Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Armada Tempur Laut AS Mendekat, Korut Ancam dengan Bom Nuklir
12 April 2017 11:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Korea Utara menganggap pergerakan armada tempur laut Amerika Serikat ke Semenanjung Korea adalah tanda-tanda agresi militer. Dalam pernyataannya melalui media, rezim Pyongyang mengancam akan menyerang AS dengan bom nuklir jika cari masalah dengan Korut.
ADVERTISEMENT
Ancaman Korut ini dilancarkan setelah Presiden Donald Trump memerintahkan mobilisasi armada tempur AS di Pasifik menuju Korea. Armada itu terdiri dari kapal induk USS Carl Vinson, dua kapal perusak dan jelajah. Trump juga mengatakan armada ini dikawal oleh kapal selam.
"Kami mengirim armada, sangat kuat. Kami punya kapal selam, yang jauh lebih kuat dari kapal induk," ujar Trump dalam wawancara dengan stasiun televisi Fox.
Korut menganggap pergerakan kapal perang AS ini adalah tanda-tanda agresi. Melalui koran resmi pemerintah, Rodong Sinmun, rezim Kim Jong Un mengancam akan menyerang dengan nuklir.
Baca juga: Trump Kirim Kapal Induk ke Korea
"Pasukan revolusi kami yang kuat memperhatikan setiap pergerakan elemen-elemen musuh dengan pantauan nuklir, fokus kepada pangkalan militer penjajah AS tidak hanya di Korea Selatan dan Pasifik, tapi juga di dataran AS," bunyi pernyataan di koran itu, dikutip Reuters, Selasa (11/4).
ADVERTISEMENT
Ketegangan di kawasan kembali tercipta setelah Korsel dan AS mengantisipasi uji nuklir keenam Korut, terutama jelang peringatan ulang tahun Kim Il Sung, pendiri negara itu.
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis membantah armada perang mereka di Korea untuk agresi, melainkan manuver normal semata. Oleh Gedung Putih, ancaman nuklir Korut juga dianggap hanya pepesan kosong.
"Saya kira tidak ada bukti Korut punya kemampuan itu saat ini. Mengancam dengan sesuatu yang tidak dimiliki bukanlah ancaman," ujar juru bicara Gedung Putih Sean Spicer.