news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

OM Lorenza dalam Pandangan Konflik Sosial Marx

Nanda Pratama
Universitas Muhammadiyah Jambi
6 Maret 2025 13:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nanda Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Orkes Melayu (OM) Lorenza baru-baru ini menjadi sorotan di media sosial. Dengan membawakan lagu-lagu dangdut jadul dan penonton yang mengenakan kostum ala era 70-an, OM Lorenza dibentuk sejak 2007 oleh Budi Aeromax, OM Lorenza awalnya membawakan lagu-lagu umum, termasuk dangdut koplo. Baru usai pandemi mereka setia di genre lagu dangdut jadul. Awalnya OM Lorenza biasa manggung di Taman Hiburan Rakyat (THR). Acara ini tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang dinamika sosial dan budaya di Indonesia. Melalui lensa teori konflik Marx, kita dapat memahami bagaimana fenomena ini mencerminkan ketegangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat kita.
OM Lorenza dalam Pandangan Konflik Sosial Marx
zoom-in-whitePerbesar
Musik dangdut memilki cerita dan akar yang Panjang dibumi Indonesia. Sempat mencapai titik emas nya pada tahun 80an dengan artis artis yang melegenda di ingatan generasi milenial hingga sekarang. Meskipun zaman mengalami perubahan secara terus menerus, hingga Demokritus mengatakan yang tidak berubah yaitu perubahan itu sendiri. Popularitasnya yang menunjukkan adanya kerinduan akan masa lalu yang lebih sederhana dan kritik terhadap modernitas yang serba cepat.
ADVERTISEMENT
Karl Heinrich Marx atau yang inten di panggil marx di kalangan diskusi-diskusi aktivis. Ada sebuah pemikiran dikenal sebagai teori konflik Marx yang menyoroti ketegangan antara kelas sosial yang berbeda, terutama dalam konteks kapitalisme. Ada yang bertanya mana titi temu musik popular zaman sekarang dengan kapitalisme? Banyak hal yang dapat disorot minsalnya Musik populer sering kali diproduksi dan dipasarkan sebagai produk komersial serta di pasarkan guna mendorong konsumerisme, kalua ada yang tanya lagi konsumerisme apa silahkan di searching secara mandiri.
Dalam konser ini, bisa dilihat bagaimana musik jadul menjadi alat perlawanan terhadap dominasi budaya populer yang sering kali didikte oleh kapitalisme. Musik jadul dan kostum era 70-an menjadi simbol perlawanan terhadap alienasi yang dihasilkan oleh sistem ekonomi modern. Ekonomi yang serba cepat dan instan merasuki dunia musik modern, sementara musik jadul OM Lorenza menggunakan personel yang cukup rame dalam memainkan musiknya.
ADVERTISEMENT
OM Lorenza, dengan setia membawakan lagu-lagu jadul, berperan sebagai penjaga budaya lokal. Mereka menolak arus utama yang sering kali mengabaikan warisan budaya demi keuntungan komersial. Kostum era 70-an yang dikenakan penonton bukan sekadar nostalgia, tetapi juga kritik terhadap kapitalisme yang mengikis identitas budaya.
Antusiasme masyarakat terhadap konser ini menunjukkan adanya kesadaran kelas yang mulai tumbuh. Hal ini perlu dilestarikan agar kita tidak hanyut mengikuti arus besar globalisasi sehingga kita tercerabut dari budaya-budaya kita. Media sosial berperan penting dalam menyebarkan pesan ini, menjadi alat perlawanan yang efektif dalam era digital. Dukungan luas dari masyarakat menunjukkan bahwa banyak yang merindukan nilai-nilai budaya yang lebih autentik dan berakar.
Konser ini tidak hanya berdampak pada budaya, tetapi juga ekonomi lokal. Dengan menarik banyak pengunjung, acara ini membantu menggerakkan roda ekonomi setempat, memberikan manfaat langsung bagi kelas pekerja. Selain itu, gerakan budaya seperti ini memiliki potensi untuk memicu perubahan sosial yang lebih besar, mendorong masyarakat untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya mereka.
ADVERTISEMENT
Melalui kacamata teori konflik Marx, kita dapat melihat bahwa konser OM Lorenza lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah bentuk perlawanan budaya yang menantang dominasi kapitalisme dan mengingatkan kita akan pentingnya identitas budaya. Musik jadul, dengan segala pesonanya, memiliki peran penting dalam dinamika sosial di Indonesia.