Sejarah 100 Tahun Konflik di Yerusalem yang Perlu Kamu Tahu

6 Desember 2017 15:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Kota Yerusalem (Foto: Reuters/Baz Ratner)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Kota Yerusalem (Foto: Reuters/Baz Ratner)
ADVERTISEMENT
Nama Yerusalem ramai dibicarakan belakangan ini setelah Presiden Donald Trump menyatakan akan memindahkan Kedutaan Amerika Serikat ke kota tersebut. Sejak 100 tahun lalu sejarah kota ini memang diwarnai konflik, tidak lain dan bukan karena Yerusalem adalah kota suci tiga agama.
ADVERTISEMENT
Sejarah konflik di Yerusalem dimulai pada Desember 1917 ketika Jenderal Inggris Edmund Allenby merebut Yerusalem dari Kekhalifahan Ottoman Turki.
Memang sejak ribuan tahun Yerusalem jadi rebutan berbagai kerajaan, namun konflik modern antara Israel dan Palestina diawali dengan ditambatkannya kuda Allenby di Yerusalem dan dia berjalan kaki memasuki Kota Tua pada 100 tahun lalu, tepat di bulan ini.
1917-1948: Kekuasaan Inggris
Tiga dekade Yerusalem di bawah kekuasaan Inggris, di saat itu juga gelombang pendatang Yahudi dari seluruh dunia masuk ke kota itu. Kebanyakan di antara mereka berpaham Zionis yang meyakini Yerusalem adalah tanah yang dijanjikan berdasarkan Taurat.
Sementara warga Arab di dalamnya masih gamang menyesuaikan diri dengan pemerintahan Inggris. Pasalnya selama 400 tahun sebelumnya mereka dipimpin oleh Kekhalifahan Ottoman.
ADVERTISEMENT
Menurut Amnon Ramon, peneliti senior di lembaga Jerusalem Institute for Policy Research, Zionis Yahudi memang berdatangan ke Yerusalem ketika itu. Tapi mereka menahan diri dari mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota.
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons.)
"Pertama karena Yerusalem dianggap simbol diaspora, dan kedua karena situs suci Kristen dan Islam dianggap penghalang pembentukan negara Yahudi dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," kata Ramon dikutip dari New York Times.
Migrasi Yahudi ke Yerusalem menimbulkan pertentangan dari warga Palestina, terjadilah beberapa kerusuhan yang merenggut nyawa. Pada 1939, Inggris melarang Yahudi yang lari dari Nazi masuk ke Yerusalem. Namun tetap saja gelombang Yahudi terus terjadi.
Setelah Perang Dunia II, pada 1947, PBB menyetujui rencana partisi wilayah itu menjadi dua negara untuk Yahudi dan Arab. Yerusalem sendiri dinyatakan sebagai "kota international", tidak menjadi wilayah siapa pun.
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons)
1948-1967: Israel Merdeka
ADVERTISEMENT
Negara-negara Arab menolak rencana partisi PBB dan pada 1948 Inggris mengakhiri mandatnya di Palestina. Di saat itu pula, Israel menyatakan kemerdekaan mereka dan membentuk negara baru.
Arab kemudian menyerang Israel. Ini adalah perang pertama mereka, dan Arab kalah. Yerusalem kemudian terbagi dua: bagian barat dikuasai Israel, sementara bagian timur termasuk Kota Tua dikuasai Yordania.
Peta Yerusalem (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Yerusalem (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Pembangunan lantas dimulai, tapi Yordania seakan melupakan Yerusalem dan malah mengembangkan Amman, ibu kota mereka. Sementara Israel mengembangkan kota pesisir, termasuk Haifa, Tel Aviv, dan Ashkelon.
Karena desakan internasional, Israel mencari alternatif ibu kota selain Yerusalem. Walau Israel menempatkan banyak kantor pemerintahan di Yerusalem Barat, namun pemerintahan asing justru membangun kantor perwakilan di Tel Aviv sebagai bentuk kepatuhan pada resolusi PBB.
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Yerusalem, 1917-1948. (Foto: Wikimedia Commons)
1967-1993: Perang Enam Hari
ADVERTISEMENT
Perang kedua Arab Israel terjadi pada 1967 dikenal dengan Perang Enam Hari. Israel lagi-lagi memenangkan perang dan berhasil merebut Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania, dan Dataran Tinggi Golan dari Suriah.
PBB menganggap pendudukan Israel di Yerusalem adalah tindakan ilegal dan melanggar hukum internasional.
Menurut Menachem Klein, ahli politik di Bar-Ilan University, Israel, kemenangan besar ini membuat Israel semakin percaya diri.
"Titik balik pada 1967 ada dua: kemenangan besar, termasuk peralihan dari ketakutan akan kekalahan akibat perang menjadi euforia dan merasa semuanya mungkin, dan dampak emosional dari pendudukan Kota Tua," kata Klein kepada New York Times.
Yerusalem, Perang Arab Israel 1967 (Foto: Gershon Yuval/ GPO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Yerusalem, Perang Arab Israel 1967 (Foto: Gershon Yuval/ GPO / AFP)
Pada 1977, Partai Likud memenangi pemilu dan gelombang pendatang Yahudi semakin masif, termasuk mereka yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Ambisi Israel menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota dari Tanah yang Dijanjikan semakin menggila.
ADVERTISEMENT
Yerusalem mulai masuk dalam kurikulum sekolah, parade militer, dan kerap didatangi para siswa. Puncaknya pada 1980, ketika parlemen Israel menyatakan "Yerusalem, seluruhnya dan bersatu, adalah ibu kota Israel".
Sejak itu kondisi Palestina tegang, berbagai protes terjadi. Kesewenangan Israel dalam mengatur Yerusalem dan Kota Tua memicu kemarahan. Pada 1987 pecah perlawanan besar warga Palestina, dikenal dengan istilah Intifada. Lebih dari 1.900 warga Palestina tewas ditembus peluru tentara Israel saat itu.
Yerusalem, Intifada 1987 (Foto: AFP/Esaias Baitel)
zoom-in-whitePerbesar
Yerusalem, Intifada 1987 (Foto: AFP/Esaias Baitel)
1993-sekarang: Terbentuknya Otoritas Palestina
Pada 1993 tercipta Perjanjian Oslo yang mengatur pembentukan Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun isu-isu penting ditunda pembahasannya, seperti perbatasan, pengungsi, dan status Yerusalem.
Masyarakat internasional tetap menganggap Yerusalem bukan bagian dari Israel dan pendudukan terhadap kota itu ilegal. Status Yerusalem yang tidak jelas, diklaim sana-sini, membuat kondisinya selalu tegang.
ADVERTISEMENT
Israel mulai mencaplok sedikit demi sedikit lahan warga Palestina di Yerusalem, membangun permukiman Yahudi. Pada tahun 2000 terjadi Intifada Jilid Dua yang berlangsung selama empat tahun. Lebih dari 3.100 warga Palestina tewas dalam peristiwa itu.
Bentrokan di Masjid Al Aqsa (Foto: Reuters/Ammar Awad)
zoom-in-whitePerbesar
Bentrokan di Masjid Al Aqsa (Foto: Reuters/Ammar Awad)
Intifada Jilid Dua dipicu masuknya Ariel Sharon, yang saat itu menjadi politisi sayap kanan Israel, ke kompleks Masjidil Aqsa. Padahal berdasarkan kesepakatan, umat Yahudi hanya boleh masuk dan berdoa di Tembok Ratapan.
Profesor Yehoshua Ben-Arieh, ahli sejarah dan geografi di Hebrew University, memperkirakan konflik perebutan Yerusalem masih akan terjadi dalam jangka waktu yang lama.
"Konflik Arab-Yahudi meningkat menjadi konflik nasionalisme dengan Yerusalem di pusatnya," kata dia.
"Yerusalem adalah kota suci tiga agama, dua bangsa - Yahudi dan Arab - keduanya mendekap Yerusalem. Mereka butuh Yerusalem ketimbang Yerusalem butuh mereka," lanjut dia.
Suasana Kota Yerusalem (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Kota Yerusalem (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
ADVERTISEMENT