Konten dari Pengguna

The Enemy of My Enemy: Hubungan 'Tabu' Iran-Palestina

Demetrius Dyota Tigmakara
Seorang mahasiswa S-1 Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran
20 Desember 2023 10:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Demetrius Dyota Tigmakara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi minyak Iran Foto: Reuters/Raheb Homavandi/File Photo
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak Iran Foto: Reuters/Raheb Homavandi/File Photo
ADVERTISEMENT
Konflik Israel-Palestina kembali menyita perhatian publik sejak 7 Oktober silam. Sementara Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat mendukung Israel, civil society beserta negara seperti Indonesia kembali menegaskan dukungannya terhadap Palestina. Namun, Palestina ternyata memiliki sekutu yang ‘unik’, yaitu Iran. Mengapa unik?
ADVERTISEMENT
Ini karena perbedaan mazhab Islam keduanya, yang di kasus-kasus lain biasanya membuat kerja sama sulit dilakukan. Apalagi, isu Syiah biasanya akan amat mengusik batin orang Indonesia. Lalu, bagaimana kerja sama ini bisa terjalin? Mengapa Iran mendukung Palestina? Di sini, penulis akan membagikan pemikiran dan temuannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

The Old Days

Ilustrasi bendera Palestina. Foto: Shutterstock
Sebenarnya, hubungan Iran-Palestina tidaklah baru. Sebelum Revolusi Iran, kaum oposisi Iran, yang didominasi oleh kaum religius sehingga berlawanan dengan rezim shah Iran yang ‘kebarat-baratan’, sudah memiliki hubungan intens dengan nasionalis Palestina.
Setelah revolusi, rezim Iran yang baru dengan segera mengalihfungsikan bekas kedutaan Israel untuk digunakan Palestina, sebuah gestur simbolis yang menandakan pergantian sikap negeri Iran.
Hubungan mesra ini didasari oleh solidaritas antara gerakan anti-establishment kala itu dan semangat anti-kolonialisme, di mana baik rezim Iran dan negara Israel dipandang sebagai kaki-tangan Amerika di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rezim baru ini juga menegaskan dukungannya pada negara Palestina dengan mendukung masuknya Palestina ke berbagai organisasi internasional, salah satunya UNESCO pada Februari 1989.

Lend A Hand

Seorang wanita Iran memegang bendera Palestina dalam aksi solidaritas Palestina, di Teheran, Iran, Selasa (18/5). Foto: WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Memasuki dekade 90-an, hubungan Iran-Palestina mulai memasuki tahap bulan madu. Iran pun semakin menawarkan ‘hadiah’ yang menarik, amat menggiurkan bagi Palestina apalagi mengingat Intifada yang memerlukan pasokan senjata.
Pada awal 90-an, sebuah delegasi Hamas, yang baru terbentuk dan kala itu sedang naik daun, dikirim ke Teheran, dan berhasil merundingkan pengiriman bantuan persenjataan 30 juta dolar per tahun dan pelatihan bagi kader Hamas di Iran dan Lebanon.
Ketika Fatah masih berkuasa di Gaza, Iran juga kerap mengirimkan bantuan. Namun, setelah terusirnya Fatah dan perundingannya dengan Israel, Iran memfokuskan bantuannya hanya pada Hamas.
ADVERTISEMENT
Tercatat sejak 2002 ada sekitar 4 kapal yang dikirimkan Iran—itupun yang berhasil dicegat oleh Israel—dengan selundupan luar biasa berkisar 50-280 ton persenjataan mutakhir seperti rudal anti-kapal, rudal balistik, rudal anti-tank, drone beserta transfer teknologinya dan lainnya.
‘Mas kawin’ yang spektakuler ini pun diakhiri dengan bantuan penasihat Iran pada perencanaan serangan 7 Oktober silam beserta ‘restu’ dari Iran untuk melancarkan serangan.

Why?

Ilustrasi Ibadah Umrah. Foto: AP Photo/Dar Yasin
Mengapa rezim Iran bersusah-payah untuk mendukung Palestina di tengah-tengah lautan musuhnya, apalagi dengan mazhab yang berbeda? Bukankah negara-negara musuh tersebut juga bersimpati pada Palestina?
Bagaimana dengan Arab Saudi misalnya, yang menjadi first among equals di antara bangsa Arab karena perwaliannya akan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta kota Makkah dan Madinah?
ADVERTISEMENT
Ternyata, hubungan Palestina-Arab Saudi kurang harmonis. Ini akibat kematian Raja Faisal yang pro-Palestina pada 1975, dan diperburuk oleh dukungan Yasser Arafat terhadap diktator Irak Saddam Hussein pada Perang Teluk karena sikap Saddam yang anti-Israel.
Irak menginvasi Kuwait yang merupakan sekutu erat Saudi, selain itu Irak yang ekspansionis dilihat Saudi sebagai ancaman potensial karena mengancam status quo.
Hal ini yang menyebabkan hubungan keduanya naik-turun, ditandai dengan tidak adanya kedutaan Saudi di Ramallah. Arab Saudi kini juga telah menormalisasi hubungan dengan Israel, dan diduga bekerja sama dalam memerangi pengaruh Iran di Timur Tengah.
Lantas, apa yang mendorong Iran untuk mendukung Palestina? Penelusuran penulis menemukan sejumlah hal seperti berikut.

Solidaritas anti-Israel

Sudah dibahas di awal, rezim Iran dan para pejuang Palestina sudah berhubungan baik sejak lama, yang didasari oleh perjuangan bersama melawan Israel serta pengaruh Amerika di Timur Tengah melalui negara seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan lainnya.
Sebuah unjuk rasa mendukung Palestina (foto: pexels/TIMO)
Bahkan, sejumlah kelompok pejuang Palestina bergabung ke dalam Axis of Resistance, yaitu sebuah organisasi negara-negara anti-Amerika dan Israel yang didominasi oleh Iran dan Suriah.
ADVERTISEMENT

Taktik diplomasi

Isu Palestina merupakan isu yang selalu menyita perhatian dunia. Bagaimana tidak, setiap manusia yang masih berperikemanusiaan tidak akan mampu mengabaikan penderitaan rakyat Palestina yang sudah kesekian kali dibombardir Israel.
Bendera sejumlah negara (foto: pexels/Dmitry Sidorov)
Dengan menempatkan diri sebagai pendukung Palestina, rezim Iran dapat memperbaiki citra dirinya yang kerap ternoda oleh pelanggaran HAM, penegakan hukum agama yang terlalu ketat, mazhab Syiah-nya yang kerap dipandang sesat, dan lainnya.

Kepentingan geopolitik

Rezim Iran merupakan revisionist state, yaitu negara yang berniat mengubah status quo di Timur Tengah dari dominasi Saudi dan menjadi hegemoni regional. Perang dingin ini dapat ditelusuri dari Revolusi Iran, di mana monarki Iran ditumbangkan oleh oposisi yang membentuk rezim saat ini.
Iran, Arab Saudi dan Palestina (foto: pexels/Lara Jameson)
Hal ini tentunya mengkhawatirkan monarki Timur Tengah lainnya, apalagi dengan komunitas Syiah signifikan, seperti Arab Saudi. Maka, konflik Palestina kembali menjadi papan catur perebutan pengaruh bagi Saudi dan Iran, seperti layaknya Irak, Suriah, Yaman, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dukungan Iran pada Palestina merupakan gabungan antara pragmatisme dan idealisme. Walau 'kontroversial', nyatanya hubungan ini telah terjadi sejak lama. Selain itu, perlu diingat pula bahwa Iran mengisi vakum yang tidak pernah diisi oleh Arab Saudi, yaitu sebagai pendukung serius Palestina.