Konten dari Pengguna

Mengenal Lebih Dekat Film Dokumenter, Asli Namun Dapat Dimanipulasi?

Deomedes Rosarivia Vietnabarga
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta
24 Oktober 2024 18:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deomedes Rosarivia Vietnabarga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Film dokumenter tampaknya menjadi salah satu genre film yang berhasil menarik perhatian masyarakat, terutama dengan pengemasan dan alur cerita yang dibawa. Berbeda dengan genre film yang lain, film dokumenter menjadi jenis film non-fiksi yang lebih mementingkan rekaman dari realita yang ada, bersifat mendidik dan menyajikan analisis politik atau sosial. Program dokumenter adalah program yang menyajikan suatu kenyataan berdasarkan pada fakta objektif yang memiliki nilai esensial dan eksistensial (Wibowo, 2007:146). Sisi menarik dari film dokumenter adalah film yang berisikan kejadian-kejadian sebenarnya namun direpresentasikan secara subyektif serta memiliki tujuan tertentu.
ADVERTISEMENT
Menjadi suatu pembahasan yang menarik ketika film dokumenter direpresentasikan secara subyektif namun berisi fakta objektif, apa maksudnya dari pernyataan tersebut? Sebelum membahas lebih dalam, ada baiknya kita mengetahui sejarah dari film dokumenter terlebih dahulu. Film dokumenter lahir bersamaan lahirnya sinematografi. Ketika teknologi perekaman gambar bergerak mulai berkembang, para pembuat film awal mulai merekam kehidupan sehari-hari dan peristiwa-peristiwa penting.
Karya Lumière bersaudara dari Prancis yang pada tahun 1895 membuat film-film pendek yang menampilkan adegan-adegan pekerja yang keluar dari pabrik dan kereta api yang tiba di stasiun menjadi contoh film dokumenter yang paling awal hadir dalam sejarah. Istilah dokumenter sendiri pertama kali digunakan oleh John Grierson pada tahun 1926 ketika ia mengulas film Moana karya Robert Flaherty, Grierson mendefinisikan dokumenter sebagai perlakuan kreatif terhadap aktualitas. Film panjang dokumenter pertama dipegang oleh Nanook of the North (1922) karya Robert Flaherty yang menggambarkan kehidupan sehari-hari suku Inuit di Arktik Kanada. Pada masa perang dunia I dan II, film dokumenter berkembang menjadi alat propaganda yang kuat, salah satu film dokumenter yang terkenal dengan propagandanya yaitu Triumph of the Will (1935) karya Leni Riefenstahl sebuah dokumenter propaganda yang kontroversial tentang rapat umum partai Nazi.
ADVERTISEMENT
Sedikit pembahasan sejarah tersebut tampaknya cukup untuk menjadi pengantar untuk melihat bagaimana film dokumenter tidak sepenuhnya menampilkan kebenaran. Lalu, apa maksud dari pernyataan “film dokumenter direpresentasikan secara subyektif namun berisi fakta objektif”?. Barsam dan Monahan (2019:69) menjelaskan bahwa keliru jika berpikir ketika pembuat film dokumenter menggunakan orang, tempat dan peristiwa nyata sebagai basis sumber, film tersebut selalu mencerminkan kebenaran objektif. Semua pembuat film dokumenter menggunakan penceritaan dan dramatisasi hingga taraf tertentu agar film yang dibuat tidak membosankan. Setiap pembuat film dokumenter memiliki perspektif pribadi tentang pokok bahasannya sehingga membuat film yang diciptakan kemungkinan kehilangan kebenaran yang murni objektif.
Pembuat film dokumenter menciptakan keindahan dan konflik serta tidak jarang memanipulasi data dan menggunakan perspektif yang menarik. Hal tersebut guna menarik perhatian dan mempermudah penonton untuk memahami pesan yang ingin disampaikan pembuat film. Kebenaran film dokumenter kembali lagi ke mata penonton yang melihatnya. Jadilah penonton
Kumpulan Film Dokumenter (Sumber : Pribadi_
film dokumenter yang bijak dan seksama, jangan mudah tertipu dengan kumpulan fakta yang dikemas sedemikian rupa, karena kebenaran berada di tangan kalian!.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh : Deomedes Rosarivia Vietnabarga (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).