Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Perang tidak hanya memakan korban jiwa, tapi juga pendidikan. Tengok saja di Irak, jutaan anak putus sekolah setelah perang berkecamuk, terutama di kota-kota yang dikuasai ISIS.
ADVERTISEMENT
Di Mosul contohnya, kebanyakan orang tua pilih mengeluarkan anak mereka dari sekolah setelah ISIS menguasai kota kedua terbesar di Irak itu. Orang tua khawatir anak-anak mereka akan diajari berperang dan dicuci otaknya dengan pemahaman Islam yang menyimpang.
Ahmed Abdelsattar salah satunya. Dia baru berusia 14 tahun saat ISIS mencengkeram Mosul dan mengumumkan kekhalifahan dari kota itu pada 2014.
Tiga tahun kemudian, Abdelsattar ditemui berjualan es krim di kamp pengungsi. Keluarganya kehilangan rumah dan ayahnya terlalu tua untuk bekerja sebagai buruh di kamp itu. Abdelsattar yang kini berusia 17 tahun menjadi tulang punggung keluarga.
Kepada Reuters, Senin (1/4), Abdelsattar mengaku tidak ingin sekolah lagi. Lebih baik bekerja menghidupi keluarga, kata dia.
ADVERTISEMENT
"Sekolah percuma sekarang. Saya membantu keluarga," tutur Abdelsattar.
Ada puluhan ribu anak yang kehilangan rumah dan keluarga mereka setelah ISIS menguasai Mosul. Sekarang, sebagian besar kota Mosul telah dikuasi oleh tentara Irak berkat bantuan koalisi udara Amerika Serikat.
Sebanyak 320 dari 400 sekolah dibuka kembali. Namun tetap saja, ada anak-anak yang enggan melanjutkan sekolah. Seperti Abdelsattar, mereka memilih bekerja, seperti memungut sampah, jualan sayur atau menjadi mekanik, apa saja untuk menyambung hidup keluarga.
Menurut departemen pendidikan provinsi Nineveh, sekitar 10 persen anak di timur Mosul masih belum melanjutkan sekolah.
"Saya tidak sekolah karena ISIS datang dan mereka mengajarkan anak-anak tentang perang dan mengirim mereka bertempur," kata Falah, bocah 12 tahun yang berjualan sayuran.
ADVERTISEMENT
Falah punya empat adik, semuanya tidak sekolah.
Ada lagi Huzayfa. Bocah 12 tahun penjual besi bekas ini sempat masuk ke sekolah yang diajarkan ISIS di Mosul. Pengajarannya aneh, kata dia.
"Mereka mengajarkan kami 'satu peluru tambah satu peluru' dan bagaimana menembakkan senjata," tutur Huzayfa.
Saat ini mengembalikan anak-anak ke bangku sekolah jadi prioritas pemerintah Irak. Juru bicara badan anak UNICEF, Laila Ali, mengatakan investasi pendidikan jadi prioritas utama di Irak.
"Investasi pendidikan sangat mendesak, jika tidak Irak bisa kehilangan satu generasi," ujar Laila.
Irak di tahun 1980-an adalah negara kaya minyak dengan tingkat pendidikan tinggi. Seratus persen anak-anak di negara itu masuk sekolah kata itu.
ADVERTISEMENT
Tingkat buta huruf di Irak meningkat setelah negara itu dijatuhkan sanksi usai menginvasi Kuwait. Perekonomian Irak semakin terpuruk ketika perang saudara pecah menyusul invasi AS pada 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein.
Januari lalu, sekolah-sekolah di timur Mosul kembali dibuka. Sejauh ini ada 350 ribu anak yang kembali bersekolah. UNICEF memperkirakan, di seluruh Irak ada 1,2 juta anak yang putus sekolah akibat konflik.
Namun tidak sedikit anak di Irak sudah putus harapan.
"Masa depan sudah hilang," kata Abdelsattar.