Konten dari Pengguna

Ibadah Haji dan Kesalehan Sosial

Deni Darmawan
Standardisasi Dai MUI Angkatan ke-24, Trainer Pojok Literasi Sekolah, Dosen Unpam, Tuton FKIP-UT, dan Guru Intercultural School.
16 Juni 2024 9:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deni Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ibadah haji tidak hanya berdimensi secara vertikal (habluminallah/individu) tapi juga berdimensi secara horizontal (hablumminnas/sosial). Ibadah haji tidak hanya upaya untuk memenuhi panggilan Allah, tapi juga panggilan kemanusiaan untuk saling berbagi kebahagiaan, menghormati antar sesama, dan kepedulian terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Siapa di antara kita yang tidak ingin dipanggil Allah SWT ke rumahnya (Baitullah)? Tentu semua umat Islam di belahan dunia mana pun ingin dipanggil Allah, untuk menunaikan rukun Islam ke-5 itu. Maka pantaslah, jika semua umat Islam ingin berhaji dengan datang dari segala penjuru, baik dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan.
Ketika Allah mampukan setiap hamba untuk berhaji, walaupun dalam keadaan ekonomi yang lemah, maka ia akan berusaha untuk memenuhi panggilan Allah dengan cara apa pun selama umur masih di kandung badan.
Sejatinya, ibadah haji tidak hanya bersifat ritual yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Namun, ibadah haji mengajarkan agar setiap manusia menjalankan ibadah-ibadah sunah, melakukan kebaikan, dan kepedulian antar sesama serta lingkungan.
ADVERTISEMENT
Ibadah haji identik dengan ibadah kurban, yakni menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setiap daging, darah dan bulu-bulu akan mengantarkan seseorang yang berkurban memperoleh kebaikan dan ketakwaan. Makna kurban ini juga akan mendekatkan seseorang untuk selalu berbuat baik antar sesama.
Di setiap sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah, Rasulullah SAW memberitahukan kepada kita untuk meningkatkan ibadah, memperbanyak amalan-amalan, melakukan perbuatan baik, baik secara individu dan sosial. Semua yang kita lakukan di sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan kemuliaan-Nya.
Dalam menunaikan ibadah haji ke Baitullah, Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak berkata-kata kotor, berbuat maksiat dan berbantah-bantah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, ibadah haji mengajarkan agar setiap manusia bisa menjaga lisannya, sikapnya dan menghindari perselisihan dan berbantah pada sesuatu yang tidak bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Bagi seseorang yang menunaikan ibadah haji karena Allah balasannya surga. Predikat haji mabrur menurut pandangan Rasulullah SAW adalah seseorang yang ringan tangan dalam memberikan sesuatu, baik berupa makanan, minuman dan kebaikan lainnya yang bermanfaat kepada orang lain. Hal ini mengajarkan kita sebagai manusia agar senantiasa berbagi apa yang kita punya untuk membantu antar sesama.
Predikat haji mabrur juga terlihat ketika ia berucap dengan lisannya yang penuh dengan kesejukan, ketentraman, kebaikan sehingga terwujudnya kasih sayang dan kedamaian. Hal ini mengajarkan kita agar Jangan buat kegaduhan, keonaran, apalagi memproduksi dan menyebarkan berita bohong (hoaks) di masyarakat dan di media sosial.
Ibadah haji mengajarkan kepada kita banyak hal yang mengarah kepada pribadi-pribadi yang tidak hanya saleh secara individu tapi saleh secara sosial. Makna haji tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT, tapi juga menjadi acuan agar setiap manusia senantiasa berbuat baik kepada manusia dan mempunyai kesadaran untuk meningkatkan kepedulian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Jika kita mau menggali kembali, dalam setiap rangkaian ibadah haji mempunyai makna sosial bagi kehidupan. Misalnya, ketika menggunakan pakaian ihram yang serba putih melambangan kesetaraan manusia dengan melepaskan semua jabatan dan status sosialnya. Menurut Dr. Ali Shariati (1983) di dalam bukunya yang berjudul Haji, bahwa ihram melambangkan pelepasan sifat buruk atau kebinatangan yang ada pada manusia seperti sifat serigala, anjing dan tikus yang mempunyai sifat penindas, kejam, penipu, dan penimbun harta.
Deni Darmawan khubah Idul Fitri 1445 H di Mushola Nurul Iman Cileduk (dokpri)
Ihram juga ingin memberi pesan agar setiap manusia dalam bergaul menghormati antar sesama, mengedepankan sifat-sifat mulia, memperlakukan manusia dengan baik dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk.
Wukuf di padang Arafah yakni berhenti dan berdiam diri untuk mengagungkan Allah SWT. Melakukan introspeksi serta evaluasi diri selama perjalanan hidup agar mengenal diri dan tuhannya. Wukuf juga bisa dimaknai agar setiap manusia hendaknya bisa diam sejenak untuk melakukan introspeksi diri dari apa yang selama ini sudah dilakukan dalam berkehidupan bermasyarakat. Adakah kesombongan dan keegoisan dalam diri sehingga menganggap rendah dan remeh orang lain.
ADVERTISEMENT
Tawaf yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Dimaknai bahwa setiap manusia terus bergerak dalam roda kehidupan dengan menjadikan Allah sebagai porosnya. Apa pun pergerakan kita di masyarakat hendaknya merasa diawasi dan dilihat oleh Allah. Mengikuti aturan Allah dalam setiap gerak napas kehidupan bermasyarakat menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Sa’i yakni berlari kecil dari bukit Shafa dan Marwah. Hal ini bisa juga dimaknai agar setiap manusia berusaha menggapai mimpi dan kesuksesannya dalam kehidupan dunia-akhirat. Kehidupan adalah bagian dari proses perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah agar menghasilkan etos kerja yang baik dan profesional dalam bidangnya.
Tahallul yakni mencukur beberapa helai rambut. Hal ini menandakan selesainya proses haji atau umrah. Proses tahallul tidak sekadar memotong helai rambut di kepala, bisa juga dimaknai sebagai memotong kejumudan dalam berpikir dan tidak berpikir kotor. Setiap manusia bisa berpikir lebih bebas untuk melakukan kreativitas dan produktivitas untuk kemaslahatan umat.
ADVERTISEMENT
Semua rangkaian ibadah haji tidak hanya bersifat individual tapi mempunyai dampak dalam kehidupan sosial kita. Tidak hanya membentuk kesalehan individu tapi juga kesalehan sosial. Semoga dengan banyak jemaah haji dari Indonesia dan pulang ke tanah air bisa membuat perubahan yang lebih baik baik lingkungan sekitarnya.