Konten dari Pengguna

Tanah di Bawah Angin

Abdollah
Doktor Mamajemen Pendidikan, Penulis Artikel dan Buku Pendidikan.
12 Agustus 2023 10:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdollah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Puncak Waringin di Labuan Bajo, yang direncanakan jadi tempat pertemuan ibu negara pada KTT ASEAN 2023. Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Puncak Waringin di Labuan Bajo, yang direncanakan jadi tempat pertemuan ibu negara pada KTT ASEAN 2023. Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
Buku Tanah di Bawah Angin membahas tentang Asia Tenggara. Asia Tenggara adalah pinggiran dari peradaban besar seperti India, China, dan Jepang. Tidak seperti Mediteranian yang merupakan pusat bagi dunia Barat, dalam buku ini sangat menekankan persatuan wilayah Asia Tenggara sebagai suatu unit.
ADVERTISEMENT
Kawasan ini terasa lebih menonjol. Misalnya secara geografis tidak ada suatu kawasan geografis yang sangat berbeda dari kawasan lainnya. Terdapat banyak hubungan dagang antar daerah di kawasan tersebut walaupun terdapat berbagai suku bangsa dan bahasa. Terdapat pula persamaan, ini disebabkan karena kesatuan geografi dan juga iklim.
Dari unsur bahan makanannya didominasi oleh beras dan ikan, sementara kebiasaan makan/mengunyah sirih terlihat umum. Di bidang budaya, China dan India memegang andil besar dalam persebaran kebudayaan di sebagian Asia Tenggara mereka datang melalui perdagangan.
Tetapi lain halnya dengan Vietnam Utara. Vietnam Utara pernah ditaklukkan oleh China dan juga merupakan daerah perbatasan Asia Tenggara dengan dunia China. Sementara dalam perdagangannya, interaksi dagang di antara mereka berdagang secara damai dan saling melengkapi kebutuhan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam bahasa perantaranya menggunakan bahasa Melayu yang dapat dipakai di berbagai bahasa Inggris. Kini, banyak istilah bahasa Melayu yang memakai bahasa Inggris seperti kompong (kampung)/gudang (dodown).
Di sisi kependudukan hampir daerah di Asia Tenggara sangat sedikit penduduknya walaupun tanahnya berlebihan. Kerajaan seperti Siam (Thailand) atau Mataram (Jawa) secara agak rutin menghitung jumlah penduduknya dengan menggunakan keluarga sebagai satu kesatuan.
Penghitungan keluarga ini diperlukan untuk keperluan pajak dan mobilisasi militer. Selama berabad-abad kenaikan jumlah penduduk di Asia Tenggara sangat rendah, sekitar kurang 0,5 persen setahun.
Baru sejak zaman permulaan abad ke-19 penduduk Asia Tenggara seperti Jawa dan Thailand meningkat karena mulai hilangnya peperangan/epidemi pada tahun 1631 di Jawa Tengah, termasuk daerah pantai utara dan timur jumlah penduduknya sekitar 3 juta orang. Sedangkan tahun 1755 jumlahnya tinggal 1,3 juta orang.
ADVERTISEMENT
Tulisan di dalam buku ini juga memaparkan tentang peperangan di Asia Tenggara. Pada dasarnya bukan untuk memperluas wilayah atau teritori tertentu.
Kerajaan-kerajaan tradisional di Asia Tenggara tidak memiliki alat seperti tentara yang profesional maupun korps pegawai untuk menduduki suatu wilayah dan kemudian mengeksploitasinya untuk kepentingan daerah tidak sebagaimana yang dilakukan di Eropa, China, India, dan dunia Islam di Timur Tengah.
Dalam hubungan antarseksual, masyarakat asia tenggara rupanya lebih kreatif daripada masyarakat lain seperti China, Eropa, dan Timur Tengah, yang lebih penting kedudukan wanita lebih tinggi, mungkin peran reproduktif (melahirkan anak) menyebabkan mereka memiliki kedudukan yang sakral (magis).
Di Asia Tenggara, uang kawin langsung diberikan kepada pengantin wanita dan bukan kepada orang tuanya. Hal ini sebetulnya mengungkapkan nilai ekonomis yang tinggi dari wanita. Sementara itu, sang menantu laki-laki sendiri tinggal di rumah mertua.
ADVERTISEMENT