Konten dari Pengguna

Berantas Predator Seksual, Segera Sahkan RUU TPKS

Desi Puspita Sari
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi
10 Desember 2021 14:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desi Puspita Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tindak kekerasan seksual, sumber : Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tindak kekerasan seksual, sumber : Freepik
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan seksual di Indonesia tidak kunjung surut terdengar di telinga kita. Sepanjang tahun 2021 Komnas Perempuan mencatat terdapat 2.500 kasus kekerasan seksual yang terjadi. Jika di bandingkan dengan tahun 2020 angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat di mana pada tahun 2020 terdapat 2.400 kasus, ini berarti 100 kasus baru terjadi dalam periode kurang dari 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Kasus yang masih hangat terdengar di telinga kita yaitu aksi pemerkosaan terhadap 12 santriwati oleh gurunya yang berinisial HW di sebuah Pondok Pesantren di daerah Bandung. Di mana 12 santriwati yang menjadi korban pemerkosaan tersebut masih di bawah umur, 12 santriwati yang menjadi korban HW masih berusia 13-16 Tahun. Pemerkosaan yang dilakukan HW ini bukan untuk yang pertama kalinya namun sudah berulang selama 5 tahun. Bahkan dari beberapa korbannya 9 di antaranya sudah melahirkan dan juga ada beberapa yang sedang hamil.
Kasus lain yaitu kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum polisi bernama Randy terhadap pacarnya yang bernama Novi, Novi di perkosa oleh Randi hingga hamil. Namun Randi tidak mau bertanggung jawab terhadap perbuatannya, bahkan ia malah menyuruh Novi untuk menggugurkan kandungannya.
ADVERTISEMENT
Randi sempat menyuruh Novi meminum pil untuk aborsi, sehingga Novi mengalami pendarahan. Akibat hal ini orang tua dan keluarga Novi mengetahui bahwa ia sedang hamil. Bukan dukungan yang di dapat, tapi Novi malah dikucilkan oleh keluarganya karena dianggap sebagai aib bagi keluarga. Beban kandungan yang ada, tekanan dari keluarga dan kekasihnya membuat Novi semakin frustrasi. Hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri tepat di atas makam almarhum ayahnya.
Kasus kekerasan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan, laki-laki juga berpotensi mengalami kasus kekerasan seksual. Seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial Ms menyatakan bahwa ia mengalami perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh kawan sekantornya, kejadian ini dialami oleh MS sejak tahun 2012-2014. Kejadian ini mengakibatkan MS Akhirnya divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
ADVERTISEMENT
Mau sampai kapan kita membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual terus terjadi dan membudaya di negara ini. Ini hanya sebagian kasus yang berhasil terungkap ke permukaan, masih banyak kasus yang melebur begitu saja karena korban tidak berani melapor. Sampai saat ini belum ada aturan khusus yang mengatur terkait tindak kekerasan seksual di Indonesia. Peraturan terkait kekerasan seksual yang baru disahkan saat ini hanya Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021.
Namun harus kita ketahui bahwa Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 ini hanya mengatur kasus kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Untuk Perguruan Tinggi di bawah naungan Kementerian Agama seperti salah satunya Universitas Islam Negeri Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 ini tidak berlaku.
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual berpotensi terjadi di mana saja dan terhadap siapa saja. Bahkan sekelas instansi agama pun tidak menutup kemungkinan terjadinya kasus tersebut. Kita memerlukan sebuah aturan untuk mengatur setiap tindak kekerasan seksual yang terjadi dengan sanksi-sanksi tegas yang diberikan kepada para pelaku agar meraka jera dan kekerasan seksual tidak lagi terus terjadi.
Pemerintah harus segera mendorong DPR untung mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Karena kekerasan seksual semakin meningkat, kita memerlukan payung hukum yang dapat melindungi korban dan mengatur berbagai tindak kekerasan seksual yang ada. Mau sampai kapan RUU TPKS ini dibiarkan ditarik ulur dan tidak juga kunjung disahkan padahal sudah sejak tahun 2016 RUU PKS yang kini berganti nama menjadi RUU TPKS diusulkan.
ADVERTISEMENT
RUU TPKS ini dapat menjadi angin segar bagi para korban kekerasan seksual. Selain itu banyak kasus kekerasan seksual yang akhirnya pelakunya dibebaskan karena tidak memenuhi unsur legalitas sebagai tindak pidana KUHP, namun melalui RUU TPKS pelaku tidak dapat lagi lolos karena definisi kekerasan seksual pada RUU TPKS jauh lebih luas.
RUU TPKS juga menjamin perlindungan terhadap korban, keluarga korban dan juga saksi, sehingga meraka tidak lagi takut terhadap ancaman-ancaman yang biasanya diberikan oleh pelaku, dan dapat memberikan kesaksian secara maksimal. RUU TPKS ini tidak hanya terfokus pada perlindungan terhadap korban tetapi juga memberikan rehabilitasi terhadap para pelaku kekerasan seksual, yang mana rehabilitasi ini dapat berfungsi untuk mencegah kasus kekerasan seksual kembali terjadi.
ADVERTISEMENT