Konten dari Pengguna

Menemukan Landasan Sejati dalam Relasi Manusia

Nanda Pratama
Universitas Muhammadiyah Jambi
22 Agustus 2023 10:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nanda Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Koleksi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Koleksi Pribadi
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan hidup ini, pertanyaan yang tak pernah redup adalah, "Pada siapa kita menaruh harap?" Kita hidup di tengah lautan relasi manusia, di antara pemberi harapan palsu, pujian semu, hingga perjanjian yang terjalin umpama debu.
ADVERTISEMENT
Ketika pemberi harapan palsu menghampiri, kita dipaksa bertanya: apakah mereka akan berdiri di saat butuh dan datang hanya untuk mengaduh? Apakah mereka layak mendapatkan tempat di dalam hati kita? Keberadaan mereka, seiring dengan sikap mereka yang kurang acuh dan mudah angkuh, menimbulkan tanda tanya besar. Tapi mungkin, pada saat tertentu, kita pun pernah menjadi pemberi harapan palsu bagi orang lain.
Kemudian, siapa yang pantas mendapatkan asa kita? Mereka yang memuji kita saat senang, tetapi siap menjadikan kita boneka saat mereka perang. Apakah ini sepadan dengan harapan kita? Mencari siapa yang memang tulus dengan kata-kata mereka adalah seperti mencari permata di antara batu-batu biasa.
Lalu, pada siapa kita memelas belas kasihan? Pada mereka yang bersedia membantu tiba-tiba, tetapi juga mudah mencela. Kesetiaan dan empati seolah diimbangi dengan adu domba. Pertanyaan ini mengungkapkan kompleksitas hubungan manusia yang sering kali berada pada ambang perasaan dan motivasi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Pada siapa kita menengadahkan tangan? Pada mereka yang menggadaikan kebenaran demi kekuasaan atau pada mereka yang acak-acakan dan berusaha menjauhi kebenaran? Semakin kita menengadahkan tangan, semakin jelaslah bahwa pada saat-saat genting, kita tidak hanya membutuhkan panduan moral, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kezaliman dan ketidakadilan.
Lalu, kepada siapa kita haturkan semua pinta? Kita ingin didengar oleh mereka yang sungguh memahami kita, bukan oleh mereka yang hanya memberikan bantuan dengan syarat. Tetapi menggantungkan harapan kita pada mereka yang hanya memanfaatkan kita juga mengajarkan kita tentang pentingnya memilih teman dengan bijak.
Pada siapa kita tundukkan diri? Pada mereka yang hanya ingin melihat kita tak berdaya dan tak berarti. Merasa dibutuhkan adalah hal yang alami, tetapi tundukkan diri kita hanya untuk mereka yang tidak sungguh-sungguh peduli adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada siapa kita pulang? Pulang pada mereka yang hadir hanya saat mereka memerlukan sesuatu dari kita adalah seperti pulang pada suasana yang hanya tercipta dalam dunia maya. Tidak mungkin pulang pada mereka yang hanya peduli dengan hadiah dan materi belaka.
ilustrasi berdoa. Foto: Billion Photos/Shutterstock
Pada siapa kita bersimpuh? Pada mereka yang membuat kita merasa rendah diri dan tak berdaya? Simpuh adalah tindakan penghormatan, tetapi simpuh pada mereka yang merendahkan kita bukanlah tindakan yang bijak.
Akhirnya, ada satu pertanyaan terakhir: pada siapa kita ingin berserah diri? Berserah diri pada mereka yang memaksa kita untuk mengalah dan tersenyum saat menyerah? Mungkin ada kebaikan dalam belajar mengalah, tetapi tidak pada harga diri kita. Pada akhirnya, mungkin satu-satunya tempat yang pantas untuk kita letakkan harapan, asa, dan pinta adalah pada diri sendiri dan Sang Pencipta.
ADVERTISEMENT
Manusia KEMANA: Menuju Ketiadaan Harapan Palsu, dan Menemukan Kedalaman Hakiki Manusia.