Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ketika Pria dan Wanita Harus Bekerja
6 Mei 2024 10:31 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Deo Peter Surbakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perjuangan emansipasi wanita rasanya telah hampir usai di negara ini, terlebih bila melihat banyak wanita bekerja dan berpendidikan tinggi saat ini. Sekat-sekat yang dulu membedakan peran gender pria dan wanita perlahan memudar. Setidaknya dalam tiga hak dasar manusia yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi, hampir tidak ada lagi perbedaan di antara pria dan wanita. Pria dan wanita dapat memperoleh pendidikan yang sama, memperoleh fasilitas kesehatan yang setara serta bekerja di sektor mana saja mereka inginkan. Tetapi, dalam perayaan kemenangan emansipasi wanita, telah muncul normalisasi tak tertulis yang mulai menuntut setiap perempuan untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Dalam tuntutan kehidupan yang semakin tinggi dan cepat, pria dan wanita dinormalisasi untuk bekerja dalam satu rumah tangga yang sama. Biaya hidup yang kian tinggi, memaksa setiap dewasa untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menabung. Rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita di Jakarta pada tahun 2022 dari data BPS berada pada kisaran Rp 2.527.347,- . Jika menghitung secara kasar untuk sebuah rumah tangga dengan dua orang anak, maka rata-rata pengeluaran per bulan diperkirakan mencapai Rp 10.109.388,-. Di sisi lain, rata-rata upah atau gaji bersih pekerja hanya Rp 5.916.194,-. Berdasarkan perbandingan tersebut, terlihat jika hanya mengandalkan seorang individu yang bekerja dalam rumah tangga sungguhlah memang sulit untuk memperoleh lebih dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Keunggulan Keduanya Bekerja
Sejatinya, kehidupan pasangan orang tua yang keduanya bekerja bukanlah kehidupan yang mudah. Tantangan pertama tentunya adalah manajemen dan membagi tugas dalam mengurus rumah tangga agar tetap berjalan sebagaimana mestinya. Urusan rumah tangga, bukan persoalan hanya bersih-bersih atau memasak. Peran perempuan dan pria menjadi samar dalam setiap rumah tangga. Tidak ada lagi ketentuan bahwa seorang perempuan harus dapat melakukan hal tertentu,seperti memasak atau mengurus anak. Sebaliknya, tidak jarang justru perempuan lebih cakap dalam bekerja dibanding pria dalam dunia kerja.
Ketika kata kolaborasi diserap dari bahasa asing, mungkin jauh di bayangan untuk memakainya dalam kehidupan rumah tangga, tetapi saat ini demikianlah diperlukannya. Pria dan wanita dituntut untuk saling mengerti, saling menekan ego masing-masing serta mulai melepaskan diri dari kebiasaan lama. Seiring wanita turut bekerja mencari nafkah, sang pria juga ambil andil dalam mengurus rumah tangga. Dalam kacamata sosial, tidak ada yang dapat menyalahkan hal tersebut, demkianlah manusia beradaptasi dengan tuntutan kehidupan dewasa kini.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif ekonomi, ketika kedua pasangan bekerja, tentunya kompetensi pemenuhan kebutuhan lebih tinggi dibanding seorang saja. Barang-barang yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk diperoleh seperti rumah atau kendaraan, kini dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu, aktualisasi diri kedua pasangan juga tentu lebih berkualitas. Keduanya mampu bekerja dan berkarir sesuai dengan yang dicitakan. Tetapi, tentu ada harga yang harus dibayar di balik itu semua.
Besar Harga Pengorbanan
Berbagai penelitian dalam dan luar negeri telah memperlihatkan bahwa suami istri yang bekerja jauh lebih rentan dengan konflik dibandingkan pasangan yang hanya seorang bekerja. Faktor kelelahan menjadi salah satu pemicu konflik yang paling sering ditemui. Ketika kondisi mental dan fisik dua individu yang terkuras saling bertemu, keduanya sering kali lebih sulit dalam menahan ego. Komunikasi cenderung berjalan tidak baik atau bahkan menjadi sangat buruk jika ternyata ada konflik di tempat bekerja.
ADVERTISEMENT
Kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama keluarga juga cenderung lebih sedikit dan tidak berkualitas. Dampak utamanya lebih sering ditemui pada anak-anak kedua pasangan. Sang anak cenderung merasa lebih dekat dengan pengasuh mereka yang menghabiskan waktu bersama mereka. Pendidikan karakter yang diterima oleh sang anak juga sering kali tidak tepat, dikarenakan tidak banyaknya kasih sayang yang diperoleh dari orang tua. Akibatnya anak memiliki karakter yang pembangkang atau memiliki atitut yang buruk.
Belum lagi jika, kedua pasangan harus tinggal terpisah karena lokasi atau aturan tempat bekerja. Tingkat stress kedua pasangan akan meningkat, seiring semakin jauh jarak di antara keduanya. Performa keduanya di kantor juga cenderung biasa atau menurun karena adanya perasaan bahwa hak atau kebutuhan mereka sedang dirampas. Tingkat pendapatan yang awalnya diharapkan meningkat signifikan, nyatanya tidak demikian karena adanya pengeluaran tambahan berupa biaya hidup di dua tempat atau biaya transportasi untuk bertemu.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, dalam kacamata sosial, tidak ada yang salah dengan kondisi kehidupan yang saat ini. Ilmu sosial hanya berusaha menerangkan fenomena-fenomena yang dihadapi manusia. Masyarakat sosial secara majemuk mulai terikat dalam nilai kapitalisme dan materialisme. Kesuksesan dilihat dari sesuatu yang terukur seperti harta kekayaan dan jumlah pengikut di media sosial. Masyarakat seolah dituntut untuk terus produktif dan bersaing satu sama lain.
Jika saat ini bekerja atau tidak masih menjadi pilihan, di masa mendatang tiada yang dapat mengira bila ini akan menjadi keharusan seiring peningkatan biaya dan tuntutan hidup. Kemajuan dunia digital yang membuat kita dapat bekerja di mana saja, justru menghilangkan batas antara waktu dan tempat bekerja dari dunia lain. Pertanyaan mendasar yang kembali perlu direnungi adalah, apakah hidup memang untuk bekerja semata? Pertanyaan selanjutnya, apakah pemerintah mendukung fenomena ini dengan berdiam diri atau mengambil langkah untuk menurunkan biaya hidup atau meningkatkan upah pekerja?
ADVERTISEMENT