Isra Mikraj dan Kesalehan Sosial

Deni Darmawan
Standardisasi Dai MUI Angkatan ke-24 dan Penulis Buku Religi dan Literasi
Konten dari Pengguna
19 Februari 2023 16:47 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deni Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Isra Mikraj. Foto: Mucahit Ozdogan/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Isra Mikraj. Foto: Mucahit Ozdogan/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peristiwa Isra Mikraj merupakan peristiwa viral pada masa Nabi Muhammad SAW. Jika direnungi, ada pelajaran dan hikmah yang amat berharga, yaitu melalui peristiwa Isra Mikraj akan membentuk seseorang tidak hanya saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.
ADVERTISEMENT
Ketika usai Isra Mikraj, orang-orang yang beriman diuji keimanannya. Ada yang percaya, ragu-ragu, bahkan ada yang ingkar. Hal ini memancing orang-orang yang tidak suka dengan Nabi untuk mem-viralkan kembali peristiwa Isra Mikraj dengan hoaks dan ujaran kebencian (hate speech), bahkan melakukan perundungan (bullying) ke Nabi agar reputasi dan karakter hancur dalam sekejap.
Peristiwa Isra Mikraj adalah skenario Allah untuk menghibur Nabi di tahun kesedihannya karena meninggalnya paman tercinta, Abu Thalib dan istrinya tersayangnnya, Siti Khadijah. Pada tahun itu disebut tahun kesedihan (‘amul huzn).
Bukan tanpa alasan, Allah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) dengan ruh sekaligus jasadnya. Hal ini dilakukan untuk menghibur Nabi sekaligus memperlihatkan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Perjalanan dari kota Mekkah ke Palestina , Nabi difasilitasi dengan kendaraan yang super cepat yaitu Buraq. Bersama Jibril AS perjalanan yang menakjubkan dan penuh keajaiban itu bisa ditempuh dengan sangat cepat.
ADVERTISEMENT
Sedangkan perjalanan secara Mikraj adalah pendakian spiritual menuju ilahi dengan melewati tujuh langit hingga ke Sindratal Muntaha. Sebuah perjalanan yang amat menakjubkan, mulia, dan suci yang sulit diterima secara logika. Bahkan,sebelum di-israkan, dada Nabi dibelah dan dibersihkan dengan air zam-zam kembali oleh malaikat Jibril, sebagaimana dada Nabi dibelah dan dibersihkan ketika sedang menggembala kambing ketika dalam asuhan ibu susunya, Halimah as-Sa’diyah.
Proses pembersihan dada Nabi menandakan bahwa sebelum memulai perjalanan Isra Mikraj, Nabi sudah disiapkan untuk mengarungi sebuah perjalanan yang suci, mulia dan menakjubkan, dan sulit diterima oleh akal manusia, kecuali dengan iman. Sebagaimana Abu Bakar yang mempercayai dengan kacamata keimanan. Hingga ia diberi gelar as-Siddiq karena membenarkan peristiwa Isra Mikraj.
ADVERTISEMENT

Gambaran Perjalanan Isra dan Relevansinya dengan Kesalehan Sosial

Perjalanan Isra dan Mikraj adalah perjalanan spektakuler yang penuh keajaiban dan sarat moral yang bisa diambil pelajaran untuk kehidupan bermasyarakat. Ketika proses Isra (diperjalankan) dari Mekkah ke Palestina, Nabi diperlihatkan sebuah fenomena yang amat relevan hingga sesuai dengan kondisi saat ini.
Nabi melihat ada sekelompok yang menghantam kepalanya dengan batu hingga remuk dan hancur kemudian kepalanya kembali ke semula. Nabi bertanya, kemudian malaikat Jibril mengatakan, “Bahwa itu adalah orang-orang yang berat melakukan ibadah.”
Dalam konteks ibadah secara luas, tidak hanya ibadah secara vertikal (habluminallah/mahdah), tapi juga horizontal (habluminnas/ghairu mahdah). Kesalehan individu tercermin dalam ibadah salat, puasa, zakat, haji, zikir, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kesalehan sosial tercermin dalam ibadah membantu orang lain, sedekah, infak, tidak menyakiti perasaan orang lain, baik ucapan maupun tindakan, dan sebagainya. Hendaknya, dalam melakukan ibadah seimbang. Namun, dalam memenuhi hajat orang banyak yang mendesak, maka ibadah sosial segera dilaksanakan.
Kemudian, masih dalam peristiwa Isra, Nabi melihat ada sekelompok orang yang dihadapkan ke mereka daging yang baik dan daging yang busuk, tetapi mereka memilih memakan daging yang busuk. Nabi bertanya, kemudian Jibril AS menjawab, “Mereka adalah sekelompok umatmu yang doyan berselingkuh dan berzina dengan wanita lain, padahal mereka sudah mempunyai istri di rumah yang sah dan halal.” (HR. Baihaqi)
Kita sering membaca dan mendengar dari berbagai informasi tentang perselingkuhan hingga berujung hancurnya rumah tangga dan pembunuhan. Perzinahan tanpa ikatan perkawinan kerap terjadi yang disajikan dengan berbagai informasi di media. Dalam hidup bermasyarakat, kesalehan sosial perlu ditanamkan agar tidak terjadi perselingkuhan dan perzinaan di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Nabi juga diperlihatkan seorang sosok wanita yang penuh dengan perhiasan di tangan dan diseluruh tubuhnya, namun Nabi tidak menolehnya. Jibril AS berkata, “Itu adalah dunia. Seandainya kamu menjawab, maka umatmu lebih memilih dunia daripada akhirat.”
Dunia identik dengan hiasan, kesenangan dan canda tawa. “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. Ali Imran [3]: 185).
Harta yang kita miliki adalah titipan yang di dalamnya ada hak orang-orang miskin, dhuafa dan orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi. Agar harta kita semakin berkah, maka sisihkan sebagian untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Kesalehan sosial akan mendorong seseorang untuk selalu membantu orang-orang yang kesusahan dan kesulitan tanpa pamrih atau mengharap pujian. Mencari keridhaan Tuhan adalah hal yang diprioritaskan.
ADVERTISEMENT
Dalam peristiwa Isra, Nabi juga melihat sebuah fenomena dari sekelompok orang yang memikul kayu bakar di pundaknya. Orang itu terus menambah dan menambah kayu bakar yang dipikulnya, walaupun sudah kepayahan hingga tidak kuat lagi untuk memikulnya. Nabi bertanya, “Siapakah mereka itu?” Jibril AS menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang gila jabatan dan rakus akan kekuasaan,” (HR. Baihaqi).
Kita sering melihat, membaca dan mendengar dari berbagai informasi di media, bahwa tipikal orang yang haus akan jabatan dan rakus akan kekuasaan mempunyai ambisi untuk menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Orang yang saleh secara sosial, tentu untuk memperoleh jabatan dan kekuasaan tanpa melanggar norma, etika dan aturan agama. Baginya, jabatan dan kekuasaan adalah ujian sekaligus amanah untuk memakmurkan dan men-sejahterahkan warganya.
ADVERTISEMENT
Ketika Nabi haus, Jibril AS memberikan dua gelas minuman berisi khamar (miras) dan susu. Nabi memilih minum susu. Jibril kemudian berkata, “Engkau memilih jalan fitrah. Jika engkau mengambil gelas berisi miras, niscaya seluruh umatmu akan tersesat, suka mabuk,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Fenomena minum miras kerap terjadi di masyarat kota dan di desa yang berujung pada kekisruhan,pertengkaran, perkelahian, keputusasaan hingga kematian. Sekelompok anak-anak muda yang pesta pora hingga berujung kematian merupakan kekonyolan akibat minum miras oplosan. Akibat pergaulan bebas dan pengaruh lingkungan yang buruk di tengah masyarakat, mengakibatkan banyak anak-anak muda yang masa depannya hancur lantaran salah bergaul, minum miras dan narkoba.
Seseorang yang mempunyai kesalehan sosial, tentu lebih jeli dalam menentukan sikap dalam bergaul di masyarakat. Segala hal yang bisa merusak kesehatan dan masa depannya, ia akan hindari. Ia pun berusaha menjadi contoh yang baik di tengah masyarakat. Memberikan pengaruh yang baik dan memberikan manfaat kepada orang lain. Kesalehan sosial akan menuntunnya dirinya untuk sama-sama bekerja sama dan kolaborasi untuk menertibkan “sampah masyarakat”.
ADVERTISEMENT
Ketika Isra, Nabi juga diperlihatkan sekelompok orang yang perutnya besar sekali, sehingga mereka tidak mampu membawa perutnya itu. Nabi bertanya, kemudian Jibril AS menjawabnya, “Mereka adalah manusia yang suka memakan riba.”
Dalam ber-muamalah, tentu banyak juga transaksi-transaksi dan praktik yang tidak dibenarkan di masyarakat. Pinjaman online (pinjol) yang ilegal yang marak di tengah masyarakat amat meresahkan warga. Selain riba yang tinggi, karakter peminjam pun akan habis-habisan dihancurkan oleh pinjol jika tidak mau mengembalikan pinjamannya. Seseorang yang mempunyai kesalahan sosial, akan menghindari segala bentuk riba yang ada di tengah masyarakat.
Kemudian, Nabi juga diperlihatkan sekelompok orang yang memakan dagingnya sendiri setelah dipotong-potong dan dipaksa untuk memakannya. Nabi bertanya, Jibril AS menjawab, “Mereka adalah orang yang menggunjing atau ghibah.”
ADVERTISEMENT
Kerap kali, di tengah masyarakat, kita sering melihat orang lain menggunjing atau ghibah. Di media sosial pun, sebagian Netizen kerap melakukan hal demikian. Seseorang yang mempunyai kesalehan sosial, tentu tidak hanya menghindari ghibah ketika berada di masyarakat dan jagat media sosial, tapi juga saling mengingatkan agar tidak membuka aib saudaranya dan menyebarkannya.

Kesalehan Individu dan Sosial

Peristiwa Isra Mikraj patut kita renungkan. Perjalanan di malam yang penuh keajaiban hingga bertemu dengan Allah adalah hal yang harus kita percayai. Hasil dari perjalanan Mikraj yaitu perintah salat sebagai “hadiah ilahiah”.
“Salat itu adalah mikraj mukmin” (HR Ahmad). Dengan melakukan salat, maka seorang mukmin sedang melakukan pendakian spiritual dengan segenap ruh, pikiran dan hatinya untuk menggapai kedekatan dan kebahagiaan dengan Allah. Hikmah Isra Mikraj tidak hanya membentuk kesalehan secara individu, tapi juga kesalehan sosial.
ADVERTISEMENT
Dampak kesalehan sosial itu terwujud di masyarakat dengan mengedepankan kepedulian, kasih sayang, ketentraman, ketertiban, dan perbaikan dengan selalu menghormati segala perbedaan. Dampak dari salat yang khusyuk, selain mendapat ridha-Nya juga tidak berbuat keji dan munkar.
Peristiwa Isra Mikraj menjadi pelajaran yang berharga bagi setiap mukmin agar terus meningkatkan kesalehan sosial tanpa mengesampingkan kesalehan individu.