Membaca Masalah Sosial di Indonesia Melalui Novel-novel Okky Madasari

Deva Yohana
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
28 Januari 2022 12:10 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deva Yohana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di negara mana pun di dunia ini tidak ada yang bisa lepas dari permasalahan sosial yang dihadapinya, tidak terkecuali di Indonesia. Tidak sedikit masalah sosial yang di hadapi negeri ini yang agaknya cukup sulit jika diselesaikan dengan waktu yang sedikit. Beragam cara dilakukan agar bisa mengatasi masalah sosial yang dihadapi atau, kalau tidak, bisa dikurangi.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sastra adalah salah satu cara dalam menggambarkan permasalahan sosial yang dialami masyarakat di suatu tempat. Sampai saat ini, sastra diyakini sebagai karya seni yang digunakan untuk menyampaikan aspirasi hingga kedalaman isi hati. Tidak hanya dimanfaatkan sebagai konsumsi emosi, sastra juga digunakan sebagai konsumsi intelektual. Lebih dari itu, sastra juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengejawantahkan intelektualitas seseorang.
Tidak sedikit sastrawan yang menggunakan sastra sebagai alat untuk mengungkapkan kegelisahannya, bisa juga sindiran, akan kondisi sosial yang dialami masyarakatnya. Salah satu penulis perempuan yang menulis mengenai kondisi sosial masyarakat Indonesia adalah Okky Madasari. Ada banyak buku yang ditulis oleh Okky Madasari, baik itu berupa novel, cerpen, buku anak-anak, maupun kumpulan esai. Pada tulisan ini, penulis akan menggambarkan permasalahan-permasalahan sosial yang diangkat oleh Okky Madasari dalam lima novelnya. Masing-masing dari novel tersebut berjudul 86, Pasung Jiwa, Kerumunan Terakhir, Entrok, dan Maryam.
ADVERTISEMENT

1. Korupsi di Lingkungan Pemerintah

Ilustrasi koruptor. Foto: Shutter Stock
Korupsi merupakan masalah sosial yang sulit untuk diberantas. Korupsi seperti tidak bisa dilepaskan dari lingkaran pemerintahan. Banyak pejabat yang terjerat korupsi. Ketika tertangkap oleh polisi, pejabat tersebut tidak malu untuk melakukan berbagai cara agar tetap bisa hidup nyaman di dalam sel. Fenomena korupsi di kalangan pemerintah ini bisa kita jumpai pada novel Okky Madasari yang berjudul 86.
86 bercerita mengenai pegawai negeri sipil yang bernama Arimbi yang bekerja di kantor pengadilan yang pada akhirnya menjeratnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi di lingkaran tempatnya bekerja. Korupsi dan suap digambarkan di sini sudah mendarahdaging dan biasa dilakukan oleh pegawai-pegawai di sana. Bentuk korupsinya pun beragam, ada yang berupa pengacara yang menyuap hakim agar perkaranya cepat selesai, ada juga berupa tindak pencucian uang yang dilakukan agar modus tersebut tidak mudah dikenali, serta dalam bentuk-bentuk lainnya.
ADVERTISEMENT

2. Penindasan Kepada Orang Kecil

Ilustrasi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Penindasan kepada orang (rakyat) kecil oleh penguasa rasa-rasanya sulit untuk dihindari. Masih banyak penguasa yang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk membuat rakyat kecil menderita. Cerita tentang penindasan penguasa, dalam hal ini tentara, akan kita saksikan pada novel Okky Madasari yang berjudul Entrok.
Cerita dalam novel ini berlatar pada tahun 1950 sampai 1990-an. Pada masa itu tidak jarang kita melihat aparat yang dengan ringan tangan menyiksa rakyat atas nama kekuasaan. Menuduh semena-mena seseorang sebagai anggota PKI, lalu menyiksanya. Tidak hanya itu, tentara pun melakukan pemerasan kepada masyarakat atas nama keamanan yang mereka berikan. Sumarni, tokoh utama dalam novel ini, selalu didatangi tentara yang meminta uang sebagai jaminan.
ADVERTISEMENT
Penindasan tidak hanya dilakukan oleh penguasa kepada rakyat. Akan tetapi, penindasan juga bisa dilakukan oleh mereka yang merasa mayoritas terhadap mereka yang minoritas. Dalam novel yang berjudul Maryam, kita bisa menyaksikan bagaimana masyarakat penganut Ahmadiyyah ditindas oleh mereka yang menganggap kelompok tersebut sebagai kelompok yang sesat, tidak sejalan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka (kaum Ahmadi) terusir dari tanah mereka sendiri yang membuat mereka harus mencari tempat baru. Setelah mendapat tempat baru pun mereka masih merasa tidak aman ketika lagi dan lagi kelompok mayoritas tiba-tiba menyerang mereka yang membuat mereka akhirnya mengungsi di sebuah gedung. Lalu, apa yang bisa mereka lakukan? Meminta perlindungan kepada pemerintah?

3. Kaum Agamis Radikal

Dalam novel Pasung Jiwa, Okky menggambarkan sosok agamis yang radikal ini pada tokoh Bang Jek, panggilan dari Jaka. Ia bergabung ke dalam kelompok laskar yang kemudian merubah cara pandangnya juga sikapnya terhadap hal-hal yang menurutnya tidak sesuai dengan syariat Islam. Ia bahkan tega berbuat jahat kepada sahabatnya Sasa dengan cara menggagalkan konser dangdutnya karena dianggap menontonkan maksiat, apalagi sosok Sasa yang merupakan transgender dianggap akan menjadi racun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain pada novel Pasung Jiwa, Okky juga menggambarkan kaum agamis pada cerita Entrok. Anak pertama Sumarni, yang bernama Rahayu, merasa ibunya berbeda karena masih menganut tradisi Kejawen. Dari kecil ia membenci ibunya karena masih percaya terhadap roh-roh nenek moyang yang dipercaya bisa memberikan pertolongan. Sejak duduk di bangku sekolah dasar ia selalu menjadi bahan ejekan guru agamanya karena perbedaan kepercayaan yang dianut oleh ibunya.
Rahayu merasa terbebas dari ibunya ketika memutuskan untuk kuliah di Yogyakarta. Di sana ia bergabung dengan sebuah organisasi yang membuatnya semakin membenci ibunya. Ia tidak sudi lagi pulang ke rumah dan memilih menikah dengan lelaki keturunan Arab tanpa restu orang tuanya. Ia selalu beranggapan ibunya berdosa. Jadi, bukan salahnya ia meninggalkan orang tuanya.
ADVERTISEMENT

4. Stereotip Gender

Di dunia ini memang hanya ada dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, kita tidak bisa memungkiri adanya orientasi yang berbeda dari pemilik salah satu jenis kelamin tersebut. Ada yang dirinya terlahir sebagai laki-laki, tetapi merasa terperangkap ke dalam jiwa perempuan. Begitu pun sebaliknya. Apa tanggapan masyarakat terhadap fenomena ini? Bisa dibilang gambaran cerita dari novel berikut sudah cukup untuk mewakili pendapat masyarakat.
Dalam novel yang berjudul Pasung Jiwa, kita bisa melihat bahwasanya tokoh utama yang bernama asli Sasana merasa jiwanya terperangkap ke dalam tubuh laki-laki. Ia memiliki fisik sebagaimana laki-laki, tetapi jiwanya terperangkap ke dalam jiwa seorang perempuan. Setelah bertahun-tahun berada di kota Malang, ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta menemui keluarganya dengan penampilan barunya, layaknya perempuan. Apa yang terjadi? Keluarganya menolaknya mentah-mentah. Bahkan, warga di sekitar rumahnya yang mengetahui hal tersebut langsung mencemoohnya. Menganggapnya sudah gila. Ia pun memutuskan untuk pergi dengan hati yang pilu.
ADVERTISEMENT
Merasa tidak mau kehilangan lagi anak pertamanya, sang ibu mencari-carinya dan berjanji akan menerima keadaan Sasa apa adanya. Dukungan dari sang ibu membuat Sasa kuat dan akhirnya bisa mewujudkan impiannya menjadi penyanyi dangdut terkenal.

5. Fenomena Media Sosial

Zaman sekarang siapa sih yang tidak punya media sosial? Bisa dipastikan hampir semua orang, terutama pemuda, memilikinya. Adanya media sosial seolah-olah menciptakan manusia menjadi tanpa jarak, yaitu mendekatkan orang yang jauh. Sejak awal kemunculannya, banyak orang yang dibuat heran terhadapnya. Mereka mulai menciptakan kerumunan-kerumunan baru. Kerumunan-keruman yang berisi orang-orang dengan berbagai jenis identitas.
Tentu saja, untuk memasuki kerumunan ini, seseorang tidak harus menggunakan identitas aslinya. Seseorang bisa menggunakan identitas apa saja dan bisa mengaku sebagai siapa saja, bahkan sampai pada wajah asli pun bisa disamarkan. Seseorang bisa menyampaikan pendapatnya cukup dengan menggunakan jari-jarinya.
ADVERTISEMENT
Gambaran mengenai fenomena media sosial dalam novel Okky Madasari bisa kita amati dalam novel yang berjudul Kerumunan Terakhir. Dalam novel tersebut kita bisa menyaksikan bagaimana senangnya Jay yang dalam kehidupan sehari-harinya merasa tidak puas karena sikap ayahnya menemukan dirinya di dunia yang baru sebagai Matajaya yang diikuti dan didengarkan pendapatnya, yang ditunggu-tunggu beritanya. Padahal di kehidupan nyata, dia tidak lebih dari sekedar orang biasa. Juga seorang pengangguran yang malas mencari kerja. Akibat ketajaman jari-jemarinya ia pernah ditangkap dan ditahan di kantor polisi.
Setiap novel-novel di atas memang tidak hanya mengangkat satu jenis tema. Banyak hal yang bisa kita ambil pelajarannya dari kelima novel Okky Madasari tersebut, apalagi berkaitan dengan masalah sosial yang ada di sekeliling kita, di negara kita. Karya-karya tersebut mengajak kita bercermin bahwasanya permasalahan-permasalahan sosial tersebut masih ada di sekitar kita.
ADVERTISEMENT