Omon-omon Politik Deforestasi

Dens Saputra
Dosen di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat St. Ursula. Fokus Kajian pada bidang Politik dan Pemerintahan
Konten dari Pengguna
23 Januari 2024 7:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dens Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menebang kayu. Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menebang kayu. Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Deforestasi merupakan aktivitas penebangan pohon dengan mengubah hutan secara permanen untuk aktivitas manusia. Penebangan hutan prinsipnya diperuntukkan untuk kegiatan pembangunan fisik seperti membuka jalan, lahan untuk berkebun, lahan beternak, dan sebagainya yang diperuntukkan untuk kebutuhan manusia. Indonesia sebagai negara tropis dengan jumlah hutan terbesar, tidak terlepas dari aktivitas pengalihan fungsi hutan untuk kepentingan lain. Apa bila alih fungsi hutan untuk kepentingan masyarakat lokal jauh lebih baik. Tetapi kalau untuk kepentingan kapitalisasi dan profit, justru lebih berbahaya bagi kelangsungan hidup banyak orang.
ADVERTISEMENT
Menurut Riset Jhon Pilger (dalam Alexander, 2021) tak lama setelah Soekarno digulingkan dari kekuasaan, ekonomi Indonesia dirancang secara baru sektor demi sektor dalam sebuah sidang rahasia di Swiss yang dihadiri oleh Transnasional Corporations (TNCs) besar Eropa dan Amerika Serikat kala itu. Akhirnya banyak dilakukan pengalihfungsian hutan untuk kegiatan pertambangan di republik ini. Tidak hanya itu, kebijakan pemerintahan melalui desentralisasi juga membantu “mendorong” kegiatan perusakan hutan melalui Izin Kuasa Pertambangan (IUP) yang masuk dalam kewenangan pemerintah daerah. Artinya, secara masif perusakan hutan dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dan tidak bisa dikontrol, bahkan oleh pemerintah pusat sendiri. Daerah dengan kebijakan masing-masing akhirnya mengeksploitasi hutan tanpa batasan.
Tidak hanya pertambangan, kegiatan deforetasi juga diperuntukkan untuk membangun perumahan bagi warga negara. Jumlah penduduk Indonesia dengan total 276,4 juta tentu membutuhkan rumah sebagai tempat berlindung. Kebijakan pemerintah melalui bantuan perumahan rakyat juga menjadi penyebab hilangnya kawasan hutan. Belum lagi proyek strategis pemerintah untuk food estate yang ingin mengubah 31.000 kawasan hutan untuk kebun singkong di daerah seperti kalimantan. Kebijakan ini sebagai upaya terhadap resesi yang kemungkinan besar dihadapi pada tahun 2023 dan 2024. Pada akhirnya setiap pilihan tetap memiliki konsekuensi logis baik itu kepada manusia, maupun kepada alam.
ADVERTISEMENT
Hutan tidak hanya menjadi rumah dari berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, tetapi juga menyuplai oksigen dan menyerap karbondioksida bagi kelangsungan hidup manusia. Tetapi dengan aktivitas deforetasi, perlahan hutan hilang dan alam tidak bersahabat lagi dengan manusia karena terus menerus dieksploitasi. Pada 2021, University of Maryland (globalforestwatch,2021) mengeluarkan data daerah tropis kehilangan 11,1 juta hektare tutupan pohon. Perhatian khusus ditujukan pada hilangnya 3,75 juta hektare hutan hujan primer tropis di mana menjadi area sangat penting untuk menyimpan karbon dan keragaman hayati. Data ini menunjukkan betapa seringnya kegiatan eksploitasi terhadap hutan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tidak heran perubahan iklim di berbagai negara terjadi begitu drastis sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan yang berdampak kepada berbagai bencana kemanusiaan.
ADVERTISEMENT

Deklarasi Glasgow dan Teknik Kaizen

Aktivis iklim Swedia Greta Thunberg (tengah) bergabung dengan pawai oleh aktivis pemuda untuk memprotes kelambanan iklim di sela-sela KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow pada 5 November 2021. Foto: Ben STANSALL / AFP
Pada 2021 di Skotlandia tepatnya daerah Glasgow terjadi sebuah konferensi iklim ke-26 atau Conference of the Parties (COP26). 133 negara terlibat dalam menandatangani Deklarasi Glasgow yang berisi tekad untuk menghentikan kehilangan hutan (forest loss). Dan Indonesia menjadi negara ke-53 yang menandatangani kesepakatan tersebut. Meskipun dalam data global forest watch, tingkat kehilangan hutan primer di Indonesia terus menurun pada tahun 2021 selama lima tahun berturut – turut, turun 25% dibandingkan tahun 2020. Tren ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam upaya mengembalikan hutan-hutan yang telah rusak oleh serangkaian kegiatan deforetisasi. Tetapi di sisi lain, data tersebut ditantang oleh beberapa kalangan yang menganggap pemerintah masih merusak hutan dengan berbagai program strategis Nasional. Misalkan program bendungan, Ibu Kota Negara, jalan, dan lain sebagainya. Sehingga aktivitas deforitisasi masih tetap berjalan di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Sebagai warga negara kita memiliki tempat untuk tetap mengkritik kebijakan pemerintah terkait perusakan lingkungan. Tetapi kalau gerakan kritis ini hanya sebatas gagasan, kita hanya menghabiskan energi di tengah perusakan hutan terus menerus oleh berbagai pihak. Jhon F. Kennedy pernah menyampaikan “jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepada mu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negara”. Kalimat ini sebenarnya menyinggung kita untuk melakukan sesuatu agar hutan kita dapat terselamatkan. Sekecil apa pun kontribusi kita, suatu saat pasti berguna bagi bangsa dan anak cucu kelak.
Kita coba mengadopsi teknik Kaizen dalam tradisi hidup masyarakat Jepang. Jepang menjadi salah satu negara dengan etos kerja luar biasa. Kita teringat pada piala Dunia Qatar, ketika sehabis pertandingan para fans Jepang membersihkan tribune yang telah mereka duduki. Berbeda dengan fans negara lain meninggalkan tribune dengan keadaan kotor.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan untuk mencintai kebersihan memang sudah sejak dini didisiplinkan oleh masyarakat Jepang. Karena telah dibangun dari sejak kecil, hampir sebagian besar masyarakat negeri samurai ini konsisten dengan kebersihan, bahkan di negara orang lain.
Teknik Kaizen ini menginginkan manusia membiasakan segala hal dengan penuh konsistensi sehingga pada akhirnya kebiasaan itu perlahan berubah menjadi budaya baik. Teknik Kaizen bisa digunakan untuk mendukung gerakan penghijauan kawasan gundul yang bisa dimulai dari setiap rumah kita.
Generasi saat ini perlu dilatih dengan prinsip Kaizen untuk menanam, menjaga, dan merawat pohon di sekitar rumah. Meskipun sederhana, gerakan ini sebenarnya memacu anak-anak kita untuk peduli dan cinta terhadap lingkungan. Ketika setiap harinya diluangkan waktu sekitar 1-3 menit untuk merawat pohon dan konsisten setiap harinya, maka akan terbangun habitus baru di benak generasi bangsa untuk tetap melestarikan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini perlu didorong oleh seluruh keluarga Indonesia agar anak-anak tetap peduli alam dengan cara menanam pohon. Buahnya mungkin tidak didapatkan dalam waktu dekat, tetapi untuk beberapa tahun ke depan ketika generasi bangsa kita terbiasa dengan kebiasaan menanam, menjaga, dan merawat pohon. Sama hanya dengan budaya bersih masyarakat Jepang yang tidak ditemukan pada awal-awal gerakan ini digagas, melainkan beberapa tahun ke depan.
Bumi kita tidak lagi muda. Alam pun terkadang tidak bersahabat dengan kita karena ulah kita sendiri yang melakukan eksploitasi tanpa batasan. Sudah waktunya kita menyampaikan gagasan “hijau” untuk generasi selanjutnya agar bumi dan segala isinya tetap mesra bersama manusia. Kampanye Menanam pohon tentu tidak sekadar perayaan formalitas belaka, tetapi perlu diisi dengan tindakan-tindakan aktual untuk menantang aktivitas deforestasi. Tindakan itu tidak perlu besar, cukup mulai dari rumah kita masing-masing untuk selalu memiliki pohon. Banyak manfaat yang bisa didapatkan dari kecintaan menanam pohon di sekitar pemukiman rumah. Di tengah pemanasan global yang sulit untuk dibendung, mungkin menanam pohon adalah jalan terbaik untuk mengembalikan kehangatan antara bumi dan manusia.
ADVERTISEMENT