Tapera: Tabungan Perumahan Rakyat atau Tabungan Pemerasan Rakyat?

Demas Sandy
Mahasiswa Universitas Pamulang, junior web developer
Konten dari Pengguna
25 Juni 2024 9:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Demas Sandy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source: dokumen by BP TAPERA
zoom-in-whitePerbesar
source: dokumen by BP TAPERA

Tapera: Tabungan Perumahan Rakyat?

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diluncurkan oleh pemerintah menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Dikenal dengan julukan “Tabungan Pemerasan Rakyat,” program ini dinilai lebih banyak membebani daripada membantu masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) adalah program pemerintah Indonesia yang membantu masyarakat memiliki rumah layak huni. Dikelola oleh BP Tapera, program ini mengumpulkan iuran dari pekerja sektor formal dan informal, yang kemudian diinvestasikan untuk menyediakan pinjaman perumahan terjangkau. Tapera bertujuan meningkatkan akses pembiayaan perumahan, memperbaiki kualitas hidup, dan memastikan stabilitas tempat tinggal bagi seluruh masyarakat.
Tapi nyatanya dalam realita, program ini banyak sekali menuai kontra dari masyarakat khususnya menengah kebawah. Dengan penghasilan yang bisa terbilang cukup ini membuat mereka merasa terbebani dengan jumlah uang yang perlu di iurkan kepada pemerintah nantinya.

Beban Finansial Tambahan

Salah satu kritik utama yang disampaikan oleh masyarakat adalah kewajiban menabung melalui Tapera yang dianggap sebagai beban finansial tambahan. "Kami sudah kesulitan mengatur keuangan harian, dan sekarang harus menabung lagi untuk Tapera," keluh Deden, seorang buruh pabrik. Menurutnya, program ini justru mengurangi daya beli dan kesejahteraan keluarga.
ADVERTISEMENT
Banyak pekerja dan buruh menganggap iuran Tapera sebagai potongan yang tidak adil dari penghasilan mereka. Bagi mereka yang penghasilannya sudah pas-pasan, ini adalah pemerasan. Bukannya membantu, malah menambah beban.

Masalah Transparansi dan Pengelolaan Dana

Selain beban finansial, kekhawatiran juga muncul terkait transparansi dan pengelolaan dana Tapera. Masyarakat meragukan efektivitas dan kejujuran dalam pengelolaan dana yang terkumpul. Banyaknya kasus korupsi belakangan ini membuat kepercayaan masyarakat melemah terhadap pejabat publik dan mempertanyakan apakah mereka bisa yakin bahwa dana ini tidak disalahgunakan nantinya.
Bahkan banyak pengamat ekonomi beranggapan bahwa transparansi adalah kunci utama dalam pengelolaan dana publik. Tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, dana Tapera berisiko disalahgunakan.

Ketidaksesuaian dengan Nilai-Nilai Bangsa

Kritik lain yang cukup serius adalah bahwa Tapera dinilai tidak mencerminkan semangat kebersamaan dan gotong royong yang menjadi dasar kehidupan berbangsa. Program ini dianggap tidak adil dan tidak manusiawi karena memberatkan kelompok masyarakat yang paling rentan secara ekonomi. Tapera seharusnya memberikan bantuan dan meringankan beban, bukan malah seolah-olah memeras rakyat kecil. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang seharusnya kita junjung tinggi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, program ini tidak memperhitungkan kondisi ekonomi masyarakat yang beragam. Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Program yang baik seharusnya fleksibel dan tidak membebani kelompok yang paling rentan.

Respons Pemerintah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi wajar penolakan dari sebagian masyarakat terkait kebijakan pemotongan upah, gaji, atau penghasilan untuk simpanan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Menurut Jokowi, respons semacam ini mirip dengan reaksi masyarakat terhadap penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang diterapkan pada 2021 lalu.
"Seperti dulu BPJS di luar yang BPI gratis 96 juta juga ramai, tapi setelah berjalan saya kira masyarakat merasakan manfaat bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya.
"Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan," ujar Jokowi kepada wartawan di Istora Senayan Jakarta pada Senin (27/5).
ADVERTISEMENT
Jokowi optimistis bahwa setelah kebijakan Tapera berjalan, masyarakat akan merasakan manfaat yang diharapkan, serupa dengan pengalaman mereka terhadap layanan BPJS Kesehatan.

Kesimpulan

Program Tapera yang awalnya dimaksudkan untuk membantu masyarakat memiliki rumah layak, kini justru dianggap sebagai beban tambahan dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan yang diharapkan dari sebuah negara yang berlandaskan Pancasila. Pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi kembali program ini dan mencari solusi yang lebih adil dan efektif untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia.
Sampai saat ini, Tapera masih menjadi topik perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan pengamat. Evaluasi dan perubahan yang lebih mendasar mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan mulia dari program ini dapat tercapai tanpa memberatkan mereka yang paling membutuhkan.
ADVERTISEMENT