Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mencurigai percakapan dirinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin telah disadap. Ihwal percakapan telepon antara SBY dengan Ma'ruf Amin disinggung dalam sidang kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pekan ini.
ADVERTISEMENT
Dugaan penyadapan menyeruak setelah muncul pertanyaan soal bagaimana Ahok bisa mengetahui percakapan itu. Menurut SBY, tindakan itu ilegal berdasarkan hukum Indonesia,
"Kalau betul percakapan saya dengan Ma'ruf Amin disadap tanpa alasan yang sah tanpa perintah pengadilan, itu namanya penyadapan ilegal," kata SBY dalam konferensi pers, Rabu (1/1).
Jika benar dugaan penyadapan itu terjadi, maka ini bukan kali pertama peristiwa serupa menimpa SBY.
Pada tahun 2013, terungkap praktik penyadapan oleh badan intel Australia terhadap telepon seluler SBY. Perkara ini diketahui setelah muncul bocoran dokumen rahasia badan intelijen Amerika Serikat, NSA, yang dibeberkan Edward Snowden kepada media.
Menurut dokumen yang diperoleh media ABC dan The Guardian saat itu, intel Australia setidaknya pernah sekali mencoba membobol ponsel SBY dan memantau aktivitasnya melalui ponsel tersebut selama 15 hari pada Agustus 2009.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya SBY, intel Australia juga menyadap telepon orang-orang di ring 1 istana, termasuk Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono. Ada delapan pejabat tinggi lainnya yang juga disadap, di antaranya Wapres Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, Dino Patti Djalal, Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani Indrawati, Widodo AS, dan Sofyan Djalil.
Tidak hanya menyadap. Menurut dokumen NSA, Kedutaan Besar Australia di Jakarta memiliki pos penyadapan sendiri. Hal ini membuat SBY murka.
SBY langsung memanggil duta besar Indonesia untuk Australia untuk pulang ke tanah air. SBY juga memerintahkan peninjauan ulang hubungan kedua negara. Langkah ini mengganggu kerja sama Indonesia-Australia di berbagai bidang, termasuk di sektor keamanan dan pendidikan.
Pemerintah Australia di bawah Perdana Menteri Tony Abbott saat itu menolak meminta maaf, menjadikan situasi semakin runyam. Abbott beralasan tindakan itu dilakukan oleh semua negara. Lagipula kata Abbott, penyadapan juga menguntungkan negara-negara sekutu Australia, salah satunya Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Normalisasi dilakukan setelah Australia berjanji tidak akan lagi memata-matai aktivitas pemimpin Indonesia yang bisa merusak hubungan kedua negara. Selain itu, kedua negara sepakat membentuk jalur hotline antar menteri luar negeri untuk langsung membahas jika ada gesekan lagi.