Konten dari Pengguna

Cerita Pendek : Terlambat Mengetahui

DEVA AZ-ZAHRA ADITIYA
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1 November 2022 6:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DEVA AZ-ZAHRA ADITIYA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ini hasil potretan saya sendiri.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini hasil potretan saya sendiri.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Libur kuliah sangat dinanti-nanti, merencanakan liburan bersama teman-temanku, baru saja merebahkan tubuhku di kasur, teleponku berbunyi pesan masuk.
ADVERTISEMENT
“Klinggg.” pesan masuk di telepon ku.
“Pesan dari siapa ya?” kataku terheran.
“Kamu di mana? bisa bertemu sebentar hari ini?” katamu dalam pesan
“Ha? dari Nando? mengapa tiba-tiba minta ketemuan, aneh.”
“Baik, kita ketemuan di tempat kopi dekat kampus ya.” jawaban pesanku
Setelah membalas pesan Nando aku bersiap-siap dan bergegas ke tempat kopi itu, perasaanku sangat gugup, jantungku berdetak kencang tak teratur, aku mencoba mengontrol perasaanku. Tiba di tempat kopi, aku langsung masuk dan memesan minuman kopi susu kesukaan ku.
“Jean.” katamu mengejutkan.
“Loh, sudah sampai?cepat sekali datangnya, kamu sudah pesan minum?aku sudah memesan duluan.” kataku
“Belum, aku pesan minum dulu ya.”
“Baik.”
Aku memperhatikanmu yang sedang memesan minuman, dalam hatiku berkata “Hari ini Nando tampan sekali ya, memakai baju hitam, celana panjang hitam dan sepatu kesayangannya.”
ADVERTISEMENT
“Mengapa memandangku begitu?”
“Tidak, tidak, hanya melamun saja.”
“Ah, masa sih, kamu terpesona kan melihat aku hari ini.”
“Apa sih, tidak jelas.”
“Aku lama ya, datangnya?”
“Oh, tidak kok, santai saja, aku juga baru banget sampai.”
“Oh, baiklah, bagaimana kabarmu hari ini?”
“Baik, kamu?”
“Baik dong, apalagi hari ini bertemu kamu.”
“Gombal terus, oh iya, mengapa tiba-tiba minta ketemuan hari ini?”
“Tidak, ingin ketemu saja.”
“Oh, aku kira ada hal penting.”
“Ada kok, tapi ada syaratnya.”
“Syarat? apa syaratnya?”
“Kamu harus teriak yang keras dan berkata Nando tampan sekali, bagaimana?”
“Tidak, aku tidak mau, malu tahu dilihat orang.”
“Ayolah, masa begitu saja tidak berani, payah ah.”
“Oke, siapa takut! lihat ini, Nando ganteng sekali, senang!?.”
ADVERTISEMENT
“Banget.”
“Tunggu pembalasanku ya, sudah cepat kamu mau bilang apa.”
“Menurutmu, kita ini apa?”
“Kita? aku belum paham Nan.”
“Aduh, bingung menjelaskan nya, maksudnya tanggapan kamu tentang aku apa?”
“Oh, kamu manusia terkonyol!, contohnya kaya tadi, tapi sangat baik sama aku, terimakasih ya.”
“Sudah, itu saja menurut kamu?”
“Iya, memangnya kenapa?”
“Tidak, tidak apa-apa kok, ingin tahu saja jawaban kamu.”
“Kalau menurutmu, aku bagaimana?”
“Klingggg” bunyi telepon Nando, katanya “Sebentar ya, aku angkat telepon dulu.” “Mengapa harus mengangkat telepon disana?, disini juga bisa kan.” kataku.
Sudah sekitar 15 menit teleponan, aku mulai bosan, memutar lagu kesukaan ku dan melihat ke arah kaca yang berembun dibasahi rintik-rintik hujan, Nando kembali ke tempat duduk.
ADVERTISEMENT
“Jea, aku pamit pulang duluan ya, tidak apa-apa kan?”
“Iya, tidak apa-apa Nan, di lain waktu nanti kita bertemu lagi.”
“Oke, oke, terimakasih ya Jea untuk hari ini, aku duluan, dah.”
“Dah, hati-hati Nan.”
Suasana hatiku seketika berantakan, aku bergegas kembali ke rumah, hanya terdiam di sepanjang jalan, sesampai di rumah aku langsung menuju ke kamar dan merebahkan badanku, melihat dinding-dinding langit kamarku, entah mengapa aku merasa ingin menangis.
tiga bulan telah berlalu, sampai saat ini Nando tidak mengabariku, mungkin dia sedikit sibuk, bahkan saat kita jarang bertemu, sebenarnya tidak apa-apa dirinya tidak mengabariku, toh dia hanya temanku.
Dua minggu sebelum ujian di kampus aku merasa tidak enak, aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sendiri, sesampai di rumah sakit aku langsung diperiksa oleh dokter. Setelah dokter selesai memeriksa, aku langsung menanyakan, sebenarnya aku sakit apa?, melihat raut wajah dokter yang berat sekali untuk mengatakan, membuat aku bertanya-tanya.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya, saya sakit apa ya dok?” kataku
“Maaf, nak Jea, dengan berat hati saya harus mengatakan, bahwa nak Jean terkena kanker otak stadium akhir.” jawab dokter
“Kanker otak dok?”
“Besar harapan untuk sembuh sangat kecil, tapi kami akan mengusahakan semaksimal mungkin.”
“Tidak perlu dok, saya sudah ikhlas jika ini kenyataannya.”
Mendengar pernyataan dokter, aku langsung terdiam, tubuhku seakan rapuh, selama ini aku hanya menganggap sakit kepala dan rambut rontokku biasa, aku memilih untuk menyembunyikan soal penyakitku ini dari siapa pun.
Seperti biasa aku melakukan aktivitas keseharianku, setibanya di kampus aku merasa sunyi ditengah keramaian, seperti tidak bersemangat lagi, bahkan saat pembelajaran di kelas berlangsung aku hanya terdiam, sampai tiba waktu istirahat, aku dan teman-temanku makan siang di dekat kampus, ketika kami sedang memesan makanan, tidak sengaja aku melihat Nando berboncengan dengan perempuan yang tidak aku kenal, tapi sudah ku tebak pasti itu kekasihnya, aku ingin memanggilnya tetapi dia tidak melihatku.
ADVERTISEMENT
Tiga bulan telah berlalu, kondisi ku semakin memburuk, tiba-tiba aku mendapat pesan masuk dari teleponku, ketika aku membuka, ternyata pesan dari Nando, entah mengapa hatiku sangat sakit ketika mendapat pesan darinya, mengapa dirinya baru mengabariku sekarang? aku berusaha untuk tidak membuka pesan darinya, setelah tiga hari Nando mengirim pesan lagi, dia mengajak untuk bertemu di tempat kopi biasa, kali ini aku meng iyakan ajakannya dan menyiapkan bunga yang akan diberikan ke Nando esok.
Keesokan harinya Nando telah datang lebih awal di tempat kopi itu.
“dreeetdreetdreett.” suara getaran ponsel ku
“Mengapa Jean tidak mengangkat, biasanya dia selalu tepat waktu.”
“Apa aku coba ke rumah nya saja ya, sudah satu jam aku menunggunya.”
ADVERTISEMENT
Tiba di rumahku, Nando sangat terkejut karena ramai orang dan ada bendera kuning , dirinya bertanya-tanya, siapa yang meninggal.
“Pak, kalau boleh tahu siapa yang meninggal ya?” katanya kepada tetangga
“Oh, adik belum tahu ya, yang meninggal itu nak Jean, belum sempat dilarikan ke rumah sakit sudah menghembuskan nafas terakhir, dengar-dengar dia mengidap kanker otak.” jawaban tetangga
“Jean? bapak tidak salah bicara, kan pak?”
“Tidak dik, kalau kamu tidak percaya, masuk saja ke rumahnya.”
Nando yang mendengar pernyataan itu merasa tidak percaya, dirinya bergegas masuk ke dalam rumah Jean, melihat orang yang sudah meninggal benar Jean, dirinya bergemetar, menolak untuk menerima kenyataan, tangisan nya pecah di depan zenazah Jean, dirinya merasa menyesal telah mengabaikan Jean, kado yang dia bawa belum sempat diberikan kepada Jean, yang lebih mengiris hati ketika orang tua Jean memberikan bunga untuk Nando dan selembar kertas dari Jean untuk Nando.
ADVERTISEMENT
Nando baru menyadari bahwa Jean mencintainya, dirinya menyesal mengapa dulu tidak mengatakan yang sejujurnya, Nando adalah cinta terakhir Jean, setiap hari Nando mendatangi makan Jean dan membawakan bunga kesukaannya.