Konten dari Pengguna

Suwito Jualan ‘Kotoran Sapi’, Tiap Hari Jalan 5 Jam tanpa Alas Kaki

18 Desember 2017 17:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari denny setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
SUASANA di lingkungan Komplek Citra Blok V, Martapura Kota, di pagi tadi cukup hening. Dari arah Timur muncul seorang lelaki tua yang sedang menarik gerobak, sambil berteriak pelan, “Pupuk…pupuk…,” pekiknya.
ADVERTISEMENT
Dia hanya mengenakan kaos oblong berwarna putih bergaris merah pada lengan dan kerah yang bergambar seorang calon Kepala Daerah. Di sana-sini bajunya penuh dengan kotoran tanah yang mulai mengering, bahkan ujung baju sudah compang-camping. Sedangkan celana pendek yang dikenakan berwarna orange bergaris itu pun sudah cukup lucuh.
Suwito, demikian nama yang diperkenalkan. “Usia saya sekitar 50 tahun,” ucapnya dengan logat Jawa yang cukup medok.
Perawakannya lebih pendek, bahkan tidak begitu jauh dengan tinggi gerobak yang ditarik. Meski berusia setengah abad, tubuhnya masih terlihat kekar, sorot matanya cukup tajam seperti mengisyaratkan semangat hidup yang menyala. Wajahnya ditumbuhi brewok yang sebagian berwarna putih.
Melihat saya berdiri di tepi jalan, serta merta dia langsung berhenti, sambil menggiring gerobaknya ke tepi seberang jalan saya berdiri. “Pak, mau beli pupuk?”
ADVERTISEMENT
Saya sempat terhenyak dan hampir tidak mendengar pertanyaan yang dilontarkan. “Jual apa pak?” saya balik bertanya.
“Ini pak, saya jual pupuk. Isi karung ini berisi kotoran sapi yang sudah saya campur dengan tanah, coba lihat pak, lihat…,” ujarnya meyakinkan, sambil merogoh salah satu karung yang masih tersusun di dalalm gerobak terbuka itu.
“Untuk apa ya pak?” saya coba memastikan. “Ya…untuk tanaman pak, tanaman bisa subur,” timpalnya menjawab.
“Beli ya pak, ya…? Kalau beli satu harganya dua puluh ribu, kalau diambil keduanya, saya kasih tiga puluh ribu, soalnya tinggal dua karung pak, jadi dibeli saja keduanya,” katanya dengan nada setengah memaksa.
Kemudian Suwito langsung menurunkan karung-karung itu, sambil menceritakan keseharian menjual pupuk karungan itu. Pupuk-pupuk itu dikumpulkan dari kotoran sapi yang dipelihara di kandang sapi dekat rumahnya di Desa Imban, Kait-kait, Kabupaten Tanah Laut.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Tanah Laut, salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan, yang berjarak sekitar 60 kilometer dari lokasi pertemuan kami.
“Saya bawa pupuk ini dari Imban (Desa Imban) berjalan kaki, sejak jam satu malam tadi. Sekitar lima jam saya berjalan, sampai lah di sini,” bebernya.
Mendengar penjelasan itu, saya sempat terperangah, seolah tidak percaya. Lebih-lebih saat memperhatikan kakinya yang sama sekali tidak mengenakan alas, seperti sandal atau sepatu. “Betul pak dari Kait-kait,” saya coba meyakinkan diri.
“Iya.., saya bisa berangkat dari jam sebelas malam dan bisa juga dari jam satu malam,” ucapnya lebih tegas.
Dia tiba di Kota Banjarbaru atau Martapura menjelang subuh atau pagi hari. Kadang berkeliling berjualan di kawasan Sungai Ulin, Kota Banjarbaru Utara, Gunung Kupang, Cempaka sampai Martapura.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pupuk karungan yang dibawa rata-rata berjumlah 10 karung. Harga yang ditawarkan memang berkisar antara Rp15 ribu sampai Rp20 ribu. “Biasanya saya jual hanya lima belas ribu per satu karung,” katanya.
Dia mengais rezeki cukup dengan modal tenaga, karung dan gerobak. Kotoran sapi dan tanah dikumpulkan dari sapi titipan orang lain, sedangkan tanah diambil dari sekitar kandang sapi.
“Memelihara sapi ‘kan juga ada upahnya pak?” saya lebih penasaran.
“Piara sapi ‘kan tidak ada upahnya, tapi bagi hasil. Untuk mendapatkan hasil butuh waktu dua sampai tiga tahun. Kalau sapinya sudah beranak, baru kita dapat. Sekarang sapi yang saya piara tinggal lima ekor, dan itu milik orang. Jadi saya ngambil kotorannya saja untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas pria yang memiliki tiga anak ini.
ADVERTISEMENT
Profesi penjual pupuk tanaman itu dia lakukan sudah selama 30 tahun. Malam berangkat dengan gerobak menjual pupuk tanaman, sekembalinya dari berjualan, dia mencari rumput untuk dibawa ke rumah atau kandang sapi.
“Sudah ya pak, saya pulang jauh, jalan kaki. Lagian saya mau nyari rumput dulu,” pungkasnya tergesa-gesa, seraya meninggalkan.([email protected])