Minat Perempuan Terhadap Partisipasi di Bidang Politik

Delita Yane Anggeliya
Mahasiswa Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
13 Januari 2022 14:31 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Delita Yane Anggeliya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perempuan dalam Politik Sumber: www. pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan dalam Politik Sumber: www. pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Permasalahan mengenai politik dan perempuan menjadi suatu hal yang menarik ketika adanya kesadaran kita mengenai ketimpangan gender yang memiliki sifat kodrat. Pembagian kekuasaan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan dengan pembagian yang lebih banyak kepada kaum laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dominasi kaum laki-laki lebih besar dibandingkan kaum perempuan di bidang politik.
ADVERTISEMENT
Dengan meningkatkan angka partisipasi perempuan dalam politik bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut sangat mempengaruhi kebijakan mengenai kesetaraan gender. Rendahnya partisipasi perempuan di dalam politik diakibatkan masih adanya budaya patriarki, perbedaan gender dan diskriminasi.
Perspektif perempuan terhadap dunia politik tentu akan berkaitan dengan keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam politik. Ketika tidak ada budaya patriarki, perbedaan gender dan diskriminasi terhadap para perempuan kemungkinan besar peluang berperan aktif di dalam politik sangat tinggi.
Penerapan kebijakan afirmatif pada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan menetapkan kuota 30% bagi perempuan. Dengan adanya kebijakan afirmatif tingkat partisipasi perempun pada ranah politik sedikit meningkat. Namun, dengan pemenuhan kuota tersebut partisipasi perempuan masih sedikit dibandingkan dengan laki-laki, bahkan belum cukup memenuhi kuota yang ditentukan.
ADVERTISEMENT
Hal itu disebabkan karena perempuan berpandangan bahwa dirinya kurang cocok untuk memasuki dunia politik, adanya persepsi dari masyarakat yang negatif mengenai keterlibatan perempuan dalam dunia perpolitikan dan masih rendahnya kualitas perempuan dalam dunia politik.
Meskipun demikian, pemerintah mengupayakan agar kuota 30% keterwakilan perempuan di dalam politik dapat terpenuhi. Karena keterlibatan perempuan dalam politik dapat mensejahterakan para kaum perempuan. Akan tetapi, melekatnya budaya patriarki masyarakat yang menjadi faktor penghambat bagi perempuan untuk memasuki dunia politik. Pandangan yang ditujukan kepada para kaum perempuan dengan menganggap bahwa mereka adalah kaum yang lemah dan memiliki derajat di bawah laki-laki.
Pada saat ini partisipasi perempuan dalam politik sudah cukup umum tetapi kepentingan perempuan masih belum diperhatikan dengan baik. Oleh karena itu, perempuan harus bisa membawa kepentingannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Partisipasi perempuan dalam politik merupakan hal yang sangat penting supaya perempuan dapat mendefinisikan dan menginterpretasikan kebutuhannya, memiliki status politik yang jelas dalam dunia perpolitikan, dan menjaga agar kebutuhannya dapat terpenuhi namun ketika perempuan tidak berkontribusi dalam politik maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
Di era sekarang sudah mulai banyak perempuan yang berpartisipasi dalam bidang politik di antaranya publik figur perempuan yang mulai memasuki dunia politik. Peranan perempuan dalam politik semakin terlihat karena mulai banyak Kepala Daerah, Menteri, anggota DPR yang dijabat oleh perempuan, seperti Ibu Puan Maharani yang menjabat sebagai ketua DPR. Dengan berpartisipasi dalam politik perempuan juga harus bisa membagi waktu antara kegiatan politik dan domestik. Peranan perempuan dalam politik akan semakin melengkapi dan membawa hal positif di dunia perpolitikan negara khususnya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Rendahnya partisipasi perempuan dalam politik dapat disebabkan karena adanya suatu hambatan antara lain, perspektif mengenai perempuan hanya mampu dalam bidang domestik, peluang perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki pada partai yang di mana dalam penetapan nomor urut caleg notabennya pemimpin pada umumnya merupakan laki-laki, kurangnya kebijakan pemerintah dalam memperhatikan aspirasi dan kepentingan perempuan, dan masih kurangnya penyajian dan promosi aktivitas yang dilakukan oleh perempuan dibandingkan laki-laki dalam politik.
Jadi, partisipasi atau keterwakilan perempuan dalam politik masih cukup kurang meskipun sudah banyak yang berpartisipasi. Adanya budanya patriarki, diskriminasi dan perbedaan gender yang masih melekat menjadi sebuah dampak negatif bagi perempuan yang ingin masuk dalam dunia politik. Presepsi diri perempuan juga dapat menghambat keterwakilannya dalam politik, dengan menganggap bahwa mereka tidak dapat berpartisipasi karena merasa dirinya tidak mampu dan tidak cocok untuk mengikuti perpolitikan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut mengakibatkan rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang politik. Adanya kebijakan afirmatif yang memberikan kuota 30% bagi perempuan tidak dapat menjamin bahwa perempuan dapat memenuhi penentuan kuota tersebut. Karena pada dasarnya sudah ada persepsi masyarakat mengenai laki-laki yang harus menjadi pemimpin bukan perempuan. Tidak perlu khawatir karena saat ini sudah mulai banyak kaum perempuan yang memasuki dunia perpolitikian di Indonesia.
Diharapkan untuk selanjutnya akan semakin banyak kader-kader perempuan yang berpartisipasi dalam politik dam bisa memenuhi kuota 30% yang diberikan. Sehingga kuota 30% dapat terpenuhi dengan baik dan bahkan bisa melebihi kuota yang ditentukan agar para perempuan mendapatkan kuota yang setara dengan kaum laki-laki. bukan hanya itu saja perempuan juga harus menyampingkan pandangan buruk yang menganggap bahwa perempuan tidak cocok karena itu dapat menghambat proses kita dalam memasuki politik. Jadi, para kaum perempuan harus menunjukan bahwa mereka bisa memasuki dunia politik tanpa ada keraguan sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Penulis,
Delita Yane Anggeliya Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang