Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ketegangan Indonesia dengan Uni Eropa Akibat Larangan Ekspor Bijih Nikel
17 Oktober 2022 12:22 WIB
Tulisan dari Desak Diah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketegangan Indonesia Dengan Uni Eropa Akibat Larangan Ekspor Bijih Nikel.
ADVERTISEMENT
WTO (World Trade Organization) merupakan organisasi internasional yang mengurus perdagangan antar bangsa di dunia. WTO berperan sebagai fasilitator yang memiliki tujuan untuk menolong produsen dari barang dan jasa, para eksportir dan importir agar dapat melaksanakan usahanya dengan lancar. Sebelum WTO hadir perebutan sumber ekonomi atau perselisihan dagang diselesaikan dengan perang antar bangsa, namun kini WTO hadir dengan menyediakan sebuah forum untuk merundingkan berbagai macam permasalahan dagang secara damai.
Liberalisme sebagai paradigma dalam ilmu hubungan internasional memandang positif organisasi internasional seperti WTO. Liberal mendukung adanya isu-isu seperti kesejahteraan dan ekonomi yang membawa penilaian positif terhadap WTO yang bergerak dalam bidang perekonomian. Dalam pandangan liberal, WTO dianggap sebagai wadah yang baik bagi Negara-negara untuk berinteraksi yang kemudian akan mampu menciptakan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Namun tidak selamanya pandangan dari liberalisme dan WTO dapat menjamin kesejahteraan masyarakat. Salah satu contohnya adalah saat Indonesia mengalami ketegangan dengan Uni Eropa, ketika Indonesia mengeluarkan larangan untuk ekspor bijih nikel.
Ketegangan Indonesia Dengan Uni Eropa Akibat Larangan Ekspor Bijih Nikel.
Indonesia dengan Uni Eropa mengalami ketegangan saat Uni Eropa menggugat Indonesia terkait adanya kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan mulai 1 Januari 2020 lalu. Hal ini diperkuat lagi dengan diturunkannya permintaan konsultasi dari pihak delegasi Uni Eropa dengan Indonesia kepada Dispute Settlement Body yang disesuaikan dengan pasal 4.4 DSU.
Jika dikaji lebih lanjut, keputusan Indonesia untuk menerapkan larangan ekspor bijih nikel bukan tanpa alasan, alasan utama dari dikeluarkannya aturan ini adalah semakin menipisnya pasokan bijih nikel di Indonesia yang dapat berdampak buruk terhadap proses pembangunan jangka panjang negara ini. Sebelumnya aturan untuk ekspor bahan tambang pun sudah diatur oleh pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang memperbolehkan adanya kegiatan ekspor dengan jumlah terbatas. Namun, peraturan tersebut banyak dilanggar oleh oknum-oknum nakal yang melakukan ekspor tanpa melakukan pelaporan dan juga mengekspor bijih nikel dalam jumlah yang melebihi ketentuan. Dengan demikian, untuk menunjukkan kedaulatannya, pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yaitu peraturan Nomor 25 Tahun 2018 dengan Peraturan Nomor 11 Tahun 2019 yang menegaskan pelarangan ekspor sumber daya mineral berupa bijih nikel.
Namun, peraturan tersebut memunculkan protes dari pihak Uni Eropa yang merasa kebijakan tersebut merupakan tindakan penutupan akses bahan baku bagi negara mereka ke Indonesia. Kondisi ini semakin sulit akibat adanya fakta bahwa Indonesia merupakan negara anggota dari WTO yang mana di dalam organisasi perekonomian tersebut terdapat peraturan yaitu pada pasal XI ayat 1 tentang General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT tahun 1994 dan juga kebijakan tersebut terlihat melanggar prinsip keadilan.
ADVERTISEMENT
Uni Eropa membahas pelanggaran yang dilakukan Indonesia terkait dengan perjanjian yang sebelumnya sudah disepakati melalui WTO yaitu terkait Unfairness Treatment dalam Hukum Investasi Internasional. Namun, Indonesia memiliki argumentasi yang kuat terkait dengan dikeluarkannya larangan tersebut yaitu untuk menjaga dan mempertahankan pembangunan jangka panjang dari Negara Indonesia, terutama untuk keperluan industri pembuatan baterai dan juga untuk bahan pembangkit listrik. Indonesia juga melakukan klaim bahwa jumlah pasokan bijih nikel di Indonesia semakin lama semakin menipis sehingga sangat rentan untuk menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
WTO sebagai organisasi yang dilibatkan dalam permasalahan ini telah melakukan pertimbangan terkait dengan argumen dari masing-masing delegasi. Di dalam prosesnya, WTO melihat bahwa pihak Indonesia memiliki indikator pelanggaran yang jelas dan juga terbukti melanggar aturan WTO terkait dengan larangan pembatasan akses produsen negara lain ke negaranya untuk mendapatkan bahan baku.
ADVERTISEMENT
Referensi
Suhardi, G. (2007). Peran WTO dalam Pembentukan Peraturan Perdagangan Internasional. Jurnal Hukum Pro Justitia, 25(1).
Diambil kembali dari
https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=organisasi+internasional+WTO&btnG=
Diambil kembali dari https://www.academia.edu/11606249/Dua_Perspektif_HI_memandang_WTO#:~:text=Menurut%20liberalisme%2C%20WTO%20yang%20didirikan,isu%2Disu%20kesejahteraan%20serta%20perdagangan.
DPR.2022. Larangan Ekspor Bijih Nikel dan Tembaga Diapresiasi. Diakses pada 14 Oktober 2022.
Diambil kembali dari
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40675/t/Larangan+Ekspor+Bijih+Nikel+dan+Tembaga+Diapresiasi#:~:text=Indonesia%20memberlakukan%20pelarangan%20ekspor%20bijih,PT.%20Freeport%20Indonesia%20sejak%202018