Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berkaca Polemik Twit Lama Ridwan Kamil, Netizen Fokuslah Membicarakan Ide
5 September 2024 13:42 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sumarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) resmi dicalonkan sejumlah partai untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta periode 2024-2029. Dia dipasangkan dengan politisi senior PKS, Suswono. Bila tidak ada aral melintang keduanya akan ditetapkan sebagai pasangan peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada 22 September 2024.
ADVERTISEMENT
Meski belum ditetapkan secara resmi oleh KPU DKI Jakarta sebagai kontestan, serangan terhadap mantan wali kota Bandung ini sudah bermunculan di media sosial. Twit-twit lamanya di media sosial X (dahulu bernama Twitter) "dihidupkan" kembali oleh sejumlah akun, salah satunya sindiran dirinya kepada warga Jakarta.
Pada twit tertanggal 6 Mei 2011 ia berkicau, "tengil, gaul, glamor, songong, pelit, gengsian, egois, pekerja keras, tahan banting, pamer, hedon. Itu karakter orang JKT. #citybrnding". Kala itu amplifikasi atau persebaran kicauan tidak terlalu besar. Twit yang diunggah 13 tahun silam itu baru ramai dan menjadi perhatian netizen setelah RK menjadi cagub DKI Jakarta.
Para penyelam-sebutan bagi mereka yang mencari twit-twit atau konten lama sebuah akun-juga membagikan ulang sejumlah pernyataan RK yang bersifat vulgar. Beberapa netizen menjulukinya sebagai "The Next El Chudai" menggantikan Ganjar Pranowo. Chudai berasal dari bahasa Hindi yang memiliki arti “hubungan intim”. Di X, istilah chudai dikonotasikan sebagai sesuatu yang berbau tidak senonoh.
ADVERTISEMENT
RK akhirnya memberikan penjelasan terkait viralnya twit-twit itu. Pada 25 Agustus lalu, lewat akun X miliknya, dia menerangkan bahwa kicauannya dahulu sebelum ia menjadi pejabat publik. Dia beralasan twit-twit itu dilakukan sebagai bentuk kebebasan berekspresi di Twitter. Dia juga menyadari dirinya yang dulu kurang bijak dan sopan.
"Semua orang pernah protes, tapi proseslah yang akan membuatnya sukses. Katanya masa lalu tidak akan mengubah masa depan, tapi sebaliknya. Maafkan aku yang dulu. Mari kita move on," ujarnya.
Penelusuran Media Sosial sebagai Bentuk Seleksi Kandidat
Apa yang dilakukan warganet di atas sebenarnya mirip dengan apa yang dilakukan HRD pada perusahaan saat melakukan pemeriksaan latar belakang media sosial bagi calon karyawan.
ADVERTISEMENT
Pengecekan berguna untuk meminimalir risiko kandidat, seperti apakah yang bersangkutan pernah melakukan ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu (SARA), penghinaan atau pencemaran nama baik, menjelekkan perusahaan tertentu, atau pernah dilaporkan warganet terkait kasus pidana.
Social media background checking dapat juga mengetahui kebenaran latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, hingga prestasi yang diklaim kandidat. Dengan begitu, perusahaan memperoleh gambaran utuh tentang keahlian dan keterampilan yang nantinya bermanfaat dalam pekerjaan yang ditempati calon karyawan.
Dalam konteks rekrutmen politik, penelusuran warganet terhadap cuitan dan postingan lawas calon kepala daerah di media sosial merupakan upaya rakyat mencari tahu dan mempertimbangkan kandidat mana yang layak atau tidak dipilih. Rakyat tentu akan berpikir dua kali apabila membaca unggahan kandidat yang (misalnya) melakukan ujaran kebencian atau pernah menyebarkan berita palsu.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dengan memperhatikan media sosial, calon pemilih dapat pula menyelami pemikiran, prestasi, hubungan sosial dan keluarga, hingga gambaran kebijakan yang akan diambil. Kesemuanya itu nantinya menjadi bahan pertimbangan calon pemilih.
Namun, penelusuran latar belakang seseorang dengan menelisik media sosial tidak sepenuhnya akurat sebab manusia dapat berubah seiring pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Cara ini juga agak tricky. Bagi yang sudah "paham" bermedia sosial, teknologi ini terkadang diakali sehingga citra yang ditampilkan palsu atau tidak genuine.
Oleh karena itu, publik dunia maya atau netizen seyogyanya lebih mencermati dan memperbincangkan kebijakan atau program kerja yang ditawarkan kandidat. Tidak ketinggalan untuk lihat track record selama menjabat (jika pernah menjadi pejabat publik).
ADVERTISEMENT
Apabila hanya fokus pada kesalahan seperti yang dialami Ridwan Kamil, meminjam perkataan Eleanor Roosevelt, netizen akan terjebak mendiskusikan orang ketimbang ide atau kebijakan yang bersangkutan. Sebab, pemilihan kepala daerah seharusnya merupakan pertarungan ide masing-masing kandidat. Dengan banyaknya ide atau kebijakan yang ditawarkan, publik yang nantinya akan diuntungkan.