Apa yang Terjadi Pada Turki Setelah Referendum?

17 April 2017 10:03 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Erdogan dan sang istri usai referendum Turki. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
zoom-in-whitePerbesar
Erdogan dan sang istri usai referendum Turki. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan kemenangan kubu "iya" dalam referendum amandemen konstitusi. Kemenangan ini sekaligus pintu pembuka bagi sistem pemerintahan baru di Turki, mengakhiri sistem yang diprakarsai Mustafa Kemal Ataturk 85 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Erdogan mengatakan ada 25 juta orang yang mendukung amandemen konstitusi, atau 51,5 persen pemilih, terpaut tipis dari kubu yang berseberangan. Banyak yang khawatir kemenangan ini akan mengubah pemerintahan Erdogan menjadi otoriter. Lebih jauh, oposisi takut sistem kesultanan akan kembali ke Turki, dengan Erdogan sebagai sultannya.
Kekhawatiran menyeruak terlebih karena 18 amandemen yang diajukan akan memberikan kewenangan lebih besar bagi pemimpin negara dan menafikkan peran parlemen dalam sistem presidensial yang baru.
Massa pro Erdogan (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
zoom-in-whitePerbesar
Massa pro Erdogan (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
Amandemen setidaknya akan diimplementasikan pada 2019 dalam pemilihan presiden baru. Dalam amandemen tercakup perpanjangan kekuasaan presiden menjadi 5 tahun, dan boleh menjabat 2 periode. Dengan ini, Erdogan berpotensi memimpin hingga 2029.
ADVERTISEMENT
Sedikitnya ada sekitar 70 undang-undang yang akan diubah dalam 18 proposal amandemen Konstitusi Turki. Berikut adalah beberapa perubahan pemerintahan yang akan terjadi di Turki:
1. Peran perdana menteri akan dihapuskan. Presiden akan menjadi kepala eksekutif sekaligus kepala negara.
2. Presiden boleh menunjuk kabinet, beberapa wakil presiden, bisa dua atau tiga, dan memecat pejabat sipil, semuanya tanpa persetujuan dari parlemen.
3. Presiden boleh memiliki keanggotaan di partai politik, termasuk pemimpin partai. Saat ini presiden hanya simbol dan berada di atas partai politik.
4. Presiden berhak mengumumkan status darurat sipil tanpa persetujuan dari parlemen atau kabinet.
Erdogan usai Referendum Turki (Foto: Yasin Bulbul/Presidential Palace/Handout via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Erdogan usai Referendum Turki (Foto: Yasin Bulbul/Presidential Palace/Handout via REUTERS)
5. Presiden dapat merancang sendiri anggaran pembelanjaan negara. Saat ini, anggaran negara diatur oleh parlemen.
ADVERTISEMENT
6. Dewan Pengawas Negara (DDK), institusi yang membawahi aktivitas publik dan swasta di Turki berhak melakukan penyelidikan terbuka. Hal ini memberi kekuatan langsung bagi presiden atas berbagai kasus, termasuk yang terjadi di kemiliteran.
7. Jumlah anggota Dewan Tinggi Hakim dan Penyidik Turki (HSYK) akan dipangkas dari menjadi 13 orang, dari yang sebelumnya 22. Empat anggota HSYK akan ditunjuk presiden, parlemen menunjuk tujuh orang. Menteri Pertahanan dan wakilnya otomatis menjadi anggota HSYK.
8. Presiden berhak menunjuk 12 dari 15 anggota Mahkamah Konstitusi, sisanya ditunjuk parlemen.
9. Parlemen boleh mengajukan penyelidikan jika presiden dituduh melakukan tindak kriminal melalui voting yang setidaknya didukung dua per tiga anggota. Kasus ini kemudian dimajukan ke Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Presiden Recep Tayyip Erdogan. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Recep Tayyip Erdogan. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
10. Jumlah kursi parlemen akan ditingkatkan menjadi 600 dari sebelumnya 550. Usia minimal anggota parlemen diturunkan menjadi 18 tahun, dari sebelumnya 25 tahun.
11. Pemilu parlemen akan dilakukan setiap lima tahun, bukannya empat tahun, bersamaan dengan digelarnya pemilu presiden.
12. Presiden berhak membubarkan parlemen, walau berujung pada pemilu presiden dini.
13. Presiden boleh menjabat maksimal dua periode, satu periodenya lima tahun. Namun jika parlemen menentukan adanya pemilu dini di periode kedua presiden, maka petahana boleh maju lagi sebagai calon presiden.