Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Nine Dash Line vs Natuna
13 Desember 2021 21:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Deri Arya Wiratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nine dash line atau sembilan garis putus-putus adalah garis imajiner berbentuk “U” penentu batas wilayah laut yang diklaim oleh China di Kawasan Laut China Selatan. Kawasan tersebut mencakup 90% dari 3,5 juta km2 luas perairan Laut China Selatan. Klaim ini sudah dilakukan secara diam-diam sejak Februari 1948. Berdasarkan teori tersebut China menyatakan status pulau-pulau yang berada di kawasan Laut Cina Selatan masuk dalam wilayah teritorialnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya pada 7 Mei 2009, secara resmi klaim tersebut didaftarkan China kepada PBB. Setelah itu, beberapa negara seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei darussalam, dan taiwan melancarkan protes terhadap klaim tersebut karena mereka juga mengeklaim bahwa sebagian wilayah dari Laut China Selatan merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif mereka.
Klaim China atas Laut China Selatan ini didasarkan atas fakta sejarah pemerintah China. Sedangkan, menurut para ahli menyebutkan bahwa Nine dash line ini bertentangan dengan hukum laut internasional dalam UNCLOS 1982. UNCLOS (United Nations Convention on The Law of The Sea) sendiri sering disebut sebagai konvensi PBB tentang hukum laut, yang mana isinya mencakup penetapan batas kelautan, penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan laut dll. UNCLOS juga melarang suatu negara untuk mengeksploitasi sumber daya yang berada di ZEE negara lain. Oleh karena itu, meskipun masih menjadi sengketa atas 2 belah pihak, Indonesia tetap menjadi pemegang hak atas Kepulauan Natuna jika dilandaskan pada hukum UNCLOS 1982.
ADVERTISEMENT
Konflik dimulai ketika China tetap menggunakan Nine dash line sebagai garis batas, yang mana menunjukkan bahwa sebagian perairan Kepulauan Natuna adalah milik China. Natuna adalah kepulauan terluar di barat laut indonesia. Natuna ini berperan penting dalam menentukan batas-batas wilayah laut dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Selain itu, Natuna memiliki sumber daya alam yang melimpah berupa gas, minyak bumi, dan perikanan. Pemerintah indonesia menghitung sebanyak 308,30 juta barel minyak dan 222 triliun kubik gas terkandung di dalamnya, Sedangkan untuk penangkapan ikan dapat menghasilkan 1 juta ton dalam setahun.
Kepulauan Natuna memiliki kekayaan alam yang sangat beragam, mulai dari sumber daya gas alam, minyak bumi, dan perikanan. Kekayaan alam tersebut harus kita jaga untuk kepentingan negara dan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, terdapat sebagian wilayah yang menjadi zona konflik di Natuna yang dapat mengganggu stabilitas keamanan wilayah kedaulatan Indonesia. Konflik ini kerap menimbulkan perhatian dari dunia internasional.
Sejak memanasnya situasi di Perairan Natuna ini, sudah terjadi berbagai insiden yang mengakibatkan konflik antara Indonesia dengan China. Pada bulan Maret 2016 kapal pasukan penjaga pantai menabrak kapal nelayan yang akan tertangkap dan akan ditahan aparat Indonesia dengan dugaan mencuri ikan. Kemudian pada Mei 2016, China memprotes keras tindakan Angkatan Laut Indonesia yang menyita kapal China di kepulauan Natuna. Insiden terbaru adalah China memprotes Indonesia terkait aktivitas pengeboran migas di Laut China Selatan. Selain itu, China juga memprotes terkait latihan militer di wilayah tersebut. Sebelumnya pada November 2021 lalu, TNI Angkatan Laut mengerahkan sembilan kapal perang dan satu pesawat udara dalam Latihan Operasi di Natuna.Namun hal tersebut ditanggapi oleh anggota komisi I DPR Muhammad Farhan “Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena hal tersebut merupakan hak kedaulatan kami”, kata politisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa insiden tersebut Indonesia sudah melakukan beberapa tindakan. Salah satunya adalah dengan mengirimkan nota protes terkait masuknya nelayan-nelayan China masuk ke wilayah Indonesia. Tindakan tegas tersebut dilakukan karena Indonesia diberikan kewenangan untuk melakukan hal ini, yang mana sudah berdasarkan UNCLOS 1982.
Berdasarkan teori hukum internasional, nota protes tersebut menandakan bahwa secara terus menerus Indonesia menolak mengakui klaim China. Jika nota protes ini tidak dilayangkan maka Indonesia. Selain itu, nota protes dilayangkan untuk menegaskan bahwa wilayah Natuna berada dalam yurisdiksi Indonesia.
Daftar Pustaka
Anwar, S. (2018). Peran Diplomasi Pertahanan Dalam Mengatasi Tantangan di Bidang Pertahanan. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 4(2), 71-94.
KumparanBISNIS.(2021, 2 Desember). China Protes Indonesia soal Aktivitas Pengeboran Migas di Laut China Selatan. Diakses 12 Desember 2021, dari China Protes Indonesia soal Aktivitas Pengeboran Migas di Laut China Selatan | kumparan.com
ADVERTISEMENT
Pradana, R. F. B. A. (2017). Akibat Hukum Klaim Nine Dash Line Cina Terhadap Hak Berdaulat Indonesia Di Perairan Kepulauan Natuna (Khususnya Kabupaten Natuna) Menurut Unclos 1982. ., 1-10.
Purwanti Ramli, R., & Lumumba, P. (2021). Sengketa Republik Indonesia–Republik Rakyat Tiongkok di Perairan Natuna. Hasanuddin Journal of International Affairs, 1(1), 20-35.
WUTSQO, U. (2019). DAMPAK KLAIM “NINE DASH LINE” CHINA TERHADAP MASALAH KEAMANAN MARITIM INDONESIA DI WILAYAH PERAIRAN NATUNA (Doctoral dissertation, Universitas Mataram).