Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Budaya Organisai: Culture Shock dan Culture Lag Terhadap Perkembangan Organisasi
12 Juni 2024 13:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Desta aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
di dalam organisasi. Budaya organisasi yang kuat dan sejalan dengan tujuan organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang produktif, inovatif, dan harmonis. Namun, ada dua fenomena yang dapat mempengaruhi budaya organisasi secara signi�ikan, yaitu culture shock dan culture lag. Budaya organisasi yang tidak memahami dan mengatasi tantangan yang terkait dengan culture shock dan culture lag dapat menghadapi hambatan dalam mencapai perkembangan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
an terjadi kesalahpahaman pada pengalaman yang berbeda, sehingga mengakibatkan m
unculnya perasaan tidak berdaya, mudah terpancing emosi, takut akan dibohongi, d
an dilukai serta diacuhkan (Adler, 1995; Bock, 1970; Pedersen, 1995). Ketika org
anisasi mengalami perubahan dalam budaya, baik melalui perubahan struktur, prose
s, atau nilai nilai inti, individu dalam organisasi dapat mengalami culture shoc
k. Culture shock juga dapat dijelaskan dengan adanya kesenjangan antara budaya l
ama dengan budaya baru yang dialami oleh individu dan menyebabkan kebingungan, k
emudian menimbulkan pemikiran negatif terhadap keadaan baru (Lubis, 2015). Cultu
re shock dapat menjadi hambatan dalam perkembangan organisasi karena mengganggu
kolaborasi, komunikasi, dan adaptasi individu-individu dalam organisasi.
Selain itu, culture lag adalah ketidakselarasan antara budaya organisasi yang ada dan tuntutan yang dihadapi oleh organisasi dalam lingkungan yang terus berubah. Terjadinya culture lag dipicu dengan adanya perubahan pada kebudayaan material yang cenderung terlebih dahulu mengalami perkembangan daripada kebudayaan imaterial. Pada proses penyesuaian antara kebudayaan material dan kebudayaan imaterial inilah yang disebut dengan culture lag (Supardan, 2013). Organisasi yang mengalami culture lag tidak mampu mengikuti perubahan lingkungan secara cepat atau mengadaptasi praktik-praktik baru yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan eksternal. Hal ini dapat menghambat kemampuan organisasi untuk berinovasi, bersaing, dan bertahan dalam pasar yang kompetitif. Culture lag dapat terjadi ketika organisasi terjebak dalam pola pola budaya yang sudah usang, kurangnya kepemimpinan yang mendorong perubahan, atau resistensi terhadap perubahan dari anggota organisasi.
ADVERTISEMENT
Dampak culture shock pada perkembangan organisasi dapat meliputi: (1) ketidaknyamanan dan ketegangan dalam tim kerja, anggota organisasi yang mengalami culture shock mungkin sulit beradaptasi dengan norma-norma baru dan cara kerja yang berbeda sehingga dapat menimbulkan konflik dan mengganggu kerja sama dalam tim (Indrayani, 2019; Rahadi et al., 2021). (2) culture shock dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena individu yang mengalaminya mungkin membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan budaya baru. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan dalam memahami proses kerja dan harapan yang berbeda di organisasi baru (Rahadi et al., 2021). (3) jika culture shock tidak ditangani dengan baik, organisasi dapat kehilangan karyawan yang berpotensi dan berpengalaman. Individu yang mengalami culture shock yang berat mungkin memilih untuk meninggalkan organisasi dan mencari lingkungan yang lebih familiar.
ADVERTISEMENT
Dampak culture lag pada perkembangan organisasi dapat meliputi: (1) culture lag dapat menyebabkan resistensi terhadap perubahan di kalangan karyawan. Jika budaya organisasi tidak sejalan dengan perubahan yang diusulkan, karyawan mungkin enggan mengadopsi teknologi baru atau mengikuti proses baru yang diperkenalkan oleh organisasi (Fadilah, 2018). (2) jika budaya organisasi tidak sejalan dengan perubahan yang terjadi, dapat terjadi ketidakcocokan antara sistem organisasi dan nilai-nilai yang dipegang oleh karyawan. Hal ini dapat mengganggu kinerja individu dan tim, serta mengurangi keefektifan implementasi perubahan organisasi (Fadilah, 2018). (3) jika perubahan teknologi atau proses baru diterapkan tanpa memperhatikan budaya organisasi yang ada, hal ini dapat menyebabkan pemborosan sumber daya karenakaryawan tidak memanfaatkan atau tidak mengadopsi perubahan tersebut dengan efektif (Fadilah, 2018).
ADVERTISEMENT
Desta Aulia, Mahasiswa S1 Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Jember