Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ormas, Berguna atau Bumerang?
20 Desember 2021 17:12 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Deni Adi Mulyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Polisi dikeroyok Pemuda Pancasila" begitulah headline berita di detiknews tiga pekan yang lalu.
ADVERTISEMENT
Video pengeroyokan anggota kepolisian AKBP Dermawan pun viral di berbagai media sosial. Hal itu lantas menjadi bahan perbincangan publik, bagaimana ormas berperilaku seenaknya bahkan terhadap aparat kepolisian. Lantas bagaimana ke masyarakat biasa?
Lalu terdapat juga kejadian yang menambah ragu masyarakat terhadap sebuah organisasi kemasyarakatan. Bentrokan maut terjadi di Karawang yang melibatkan LSM GMBI dan Aliansi Ormas Karawang. Kejadian tersebut menewaskan 1 orang dari pihak GMBI. Terdapat juga bentrokan ormas antara Pemuda Pancasila dengan Forum Betawi Rempug (FBR).
Menjelang natal dan tahun baru biasanya ramai ormas yang sweeping terkait atribut natal. Ormas yang mengatasnamakan Islam tapi bahkan tidak bisa menerima sebuah perbedaan yang diajarkan dalam islam. FPI, salah satu ormas yang sering sekali sweeping atribut-atribut natalan. Iman mereka goyah ketika melihat umat agama lain beribadah, namun saat ini FPI sudah dibubarkan pemerintahan pak Jokowi.
ADVERTISEMENT
Seperti itulah kasus kasus yang membuat masyarakat bertanya, "Ormas Berguna atau Bumerang?"
Terdapat sebuah pertanyaan apakah ormas itu beneran ormas atau seolah seperti parpol? Mari kita lihat fakta-fakta di lapangan. Sejumlah pengurus MPN Pemuda Pancasila menduduki jabatan strategis seperti gubernur, menteri, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), staf khusus wakil presiden, hingga ketua MPR seperti dikutip dalam CNN Indonesia. Lalu muncul pertanyaan apakah ormas Pemuda Pancasila bakal menjelma menjadi parpol? Seperti yang telah dilakukan sebelumnya oleh ormas Perindo yang kini sudah menjadi partai politik.
Ormas memang menjadi daya tarik bagi politik untuk mencapai tujuannya. Ketika pemilu tiba, banyak sekali para calon yang bertarung dalam pemilu dan berlomba-lomba mendapatkan dukungan suara dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang ada. Beberapa ormas pun menerima tawaran untuk menjadi timses atau sekadar relawan kemenangan. Bagaimana tidak tergiur, mereka perlu payung dalam jajaran pemerintahan agar tujuan dan kegiatan dari ormas tersebut bisa tercapai. Dengan bantuan penguasa, mereka merasa mendapat dukungan yang kuat sehingga kadang melampaui batas.
ADVERTISEMENT
Kita juga ingat ketika Pilkada DKI 2017 di mana politik identitas dan isu SARA dijual untuk mendapatkan suara. Salah satu yang menjadi motor dari upaya licik tersebut adalah ormas FPI yang kini telah dibubarkan. Waktu itu mereka menggalang massa dan demo berjilid jilid agar Ahok dipenjara karena telah menistakan agama. Tapi hal tersebut lebih terlihat menjadi alat politik praktis agar salah satu calon pasangan mendapat dukungan suara dari masyarakat. Kenapa ormas selalu merecoki urusan politik? Sebuah pertanyaan yang perlu kita pikirkan jawabannya.
Semenjak reformasi, ormas di Indonesia kian menjamur. Muncul ormas ormas baru dengan nama dan gaya yang berbeda meskipun semua tujuannya sama, memiliki kontribusi untuk membantu dan mewadahi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan di sini bisa diartikan sebagai kebutuhan dari suatu golongan itu sendiri, karena faktanya banyak sekali ormas yang bentrok gara gara merasa kepentingannya terganggu. Bahkan ada juga yang bentrok karena merasa dirinya paling kuat, sehingga meremehkan yang lain dan menciptakan ketersinggungan antar ormas.
ADVERTISEMENT
Pemuda Pancasila lahir pada tahun 1959, sebuah organisasi paramiliter yang didirikan oleh Jenderal Besar Abdul Haris Nasution. Mereka ikut memerangi komunis pada waktu itu. Dengan sejarah yang panjang Pemuda Pancasila kini menjelma menjadi salah satu ormas besar di Indonesia. Kemudian ada lagi FBR (Forum Betawi Rempug) sebuah organisasi untuk memperjuangkan hak politik suku betawi, sebuah kelompok etnis asli namun tersingkirkan yang berbasis di Jakarta. Lalu ada Front Pembela Islam (FPI), meskipun sekarang ormas ini sudah bubar, tapi mereka pernah ada dalam masa kejayaannya. Dengan dipimpin Habib Rizik Sihab, mereka menjelma menjadi kekuatan ormas Islam baru di Indonesia pada saat itu. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim menjadikan alasan kenapa ormas FPI memiliki anggota dan simpatisan yang tersebar di seluruh Indonesia. Terkahir, terdapat ormas GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia). LSM ini berdiri pada tahun 2003 dengan motto “NKRI adalah Harga Mati” yang memiliki arti “Sekali melangkah ke depan pantang untuk mundur”.
ADVERTISEMENT
Muncul pertanyaan kembali, bagaimana manfaat ormas tersebut bagi masyarakat? Belakangan ini, dengan munculnya kasus yang menimpa ormas ormas di Indonesia tak heran apabila muncul pertanyaan tersebut. Masyarakat lebih sering melihat kegaduhan kegaduhan yang diciptakan ormas. Stigma negatif masyarakat terhadap ormas terjadi karena perilaku para anggotanya tersendiri. Bagaimana Pemuda Pancasila dan GMBI dikenal masyarakat dengan kumpulan para preman. Lalu ada FPI yang dikenal dengan istilah yang sama tetapi dibungkus dengan baju agamisnya. Banyak sekali kecaman yang dihadapkan dengan ormas-ormas tersebut, bahkan masyarakat menilai bahwa ormas yang suka bikin kegaduhan perlu dibubarkan. Langkah pemerintah beserta aparat kepolisian sangat dinantikan. Dikutip dari Liputan6.com (15/12), puluhan atribut dari delapan ormas ditertibkan karena simbol-simbol inilah yang bisa memicu terjadinya konflik. Hal itu juga merupakan salah satu upaya memberikan kenyamanan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai permasalahan dan kasus kekerasan yang melibatkan ormas, pemerintah perlu langkah tegas, karena bagaimanapun kebermanfaatan sebuah organisasi kemasyarakatan harus lebih dipertanyakan. “Ormas, apakah berguna atau justru jadi bumerang?”