Kelurahan Grendeng menjabat sebagai Bendahara Karang Taruna.
ADVERTISEMENT
3. Profil Penulis 4
Tika Nurfaizah. Seorang yang berdomisili di Kecamatan Cilongok, Desa Jatisaba, RT 06/RW 04. Biasa dipanggil Tika. Tika lahir di Banyumas, tanggal 12 Juni 2003. Riwayat pendidikan di TK Pertiwi Jatisaba, SD Negeri 2 Jatisaba, MTs Ma'arif NU 1 Purwojati, SMK Negeri 1 Purwojati, dan sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasi Anggota IPPNU di MTs, Pencak Silat Naga Putih di SMK.
5. Profil Penulis 5
Izza Zulfa Kamila. Seorang yang berdomisili di Kober, Gang Manggis, RT 07/ RW 04 Purwokerto Barat. Biasa dipanggil Juka. Juka lahir di Banyumas, tanggal 25 Maret 2003. Riwayat pendidikan TK Diponegoro 15, SD Negri 1 Kober, MTs Negri 1 Banyumas, SMA Ma'arif NU 1 Kemranjen, sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pengalaman organisasi menjadi Anggota IPPNU di Kecamatan Purwokerto Barat.
ADVERTISEMENT