Dentuman Lagi, Kali Ini Petir?

Deni Septiadi
Peneliti Petir dan Atmosfer BMKG
Konten dari Pengguna
5 Februari 2021 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deni Septiadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi petir di gunung  Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petir di gunung Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Dentuman yang terjadi di Malang, Jawa Timur, pada Selasa (2/2/2021) membuat geger masayarakat sekitar, bahkan viral di Twitter. Beberapa analisis mengemuka tentang sumber suara tersebut, salah satunya adalah petir, benarkah sumber suara tersebut adalah petir?
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, fakta-fakta yang dikumpulkan dari saksi mata yang mendengar disebutkan terjadi dentuman sekitar pukul 23.00 malam hingga dini hari.
Ditinjau dari mekanisme pembentukannya berdasarkan teori Termoelektrik, petir terjadi akibat adanya beda potensial yang sangat tinggi yang didapat dari proses perbedaan ekstrem suhu panas dan dingin. Oleh karenanya di samping terjadi pada awan-awan yang matang di lapisan troposfer atmosfer, petir dapat terjadi akibat aktivitas vulkanik serta dapat juga terjadi diluar troposfer
Petir yang terjadi diluar troposfer seperti pada lapisan ionosfer (80-600 km dari permukaan), apabila dihubungkan dengan dentuman pada frekuensi rendah (VLF ~ 3-30 KHz) yang rambatan suaranya 10-100 km tentu terlalu jauh apabila sumber suara di ionosfer dapat didengar oleh banyak manusia di permukaan. Stratifikasi atmosfer Benua Maritim Indonesia (BMI) tidak memungkinkan resonansi suara mengalami amplifikasi signifikan sehingga terdengar ditempat yang sangat jauh dari sumber suaranya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, petir akibat aktivitas vulkanik juga dapat diabaikan karena tidak ada data dukung yang meyakinkan sumber suaranya.
Lantas bagaimana dengan petir yang terjadi di lapisan troposfer (10 km dari permukaan) akibat awan-awan konvektif yang disekitar Malang, Jawa Timur?
Sebelumnya kita pahami terlebih dahulu, petir merupakan lepasnya muatan listrik (discharge) tinggi dalam waktu singkat yang dapat terjadi di dalam satu awan (Intra Cloud, IC), antara awan dengan awan (Cloud to Cloud, CC) ataupun dari awan ke permukaan tanah (Cloud to Ground, CG) yang diikuti oleh proses pemanasan dan pemuaian udara sepanjang luah listrik sehingga terdengar gelombang suara sebagai guruh (thunder).
Berdasarkan pantauan satelit IR-Himawari, di sekitar Malang, Jawa Timur pembentukan awan yang signifikan hanya sampai pukul 23.00 WIB dengan suhu puncak awan mencapai -50 derajat celsius, kemudian secara berangsur lenyap. Secara fisis, ini mengindikasikan potensi petir juga menurun karena untuk menghasilkan luah listrik, perlu pembentukan partikel es <-40 derajat celsius untuk awan-awan menjadi matang (Cumulonimbus, Cb) single cell. Sumber suara akibat petir dikalkulasi jaraknya berkisar 6-7 km, bahkan paling jauh dengan asumsi sel awan cukup besar dan petir kuat pada kondisi atmosfer yang mendukung pun (ideal) suara guruh paling jauh dapat terdengar 16-25 km.
ADVERTISEMENT
Fakta di lapangan disebutkan bunyi dentuman terjadi secara konstan mulai pukul 23.00 WIB hingga pagi hari. Jika diasumsikan dentuman adalah petir, maka kondisi ini mengindikasikan sel yang luar biasa besar, matang dengan suhu puncak awan jauh di bawah -40 derajat celsius, fakta di satelit ternyata tidak mendukung! Bagaimana data petir yang ternyata mengindikasikan adanya aktivitas?
Instrumen petir dideteksi menggunakan instrument yang sifatnya satelit Based dan Ground based. Sampai saat ini Indonesia, dalam hal ini BMKG menggunakan sensor yang sifatnya Ground based. Metode pengukuran adalah menggunakan Magnetic Direction Finding untuk menentukan sumber petir. Sensor ini tidak mencatat sumber suara, tetapi mencatat luah listrik akibat beda potensial petir.
Dengan kerapatan instrumen yang rendah misleading dapat terjadi karena luah listrik pada awan akan menumpuk dan dikalkulasi jarak menjadi kurang valid. Verifikasi paling mudah adalah melakukan overlay dengan sumber petir yaitu awan Cumulonimbus (Cb). Data petir yang dikeluarkan oleh NASA juga sejalan dengan sebaran awan konvektif di sekitar Jawa Timur. Sehingga meyakinkan bahwa dentuman bukanlah petir!
ADVERTISEMENT
Verifikasi berikutnya yang paling mudah adalah, masyarakat yang mendengarkan langsung sumber suara tentu akan menyaksikan kilatan petir secara massif dan terus menerus dari tengah malam hingga dini hari, apakah demikian?
Saya meyakini tidak karena petir merepresentasikan awan yang matang dan massif. Bahkan orang awam pun dengan mudah mengenali sumber suara apabila gemuruh dentuman yang didengar adalah petir. Oleh karena itu, tetap waspada dan kita tunggu dentuman-dentuman selanjutnya!
Oleh : Dr. Deni Septiadi
Dosen Meteorologi STMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(Peneliti Petir dan Atmosfer)